^13
Pagi-pagi sekali, seminggu setelah kepulangan pasangan suami istri Fhatian dan Belvina dari honeymoon yang lebih pantas disebut sebagai liburan, harum aroma masakan menguar hampir ke seluruh penjuru ruangan. Menggoda langkah Fhatian yang baru selesai berpakaian untuk diayun menuju sumber dari aroma tersebut. Hingga dia menemukan seorang perempuan yang tengah berkutat dengan berbagai alat dan juga bahan masakan di dapur. Dia … Belvina. Istrinya.
"Bel?" panggil Fhatian seraya mendekat.
Belvina menoleh sekilas, sebelum kembali fokus pada kegiatannya. "Hai, An. Udah rapi aja," kata perempuan itu yang tadi melihat penampilan Fhatian.
"Hm, ada meeting jam delapan nanti," jawabnya sembari berdiri tidak jauh dari Belvina. Menatap sang istri yang nampak begitu serius. "Bikin apa, sih?" tanyanya kemudian.
"Capcai."
Seketika, mata Fhatian berbinar. Sejak dulu, ia memang sangat menyukai makanan tersebut. Paling tidak bisa, jika harus menolak menu satu itu. Minimal, satu suapan jika keadaan benar-benar genting. Dan sekarang, Belvina tengah memasak makanan kesukaannya. "Gitu, dong. Sekali-kali peka."
Mendengarnya, Belvina merotasi kedua bola matanya. "Kebetulan aja ini bikinnya mudah. Kalau sulit juga males banget."
Meski jawaban yang ia dapat bernada ketus, namun Fhatian tetap mempertahankan senyum Lima jarinya.
Ini kali pertama ia melihat penampilan Belvina dengan piyama yang dilapisi celemek. Sebelum-sebelumnya, sejauh yang Fhatian ketahui, Belvina belum pernah menyentuh dapur seorang diri satu kali pun. Jika sedang dalam masa tidak sibuk dan juga dalam mode rajin on, antara ibu atau koki pribadi di rumahnya yang akan menemani perempuan itu memasak. Karena memang Belvina lebih pantas menjadi pengusaha daripada ibu rumah tangga apalagi koki.
"Oh iya, lusa temani aku menghadiri acara makan malam bersama klien, ya?" ucap Fhatian sembari menarik stool bar dan duduk di atasnya kemudian. "Di restoran PHG jam tujuh. Aku akan kirimkan ke kantormu pakaian yang akan kamu kenakan. Jam enam, aku jemput."
Fhatian bukan sekadar mengajak, namun memaksa. Laki-laki itu akan memastikan, jika Belvina bersedia hadir menemaninya. Apalagi, ini makan malam pertama bersama klien pasca keduanya menikah.
"Hm, aku akan minta Danti kosongin jadwalku lusa dari sore."
"Good idea and good wife. I like it," ujarnya memuji.
Belvina mendelik sambil berjalan menuju ruang makan membawa wadah berisi capcai hasil tangannya. Sendiri. Tanpa bantuan orang lain, selain internet.
"Enak nggak, nih?" Fhatian yang mengikuti dari belakang, menarik kursi untuk ia duduki.
Lagi-lagi, Belvina mendelik. "Kalau nggak enak, nggak usah dimakan."
Fhatian lantas tertawa pelan. Menggoda Belvina selalu menyenangkan. Terlebih, saat melihat wajah kesal perempuan itu. Entah kenapa, dari dulu Fhatian menyukainya. Menyukai proses perubahan ekspresi Belvina ketika ia usili.
"Bercanda. Pagi-pagi jangan serius-serius, lah. Nanti keriput di mukamu makin nambah, lho. Mau?" Dan Fhatian selalu tidak puas dengan hanya sekali menggoda.
Sontak, Belvina memelototkan matanya. Fhatian berhasil membuatnya kesal pagi ini, lagi.
°°°°°BERSAMBUNG°°°°°
Haiii
Author kembali dengan kelanjutan kisah Fhatian><Belvina
Kesan kalian buat part ini, gimana?
Kasih tau author, dongg. Supaya ke depannya bisa lebih baik lagiii....
Salam Kasih,
RosIta.
Kalimantan Barat, 25 Desember 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro