I : New Destiny
Kalau malam hari sangat dingin menusuk tulang, maka siang hari terasa sangat menyengat menusuk kulit.
Menu makan siangku adalah telur dan bacon. Tidak cukup mewah, tapi karena aku memang lapar apapun yang masuk perut berakhir tanpa sisa.
Aku mendesah menatap tumpukan buku yang luar biasa banyak menguasai ruanganku. Sepertinya tempat tidurku bahkan lebih bisa kusebut rak buku karena kasurku hampir tidak terlihat. Aku mengintip ventilasi yang dilapisi jaring besi itu.
Terdengar suara ribut yang terdengar sampai di menara, tepatnya tempat di mana aku terkurung. Belum lagi, sebenarnya ini membuatku merasa heran. Menara ini berada di atas lautan luas.
Oh, dan keributan itu berasal dari suara mesin kapal yang tidak jauh dari menara estate ini.
"H-hei, bukankah kita harusnya berjaga di bawah?"
Suara itu tentu saja bukan berasal dari kapal, tapi di balik jeruji besi di mana diriku terkurung. Lagi-lagi prajurit laki-laki payah yang senang bergosip itu memulai topik pembicaraan ketika aku tanpa sengaja mau tidak mau menguping karena jarak yang hanya dibatasi oleh sebuah dinding berwarna merah bata.
"Tapi ini kemauan Nyonya untuk mengurus [Reader]. Dia sudah seperti benda keramat yah, selalu dijaga selama 24 jam penuh."
Aku melengos. Dia kira aku mau dikeramatkan seperti batu akik /eh ngawur. Tenang saja, kalian akan merasa lega ketika kalian tidak perlu mengemban tugas menyusahkan ini lagi.
Semua orang ingin kebebasan. Termasuk aku.
Semua orang ingin punya rasa ingin tahu. Termasuk aku.
"Tapi kita sebentar lagi tidak perlu menjaganya seperti ini,"ungkap suara prajurit lain tetapi memiliki intonasi agak lebih tinggi.
"Be-benarkah? Syukurlah. Aku sudah sesak berada di ruangan ini. Oksigen di sini minim sekali!"
Aku bahkan sudah muak di sini, dasar prajurit sialan. Seumur hidupku, dan mereka, memiliki jadwal yang bergantian untuk mengomentari masalah mereka.
"Iya. Alasan berdasarkan rumor, dia akan dijual oleh perompak. Kasihan ya,"
Aku langsung meneguk ludahku.
Tu-tunggu. Aku mau dijual? Transaksi jual beli yang menghasilkan lembaran uang haram itu? Aku dianggap barang? Ya Tuhan, ini sudah jelas-jelas berbahaya kan?
Sepertinya aku memang harus membuang batu sialan ini agar aku tidak dijual sebagai benda keramat atau melarikan diri. Kucoba opsi pertama, tapi setengah mati kucoba tetap saja gagal. Batu ini sudah seperti tanda lahir di tubuhku. Aku geram karena detik berikutnya, lenganku memerah karena usaha sia-siaku.
Kulirik jaring besi yang setia mengunci rapat ventilasi. Lingkungan versi mini yang hanya bisa disajikan oleh indra penglihatanku. Semua benda di sekitarku sepertinya tidak memberikan petunjuk yang pasti untuk melarikan diri. Tentu saja aku tidak akan kabur melalui ruang utama.
Apa waktu kematianku sudah dekat? Aku sekarang akhirnya mengerti ketakutan akan kematian sangat mencekam. Kematian itu gelap bukan? Akhirnya aku sadar kenapa semua orang takut mati apalagi jika itu belum waktunya.
♡ ♡ ♡ ♡ ♡
Terdengar suara alarm rumah yang berdering keras. Biasanya hunian mewah ini tidak akan berbunyi apapun. Entah situasi sedang gawat atau tidak, aku seolah memilih pasrah. Memeluk lutut sambil menyandarkan diri di sudut dinding.
Prajurit yang bergosip tadi juga sudah menghilang. Mereka sudah pasti menyelamatkan diri lebih dulu. Aku mengintip dari jeruji besi yang menjadi batas wilayah untuk mengurung diriku. Aku mengintip dan menemukan benda yang sepertinya memunculkan bohlam imajiner di atas kepalaku.
Aha! Sebuah tombak yang tergeletak asal di luar jeruji besiku. Sepertinya terjatuh karena mereka buru-buru meninggalkan area ini. Aku berusaha untuk mengambil tombak itu dari dalam. Sedikit lagi, aku akan meraihnya.
[Reader], ini peluang emas yang paling mengkilat yang pernah ada!
Jemariku setengah hidup untuk mendekati tombak itu. Tetapi sialnya seseorang menghalangi jalan peluang itu.
"A-Akh!"upayaku gagal karena jemariku diinjak. Sialan. Tombak itu telah berada digenggamanku. Aku tidak akan membiarkan kesempatan ini berakhir begitu saja.
Sial!
Aku tidak ingin mati. Aku ingin bahagia. Aku ingin bintang jatuh itu memeluk permohonan yang setengah mati kuharapkan segera terkabul.
"Kau .. tidak boleh kabur! Selama-lamanya!"laki-laki yang memakai seragam baja itu tentu saja prajurit yang kini berjongkok merebut tombak.
"Tidak mau! Ini hidupku! Aku ingin segera lenyap dari sini dengan kedua kakiku,"teriakku penuh keyakinan. Aku ingin menangis karena mempertahankan hidup seperti ini.
Tuhan, bintang jatuh, kalian ada atau tidak, sih? Kalian bisa menolongku tidak, sih?
Prajurit itu pun mengaduk saku celananya karena mendapat panggilan. Prajurit itu masih berposisi dalam keadaan berjongkok ketika aku masih mempertahankan tombak di jemariku. Walaupun jika tanganku akan berakhir patah atau apa, aku tidak peduli. Refleks, kulihat tangan kananku yang tidak kugunakan.
Kukuku sangat panjang! Aku bisa menggunakan ini! Rasakan cakaranku. Haha.
"A-argh! Dasar cewek berandal!"
Aku terkikik. Aku bersyukur aku tidak jadi memutuskan untuk memotong kuku. Prajurit itu teralihkan karena rasa sakit yang menjalar di telapak tangannya. Dan aku pun bisa merebut tombak itu.
Panik karena dikejar waktu yang tersisa, prajurit itu tentu saja sudah berusaha mengambil kunci untuk menangkapku. Aku menancap tombak itu sejadi-jadinya. Merobek lapisan besi sialan yang membuatku harus memakan waktu agar bisa membebaskan diri.
Tapi tidakkah ini bodoh? Aku akan benar-benar mati jika di bawahnya adalah lautan? Kuintip lagi langit yang kini telah gelap. Ternyata ada kapal yang masih menetap di dekat menara tempatku terkurung.
Aku masih bisa berharap untuk terjun tepat di bagian kain yang menjadi penopang kapal layar itu berlabuh. Itupun jika aku masih hidup.
Bintang jatuh, Tuhan, aku kepadamu...
"Hei!"kudengar suara prajurit itu semakin mendekat karena mungkin telah berhasil mendapatkan kunci yang tepat.
Selamat tinggal, hidupku.
♡ ♡ ♡ ♡ ♡
Gubrak.
Bunyi hentakan tubuhku tentu saja akan memekakkan telinga bagi yang mendengarnya. Aku terjatuh pas di bagian yang kuharapkan. Sepertinya tulangku patah karena terjun seperti ini. Mungkin. Aku bahkan tidak bisa bangun dan mengaduh kesakitan dalam diam.
Aku belum berkesempatan untuk ke alam baka secara langsung rupanya. Seperti gosokan berhadiah, aku mungkin sedang mendapat 'coba lagi'. Tapi aku merasa lega.
"Hei! Kenapa kau bisa ada di sini?"suara itu terdengar syok. Aku hanya bisa samar-samar melihat wajahnya. Bersurai kuning dengan warna mata cyan yang terlihat mengomel tidak jelas.
Aku masih bisa menghirup bau laut yang membuatku menyadari kalau aku sedang berada di luar ruangan. Aku bebas dari menara sialan itu. Aku tidak perlu lagi dikurung. Tapi kapal ini entah akan membawaku ke mana.
Indra pendengaranku masih bisa berfungsi sedangkan aku tidak lagi mampu melihat karena menahan rasa sakit yang menjalar dari bahuku.
"Dia seorang perempuan .. yang bukan berasal dari keluarga miskin? Lihat saja pakaiannya,"suara itu terdengar ramah, entah siapa dia. Semoga dia bukan orang jahat.
"Sepertinya dia terjatuh dari jarak yang cukup tinggi,"ungkap laki-laki dengan nada kalem yang tegas.
"Kita harus menghubungi bos!"suara itu juga terdengar ramah tapi sedikit feminin.
"Dia mangsa yang menarik, sayang untuk dilewatkan,"
Ya Tuhan, kalimat terakhir itu membuat tubuhku merinding. Tapi aku bisa berbuat apa, aku tidak berdaya. Atau mungkin seharusnya aku menerjunkan diri ke laut saja?
Tapi kalau ke laut, aku sudah pasti mati oleh serangan jantung.
"Lihat, lengannya memiliki batu berwarna safir yang berkilauan. Dia bukan orang sembarangan!"lagi-lagi suara yang berbeda, tetapi terdengar lebih kalem.
Ah, akhirnya ada yang menyadari sesuatu yang memiliki ciri khas terhadap diriku. Daripada aku dijual, aku memilih untuk mengikuti ke mana arah kapal ini berlabuh. Di mana ragaku dibawa, di mana jiwa ini berada.
Ah, aku ingin menangis saja. Padahal hari ini aku sudah berusia enam belas tahun. Tapi di hari yang spesial untukku itu, aku harus menyelamatkan diri. Tidak akan ada yang mengingatnya, apalagi merayakannya.
Yang penting aku telah menghadiahi diriku sendiri dengan kebebasan yang kudapatkan dengan kedua kakiku sendiri. Bukan karena siapapun.
Selama aku akan terbebas, ke mana pun. Dunia yang seharusnya kini membukakan pintu gerbang melalui kedua kakiku yang melintasinya.
To Be Continued.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro