Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 25

Hidup hanya bisa direncanakan, untuk masalah takdir hanya Tuhan yang mengatur, harapan hanya bisa sekedar keinginan semata, begitu pula dengan cinta, sesulit apapun menolak, tapi jika Tuhan membiarkan cinta itu bersemayam di hati, Yura bisa apa?

Malam ini terasa hening, tidak ada suara cengegesan Raga, kesadarannya mulai bekerja, di mana menolak cinta. Namun cinta itu hadir tanpa permisi. Ya Tuhan, kenapa harus Raga?

Dulu setiap malam, dia selalu berharap bisa melupakan pria ini. Dapat menjelajah cinta yang lain, bukan playboy kadal seperti Raga. Tapi Tuhan itu selalu tahu yang terbaik untuk kita, mungkin belajar bersyukur itu lebih baik.

Yura menatap laki-laki yang tidur pulas di ranjang, pernikahan ini awalnya tidak dia inginkan, tapi semakin ke sini, Yura merasa ada perasaan lama kembali datang, ah rasa takut kehilangan pun berserakan.

"Ngapain?" Yura terperanjat melihat Raga mendadak membuka lebar mata, sebelumnya tidurnya nyenyak-nyenyak. Apa pria ini tahu yang dipikirkannya?

"Eng-- nggak!" jawab Yura gugup. Mampus Yura kalau ketahuan memikirkannya, kepala pria ini bisa langsung gede, muncul deh kepedean stadium akhirnya.

"Terus kenapa muka kamu jarak dekat gini sama aku? Pengen cium." Dengan tak tahu malunya Raga memajukan bibirnya, sontak sih wanita langsung menapok. Sakit-sakit tuh bibir.

"Mesum!" umpat Yura. Emang pada dasarnya di otak laki-laki lebih mesum daripada perempuan, mau permak kayak gimana pun tetap aja itu otak nggak lari dari kata mesum.

Raga tak menghiraukan itu, ya, kenyataannya ia mesum, ini juga sudah bertahun-tahun dia tinggalkan tetap ada rasa pengen, syukur Yura sekarang jadi istrnya, kalau waktunya pengen dia sodor tuh sih batang ke Yura. "Yuk, bikin adik buat Tian."

"Aku enggak mood," ujar Yura turun dari ranjang. Lebih baik menjauh, daripada mendekat, bisa-bisa Raga memaksanya.

"Ayolah, sebentar doang. Tadi pagi kan ada Mama yang menganggu." Jika bicarakan soal mesum tidak ada kata puas bagi Raga, penelitikan mengatakan laki-laki yang sering bercinta akan berumur panjang.

"Enggak!" Raga menggamit tangan Yura, berharap wanita ini luluh. Mau alasan apa dia? Datang bulang? Enggak mungkin!

"Menolak permintaan suami dosa besar lho, apalagi soal gituan." Ntar malaikat murka baru deh tahu rasa. Lha, Raga sih laki-laki berjuang sampai bilang iya.

"Jangan bawa-bawa dosa!" beo Yura. Ia paham kok, soal gitu, istilahnya itu jangan mau kalah sama yang haran dong. Sungguh Yura lagi nggak mood, hidungnya saja masih rada-rada sakit.

"Aku itu sebagai suami itu menasehati, supaya kamu gak terjerumus di jalan salah. Istri itu tanggung jawab suami lho, udah sewajarnya suami memberikan arahan yang benar." Waduh, malah berdakwah dia. Kasian kan Yura semakin bimbang, mau ngasih atau kagak.

"Bawel banget sih, Pak ustad." Yura justru mencibirnya. Kini dia duduk di depan meja rias, ia menelisik hidungnya, mungkin ada darah yang keluar.

"Kenapa?" Raga khawatir melihat Yura seperti kesakitan. "Masih sakit? Ke rumah sakit aja, yuk." Seketika pikiran mesumnya pun menghilang ditelan bumi.

"Pedih doang, sih." Raga pun menggeretakkan giginya, ia menahan emosinya.

"Sialan tuh Dafa! Lihat kamu sampai gini." Pria ini coba kembali mengobati hidung istri.

"Aduh ... sakit, pelan-pelan dong." Yura meringis kesakitan.

"Maaf, aku kan gak tahu. Kita ke rumah sakit aja, takutnya malah infeksi." Sebenarnya Yura malas, tapi melihat muka cemas Raga, ia pun mengangguk.

"Ya udah, kita aja Tian sekalian."
"Alfira dan mama belum pulang?"
"Iya."

*

Yang sakit hidung Yura, tapi kenapa sih Raga lebay sampai-sampai menggandengnya, udah kayak orang mau lahiran aja. Sedangkan Tian berjalan di belakang mereka hanya terkekeh melihat kelakuan papi dan maminya.

"Ga, apaan sih aku bisa sendiri." Sungguh Yura malu diperlakukan seperti ini, padahal nggak perlu digandeng dia bisa jalan sendiri kok.

"Kamu kan lagi sakit." Bukan itu sih alasan utama Raga, ia melihat beberapa laki-laki tak lepas memandang istrinya, meski saat ini Yura berpenampilan sederhana dengan make up tipis seadanya, sama sekali tak memudarkan kecantikan Yura.

"Papi, tangan Mimi bisa sakit." Tian malah nimbrung berjalan di tengah antara mereka. Otomatis Raga melepas gandengannya.

Yura sih lega karena lepas dari jeratan suami menyebalkan ini. "Benar banget tuh kata Tian, sakit tangan aku, soal bisa terinfeksi virus dari kamu."

"Virus cinta maksud kamu?" Raga malah menggodanya disela-sela Yura kesal.

"Virus cinta itu apa sih, Pi?"

Nah lho, tanggung tuh pertanyaan anaknya sendiri. Anak sekecil Tian kan polos, apa yang dia pikiran, langsung ia lontarkan.

"Virus cinta itu, tanya Mimi aja, Mimi tahu." Raga malah menghindar, ia selalu saja bingung setiap muncul pertanyaan aneh dari Raga. Alih-alih dia selalu melontarkan kepada Yura.

"Virus cinta itu untuk orang dewasa yang udah nikah, kayak Papi dan Mimi udah menikah tumbuh rasa sayang dan virus cinta itu, kalau Tian udah besar pasti paham." Yura berusaha memberikan pengertian yang baik, dan mudah Tian mengerti.

"Iya, sama kayak Papi dan mami dulu ya." Yura tersentak, sesak juga mendengar kalimat Tian yang ini, bocah ini sama sekali nggak salah, cuma Yura aja yang baperan.

"Kalian tunggu sini, ya. Papi mau adminstrasi dulu." Yura dan Tian mengangguk setuju, mereka duduk tak jauh dari sana.

Yura tak banyak bicara, dia masih membayangkan dulu hubungan Raga dan Alfira, mereka kan nikahnya cukup lama, nggak menutup kemungkinan ada benih-benih cinta tumbuh.

"Mimi, lagi mikirkan apa?" tanya Tian polos. Yura tersadar dia tersenyum tipis sambil menghempaskan napas kasarnya.

"Tian, Mimi boleh tanya, tapi ini rahasia kita berdua ya, janji." Yura mengeluarkan jari kelingkingnya, seperti bocah saat saling janji.

Bodoh amat lah, kepo, penting kan dapat informasi dan rasa penarasannya pun lenyap.

"Janji," balas Tian mengeluar kelingkingnya. "Mimi mau tanya apa?" kata Tian.

"Dulu mami dan papi sering kayak mimi dan papi nggak?" Sekarang Yura justru kepo dengan mesranya mereka dulu, apa mungkin seperti rumah tangga pada umumnya.

"Enggak lah. Papi dan mami nggak tidur sama kamar, kecuali pas oma datang, itu juga papi pindah ke kamar Tian tengah malam." Yura kaget dong, pantas Tian belum punya adik juga. "Terus papi selalu pergi kerja pagi-pagi sekali, nggak pernah sarapan di rumah. Pulang-pulang main sama Tian cuma sebentar, terus pernah dulu papi nggak pulang, mami marah-marah, tapi papi malah bawa tante cantik."

"Terus?" gumam Yura semakin kepo. Ternyata Raga nggak pernah satu kamar sama Alfira. Aneh banget sih.

"Terus apaan?" Raga mendadak datang membuat Yura gelagapan bingung. Takut ... takut banget Raga tahu jika dia kepoin pria.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro