Bab 23
21+
"Kamu mau ngapain?" jerit Yura kaget. Wanita ini kan lagi mandi, eh tiba-tiba sih Raga main masuk-masuk aja, nggak pakai ketuk dulu gitu, mana masih mandi lagi.
"Jangan teriak-teriak nanti mama heboh lagi." Raga justru membuka bajunya, lalu dia memeluk Yura dari belakang. Mulai deh otak mesumnya bekerja.
"Kamu jangan macam-macam ya, Ga." Sungguh Yura malu mandi dengan pria ini, apalagi tidak ada satu helai pakaian menutupi tubuhnya. Pipinya sampai merona begitu, dan bejatnya sih suami tangan malah mengelus punggung Yura membuatnya geli.
"Aku cuma satu macam doang kok." Tak cuma pria sekarang melumat bibir lembut sembari tangan meremas dua gunung montok membuat junior miliknya menegang.
"Kenapa harus di sini sih?" Yura melepaskan ciumannya, dia menghela napas kasar melihat kegilaan Raga. Manusia ini semakin hari tak berakal, ngakunya sih Ceo, tapi lihat kelakuannya mesum, istri lagi mandi malah nimbrung.
"Ya nggak pa-pa. Kan belum pernah sambil mandi." Sekali-kali boleh dong merasakan sensasi baru, biar Yura semakin candu, pria ini memandikan lembah milik istrinya.
"Uh hu, eh." Yura mulai mendesah, dia terangsang setiap belaian suaminya. Sih Raga paling bisa membuat Yura tak berdaya seperti ini, apalagi sekarang Raga hanya memainkan pedang di ujung-ujung lembahnya. "Ga, jangan permainkan aku, cepat masukan!" Yura sampai menarik rambut Raga dengan kencang. Berani sekali Raga mempermainkannya seperti ini. Tunggu saja dia akan membalasnya.
"Kita main-main dulu, Ra." Raga membungkuk sedikit, dia menikmati dua aset berharga milik Yura, lalu perlahan dia jilat-jilatnya. Melihat wajah wanita ini menggeliat gelisah, mana tahan Yura lama-lama dipermainkan gini.
Namun begitu sih batang siap menelusuri sangkar, pria ini memberikan aba-aba, dia menggendong Yura sembari memasuki perlahan, ternyata mahkota wanita ini sudah basah membuat akses sih junior semakin gesit.
"Ga, kamu itu gila ya." Bukan sudah sejak dulu Raga gila, apalagi kalau soal seks dia jagonya. Hidup Raga tanpa seks, mana tahan sih laknud satu ini.
"Tapi kamu enak, kan." Bukan enak lagi sih, guncangan Raga paling hot, jemarinya sampai mencakar-cakar punggung Raga.
Bosan dengan posisi ini, Raga meminta Yura menempel di dinding sedikit membungkuk, perlahan dia memasuki kembali perisai miliknya menuju martabak padat Yura.
Kemudian memaju mundurkan sambil menekan sedikit kencang, pasti Yura sedikit sakit, tapi setelah itu wanita ini akan nagih. Pokoke pengen lagi dah.
"Raga, kamu di dalam." Astaga baru juga pengen klimaks, eh Yuli datang mengetuk pintu toilet, nggak tahu kali nanggung.
"Ya, Ma. Ke--napa?" Yuli heran suara Raga seperti orang habis lari maraton, padahal kan lagi mandi. Masa iya mandi sambil maraton.
"Istri kamu ke mana?" tanya Yuli yang belum melihat Yura, sedangkan Alfira lagi keluar, katanya sih mau ketemu Dafa. Entahlah, dia kan tidak terlalu memusingkan soal itu.
"Istri yang mana, Ma?" Yura langsung menjambak rambut Raga, pria ini gesrek kali ya. Istrinya kan memang cuma Yura, pakai nama yang mana lagi.
"Auch ... sakit, Ra." Lagi nanggung gini, malah dibuat makin sakit.
"Kenapa kamu, Ga?" ternyata ringisan Raga kedengaran sampai luar, untung desahan Yura tertahan, kalau nggak bisa gawat ketahuan deh lagi ngapain mereka.
"Kaki aku kepentok, Ma." Yuli curiga Raga berbohong, anak itu kan kebiasaan, tapi ya sudahlah, nggak penting.
"Lanjut nggak?" tanya Raga memastikan Yuli tidak ada.
Yura menggeleng. Dia keringat dingin gara-gara ulah Raga, malu kali jika Yuli tahu mereka berbohong, meskipun udah menikah tetap saja malu.
"Enggak mau! Kamu aja lanjut sendiri." Ah Yura kesal, dia langsung membersih diri Raga berhasil menyentuhnya kembali.
*
Yura keluar dari kamar, dia melihat ruang tamu seperti ada orang. Dia pun bergegas pergi melihat siapa yang datang, takutnya malah adik atau ayahnya. Gawat kalau mertuanya bertanya yang aneh-aneh.
"Loh Dafa?" Yura terlihat linglung. Ah, kenapa Alfira harus membawa Dafa sih, dia jadi nggak enak hati. Sepintas dia berpikir, Alfira sengaja membawa adiknya agar Raga cemburu.
"Ra, lo ingat Dafa kan. Dia adik gua, dulu pernah ngelamar lo." Sengaja aja Alfira mengumumkan hal tak penting ini depan mertuanya, biar sekalian ilfil tuh sama Yura.
"Dafa pernah melamar kamu?" Yura mengangguk mendengar pertanyaan Yuli. Apa mengungkit yang sudah lama penting? Ih sebal.
"Tapi aku tolak." Saat itu Yura nggak sudi banget harus punya ipar seperti Alfira. Liciknya minta ampun, heran deh dulu kenapa dia bisa berteman baik dengan sih penjilat.
"Oh, jangan-jangan kamu memang suka sama Raga ya, makanya ditolak," ucap Alfira dingin. Biarkan sekalian Yuli benci dengan istri Raga ini, dia kan sudah tahu alasan Raga mau bercerai dengannya, perempuan yang pernah dia bawa hanya sebagai kedok, tapi sebenarnya sih Raga pengen kembali dengan Yura. Sungguh dia ketipu.
"Jangan sembarangan ngomomg!" sergah Yura. Enak saja menuduhnya seperti itu, bukannya dia ya memamg suka dengan Raga, sampai mau dihamili Raga. Miris banget hidupnya.
"Elo!" Alfira mulai terpancing amarah, muaknya harus melihat Yura sekamar dengan mantan suaminya. Tadi sebelum pergi dia dengar kok ada desahan dari kamar mereka membuatnya jijik. Tepatnya iri kali ya.
"Fir, udah dong. Kalau kedatangan aku malah bikin ribut kalian, aku pergi nih." Dafa tak suka ada keributan di sini. Tadinya juga dia enggan ke sini, malas ih harus melihat Yura dengan Raga, padahal dia masih berharap sama Yura. Eh, tahunya udah nikah, terpaksa gigit jari.
"Dafa, kamu kan tamu." Yuli menggelengkan kepalanya, dia harus memastikan jika putranya itu bersikap adil kepada Yura dan Alfira. "Baru juga datang masa mau pergi," tambah Yuli.
"Bukan gitu, Tan. Aku nggak mau buat keributan di sini," ujar Dafa. Dia terus menatap Yura yang terlihat cantik, ya kali ini Yura nggak pakai daster sih. Dia pakai dress mini dengan make up tipis membuatnya semakin cantik.
"Ya, lebih bagus lo balik, daripada lo terus lihat istri orang," sindir Raga merengkuh pinggang istrinya. Sih Raga datang-datang langsung main sambar aja.
"Maaf gua nggak maksud seperti itu." Dafa mendidih melihat Raga menempel seperti itu ke Yura. Seharusnya dia bisa memeluk Yura jika wanita itu menerimanya lamaran. Apa sih lebihnya Raga daripada dia? Apa karena Raga lebih kaya? Bisa jadi itu alasan terbesar Yura.
"Kalau begitu silahkan lo pergi dari rumah gue," usir Raga. Dia tersenyum sinis mempersilahkan mantan adik iparnya pergi, sekali lagi berani menatap istrinya, pria ini bersumpahkan akan membuat matanya burik sekalian.
"Raga, kamu nggak perlu mengusir Dafa seperti itu." Yuli tidak suka ada keributan, apalagi hanya masalah sepele, tapi satu hal yang membuatnya aneh, putranya terlihat bucin sekali dengan Yura, tapi dengan Alfira terlihat biasa saja.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro