Bab 9
"Eh, tunggu! PK itu apaan sih?" masa anak crazy rich kagak tahu PK apaan. Raga mengekori istrinya seperti anak ayam pada induknya.
"Kepo lu, Ga," celetuk Melisa mengejek pria yang telah menjadi pengawal hati sahabatnya itu. Dia sendiri bingung, entah bagaimana mereka bisa kembali bersama.
"Mel, lo pasti tahu kan PK apaan?" lebih dia tanya Melisa, karena bicara dengan Yura, sudah sama persis patung. Apalagi wanita itu langsung bercengkraman dengan keponakannya.
Ya jelas, Melisa tahu. Sejak ditinggal Raga menikah, Yura kan tak pernah berhenti menyebut pria blangsak satu ini PK. "Asal lo tahu di dunia ini nggak ada yang gratis." Mumpung ada kesempatan memeras, ya diperas.
"Lo mau apa sih? Rumah, mobil, uang, tinggal lo sebut." Emang payah ya, berurusan dengan orang kaya satu ini, hartanya berjibun.
"Gua cuma mau nginap hotel satu hari, kasian napa gua kagak pernah nginap hotel bintang lima." Kasian sih Melisa segitu pengen menginap di hotel. Hidup sahabat Yura satu ini kan memang lebih sederhana.
"Gampang. Gua akan bikin lo nginap di hotel, tapi beritahu gua dulu."
"Tapi, lo janji ya." Ah, menang banyak Melisa. "Sini gua bisikan." Kan gawat kalau sampai Yura tahu. Bisa dipecat jadi sahabat. "PK itu artinya penjahat kelamin, laki-laki yang hobby seks gitu," lanjut Melisa berbisik.
"Mel, lo ngapain dengan Mas Raga?" tegur Aira yang memperhatikan gelagat kedua orang ini. Kan gawat jika kakaknya itu bercerai karena Melisa. Ah, dapat beban lagi.
Melisa tak menjawab, dia langsung menghampiri Yura. Dia kan tahu Aira bawel, lebih bawel dari Yura. Daripada panjang urusannya, lebih baik menghindar.
"Ra, gimana ceritanya lo bisa sama Raga lagi? Melisa malah mulai menginterogasi Yura. Keponya semakin meningkat saat dia melihat Yura tampak cuek, tapi bisa menikah. Mungkin ada lah rasa dikit. Namun nggak mungkin langsung nikah juga.
"Raga itu pilihan bokap gua. Lo tahu sendiri bokap gebet banget biar gua cepat nikah." Enggak mungkin juga Yura bilang dia diancam, karena bokapnya iti terlalu mata diutan. Melisa tahu sih, tapi Yura nggak mau juga aib bokapnya sampai didengar sahabatnya itu.
"Terus lo mau aja gitu." Pasti ada alasan yang masuk akal dong.
"Ya mau gimana lagi?" Yura bergidik. Kenyataannya memang dia hanya terpaksa menikah dengan Raga, seandainya dia punya pilihan lain, sudah wanita ini lakukan. Sayangnya berurusan dengan Raga tak semudah itu.
"Terus Alfira?"
"Cerai."
Melisa tak percaya, ya karena beberapa waktu yang lalu ia melihat mereka bersama. Jelas sekali itu Raga dan Alfira, bahkan bersama anak laki-laki kita.
"Secepat itu?" Yura mengkerutkan dahinya dengan kalimat wanita hadapannya.
"Maksud lo apaan?" tanya Yura nanar. Kesannya Melisa tak percaya Raga dan Alfira cerai. Kalau belum cerai untu apa juga Raga nikah dengannya.
Melisa menggeleng.
Jangan sampai mulut asal bunyi, gawat kan kalau ada perang rumah tangga di sini. "Enggak pa-pa kok. Ra, terus clbk dong lo?"
Yura mencebik.
Clbk dari hongkong. Yura kan berharap cepat cerai dengan Raga. Mungkin status janda lebih baik baginya, daripada perawan tua. "Asal lo tau gue benci harus nikah sama Raga. Kayak nggak ada laki-laki lain."
Melisa terkekeh.
"Perasaan gua, kayaknya dulu lo deh yang cinta mati sama Raga." Kan dia selalu ingatin Yura untuk lepaskan Raga. Emang dasar sih Yura yang batu, mau aja pacaran dengan playboy. Sekarang baru deh benci, dan ternyata Raga jodoh yang tertunda.
"Jangan bahas yang dulu-dulu ah!"
*
"Papi." Bocah umur sekitar enam tahun tiba-tiba memeluknya. Raga terkejut melihat kedatangan putranya.
"Tian, kamu kok bisa di sini?" tanya Raga heran. Dia tak melihat Alfira di sekitar ruangannya, masa Tian bisa datang sendiri tiba-tiba, nggak mungkin banget.
"Bisa dong, Pi. Kan sama mami." Setiap bertemu Raga, bocah ini selalu senang. Bahkan tanpa henti bermanja dengan ayahnya itu, padahal Raga harus meeting, karena itu juga pria ini terpaksa meninggalkan Yura di rumah mertuanya.
"Mami kamu sekarang di mana?" Raga paling tidak suka sikap Alfira yang membiarkan Tian bermain sendiri, tanpa ada yang mengawasinya.
"Kata mami mau ke toilet sebentar." Mata Raga melirik sebuah koper besar tak jauh dari Tian.
"Kamu mau ke mana? Kok bawa koper." Awas sih Alfira berniat menjauhkan dia dari anaknya, dia tak segan-segan membuat hidup Alfira menderita.
"Hay, Mas." Raga melihat sosok wanita yang masuk ke ruanganya. Dia memasang senyum terhadap raga, tapi sih Raga malah cuek bebek gitu.
"Kenapa kemari tidak menelpon aku lebih dulu?" ujar Raga sedikit kesal. Dia hanya tak mau Tian menunggunya cukup lama, kalau tahu anaknya di kantor, sudah pasti dia cuma mengantar Yura.
"Aku pikir kamu akan sibuk dengan istri barumu," ucap Alfira dengan nada sedikit sinis. Dia sangat kesal ketika mengetahui Raga menikah lagi. Masa secepat itu, baru juga dua bulan berpisah, Alfira kan berniat mengambil simpati Raga untuk rujuk. Eh, tahunya sudah keburu nikah lagi.
"Itu bukan urusanmu. Sekarang katakan kamu mau apa? Minta uang?" Alfira kan datang pasti ada maunya, mengumpat Tian untuk kepentingannya.
"Aku ada urusan di luar kota, aku nggak bisa bawa Tian, karena dia harus sekolah. Dan Tian akan tinggal bersama kamu sampai aku kembali," ucap Alfira enteng. Tuh muka kagak ada beban sama sekali ya.
Raga menaiki satu alis, dia kan sibuk, mana bisa jaga Tian. Tidak mungkin dia meminta tolong Yura, dapat cinta belum, udah minta jaga anaknya.
"Kenapa kamu nggak dari sebelum-sebelumnya sih? Aku kan bisa cari baby sister untuk jaga Tian, kamu tahu kan aku sibuk banget." Raga kan nggak berpengalaman mengurus anak kecil, apalagi Tian cukup bandel, manja, ada maunya harus, kalau nggak bisa mogok makan ini anak.
"Kamu kan bisa minta tolong istri baru kamu, masa jaga anak kamu dia nggak mau sih. Dia kan ibu sambungnya." Alfira tak peduli bagaimana cara Raga menjaga Tian, kan dia ayahnya, harus bantu jaga dong.
"Gila kamu! Aku baru nikah kemarin, masa suruh jaga anak aku." Ya kali Yura mau jaga anaknya dan Alfira, walau bagaimana pun Tian penyebab mereka berpisah, pasti Yura tak akan maulah.
"Resiko dong. Dia bisa terima kamu duda, otomatis harus terima anak kamu juga." Alfira tak peduli bagaimana caranya Raga bisa menjaga Tian, gantian kali jaganya. Alfira juga butuh menyegarkan otaknya. Emak-emak sejagad pasti tahu mengurus anak sendiri, nggak punya laki, apalagi anaknya bandel.
"Bukan begitu, masalahnya. Ah, udahlah." Malas juga menjelaskan jika istrinya itu Yura, adanya ribut lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro