Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 26

Semua wanita tentu mengharapkan hidup yang sempurna, termasuk Alfira. Bercerai dengan Raga bukan pilihan terbaik, lebih baik tak pernah pria itu sentuh, daripada harus bercerai.

Namun nasi telah jadi bubur, mereka sudah resmi bercerai, dan itu hal terburuk dalam hidupnya, jika ada kesempatan, tak mungkin menyiakannya, walau harus dengan cara licik.

"Ma, aku tuh nggak pernah setuju Raga nikah lagi." Dia berusaha membuat Yuli berpihak padanya, apalagi dengan kejadian pertingkaian tadi, harapnya sih, wanita tua ini membenci Yura.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Kenapa nggak protes saat Raga mau menikah? Kamu kan tahu sendiri, Mama lagi nggak di Jakarta waktu itu," ujar wanita ini. Ya, kalau dia tahu mana mungkin membiarkan itu terjadi.

"Raga nikah sama sekali nggak ijin sama aku, main nikah aja." Seandai dia tahu, mungkin Alfira akan membuat pernikahan mereka hancur, nggak perlu ada drama seperti.

"Berarti kamu banyak kurangnya sebagai istri." Bukan malah berpihak dengannya. Entah bagaimana cara Yura, sehingga emak kunti ini terkesan.

"Ma, aku kurang apa coba?" Yuli terkekeh. Jangan pikir, Yuli tak pernah tahu, jika mereka tak pernah sekamar, kecuali ada dirinya. Mau bego-begoin orang lebih tua, ya kagak bisa lah.

"Kamu pikir sendiri, selama ini kamu yang menjalani pernikahan, bukan Mama," ucap wanita ini menyemat senyum tipis. Yuli sudah membayar salah satu pekerja Raga sebagai mata-mata, termasuk soal perceraian putranya. Dia sengaja pura-pura tak tahu, untuk menguji kejujuran putranya. Namun dia sungguh belum mendapat informasi apa-apa soal Yura.

"Paling tidak Mama bisa tuh memberitahu Raga, dia harus bisa adil dong, Raga itu sejak menikah dengan Yura, lebih sering tidur bersamanya, daripada aku." Ya, jelas dong. Yura kan istri Raga, sedangkan dia hanya mantan istri. Istri mau berarti atau tidak, di mana-mana tetap menang, mau sama pelakor kek, atau mantan istri sekali pun.

"Kamu harus paham lah, mereka kan pengantin baru, wajar kalau gak mau dipisahkan." Beruntung sekali nasib Yura. Lha, dia dulu, mau pengantin baru atau tidak, tetap saja Raga dingin seperti balok es.

"Tapi, aku juga istri Raga." Tepatnya sih mantan istri.

Yuli menghempaskan napas kasarnya. Pantas Raga nggak pernah bisa cinta, kelakuannya lebih banyak minus daripada plus.

"Ya, kamu usaha sendiri dong. Masa gini doang minta bantuan Mama," ricau Yuli sudah malas mendengar segala keluhan Alfira, syukur banget udah cerai dengan Raga.

Alfira semakin kesal, apapun usahanya ternyata tak membuahkan hasil apapun. Dia harus memikirkan cara lain agar Yura benar-benar tersingkirkan dalam hidup mantan suaminya.

Dan kemungkin Dafa bisa dia memanfaatkan, dia tahu banget sih Dafa tergila-gila dengan Yura.

*

Yura memalingkan wajahnya, anggap saja dia tak mendengar pria ini. Cari aman dulu, daripada dapat semburan banyak pertanyaan.

"Lagi ngobrol apaan sih? Kok kelihatan seru," komentar Raga duduk samping Yura, mendelik giliran wanita ini, lalu Tian.

"Ih Papi kepo!" ah, syukur Tian tepat janji, kalau tidak bisa besar kepala laki-laki satu ini. Tian mengedipkan matanya satu ke Yura. Emang paling the best anak ini.

"Dengar tuh kata Tian, makanya jangan kepo!" ternyata sekarang istri dan anakny ini kompak sekali, sampai-sampai menyimpan rahasa berdua.

"O ... sekarang kamu gitu ya sama Papi," ucap Raga membuang wajahnya seakan dirinya merajuk, lalu kemudian saat Tian tak fokus, dia menggelitiknya.

"Sini kamu dekat Papi." Tian kegelian, sedangkan Yura hanya penonton sambil terkekeh geli. Astaga, bisa-bisa mereka kena tegur suster atau dokter di sini, kagak sadar tempat bikin ribut.

"Hahaha ... Papi, ampun. Jangan gelitik terus." Raga tak berhenti, dia malah semakin jadi.

"Ga, udah dong. Kasian Tian." Yura berusaha mengambil Tian dari Raga dan memeluk bocah ini.

"Untung ada Mimi, kalau nggak Papi masih gelitik Tian, nih," ujar Tian dengan napas turun naik gara-gara ulah Raga.

"Mimi itu akan selalu ada buat Tian." Yura mencium puncak kening bocah ini, walau tidak lahir dari perutnya, dia sangat menyayangi Tian seperti anak sendiri.

"Makasih, ya, Mi." Tian jadi merasa bersalah, karena pernah jahat dengan Yura, waktu itu kan Yura dimarahi Raga, karena dia menyembunyikan note itu atas perintah Alfira, ternyata ibu tiri itu tidak seperti teman-temannya cerita, maminya juga ternyata bohong, Alfira pernah mengatakan jika Yura itu jahat, sebelum Yura jahat, ya Tian harus duluan jahat.

"Sama-sama anak Mimi yang tampan."

"Mi, maafin Tian ya udah pernah jahat." Yura dan Raga saling menatap, mereka bingung apa yang Tian maksud, perasaan Tian selama ini selalu bersikap baik lho.

"Jahat kenapa?" Tian tampak menunduk takut Raga marah.

"Waktu Papi marah soal note, sebenarnya note itu ada, tapi aku buang," lirih Tian dengan jujur, dia nggak mau ah disuruh-suruh maminya lagi.

Raga mendengar hal itu langsung bangkit dari duduk, dia menatap intimidasi. "Tian, ka--"

Namun Yura dengan cepat menggamit tangan Raga, dia tahu pria ini pasti marah, anak sekecil Tian bisa berbohong dan membuatnya bertengkar dengan Yura. "Jangan ... biar aku aja," ucap Yura pelan.

Yura berjongkok duduk di depan Tian, dia tahu cara bicara dengan anak seumur Tian agar tak merasa tersudut. "Tian, lakukan itu karena nggak suka sama Mimi?"

Tian menggelengkan kepala sambil menatap Raga. Dia takut Raga akan memarahi Alfira, dan wanita itu pasti memarahinya habis-habisan.

"Sayang, nggak perlu takut, bilang aja, Mimi janji kok nggak marah, Papi juga gitu kan, Pi?" Raga mengangguk membuang napas panjang. "Tuh Papi nggak marah kan," ucap Yura lagi.

"Mami yang suruh, mami bilang kalau Mimi itu jahat, suka pukul anak kecil." Yura tak habis pikir, jika Alfira tega sama anaknya. Apa nggak pernah pikir psikolog anak ini, kasian Tian.

"Jadi mami kamu yang suruh," kata Raga dengan rahangnya sudah mengeras. Kali ini Alfira keterlaluan, masa mencuci otak anak sendiri, ibu seperti apa wanita itu.

"Kamu yang sabar, jangan marah di depan Tian," bisik Yura mengenggam tangan Raga tanpa sadar. Raga sih suka-suka aja, kan Yura jarang kayak gini depan umum pula.

"Papi marah ya sama Tian?" Raga tersenyum, dia mengacak rambut bocah ini.

"Enggak kok. Papi bangga karena Tian udah jujur," ujar Raga.

Namun yang jelas dia tidak akan memaafkan mantan istrinya itu, enak saja mengajarkan anaknya melakukan suatu yang tidak-tidak.

"Makasih ya, Pi. Tian sayang sama Papi." Tian memeluk Raga dengan tulus, dia beruntung memiliki ayah seperti Raga, pria ini kan selalu menyayanginya.

'Gue nggak akan memaafkan lo Alfira!'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro