Bab 20
"Mama, belum tidur?" Raga membuka pintu kamarnya. Dia berusaha tetap santai, tenang tanpa beban. Pria ini dengan menghadang Yuli masuk kamarnya, meski Yura sudah sembunyi, tetap saja dia was-was bikin jantung getar-getir.
"Mama tadi dengar ribut-ribut dari kamar kamu." Pendengaran Yuli tajam lho, apalagi Yura sempat histeris. Jadi dia nggak tuli-tuli amat lah. "Minggir kamu dari sini!" Yuli mendorong tubuh Raga yang menghalanginya masuk. Jangan-jangan anak ini menyembunyikan perempuan di kamarnya, dia sampai heran dengan Raga tak tobat-tobat. Wanita tua ini kan punya otak, dia berpikir jika Raga masih suka main-main dengan perempuan. Mungkin saja, anaknya membawa dedemit di kamarnya.
"Mungkin Mama salah dengar. Jelas-jelas aku cuma sendiri di kamar." Raga melirik kolong ranjangnya, jangan sampai Yuli melihat istrinya itu.
Yuli tak gampang percaya, dia melihat situasi kamar memang terlihat sepi, tapi dia merasa ada orang lain di kamar ini selain mereka berdua.
"Kamu pikir, pendengaran Mama rusak! Mama yakin tadi itu ada suara perempuan marah-marah. Kamu jujur deh sama Mama, perempuan mana lagi kamu bawa ke kamar ini," gerutu Yuli sambil berjalan balkon. Yang membuatnya semakin curiga, dia melihat ada parfum dan alat make up wanita di meja rias.
"Enggak ada, Ma. Aku nggak pernah bawa perempuan ke rumah ini lagi." Sejak menikah dengan Yura kan, dia udah benar-benar menghilangkan kebiasaan buruknya. Boro-boro bawa wanita ke rumahnya, dapatkan hati Yura saja belum bisa.
"Mama nggak percaya sama kamu!" Yuli sangat mengenal anak ini, selalu membuatnya naik darah. Meskipun jarang di jakarta, dia sedikit banyak tahu lah tentang Raga. Bahkan Yuli tentang Yura mantan kekasih Raga, hanya kurang beruntung belum pernah bertemu.
'Mamanya sendiri nggak percaya, gimana gua?' membatin Yura.
Dia sudah merasa gerah, dan gelap bersembunyi di kolong ranjang, Yura hanya dapat melihat kaki dua orang ini berjalan. Entah kapan ibu mertuanya itu enyah dari kamar ini.
"Ya ampun, aku ngantuk banget, Ma. Mendingan Mama sekarang balik ke kamar." Mungkin alasan ini bisa mengusir Yuli dari kamarnya, Raga tak tega melihat Yura di kolong ranjang, bisa kenyamanan nyamuk bisa menyedot darah manis istrinya.
"Oke. Mama balik ke kamar, tapi ingat Mama nggak akan percaya sama kamu." Yuli akan mencari tahu barang-barang milik siapa yang ada di kamar putranya ini. Enggak mungkin milik Alfira, terlihat sekali kok barang ini baru digunakan, sedangkan Alfira sudah lama nggak tinggal di rumah ini.
"Yang penting Mama senang, aku juga senang," ucap Raga. Niatnya sih pengen buat Yuli senang, eh malah dijitak kepalanya. Ah, dari dulu wanita tua ini selalu tak bisa mempercayainya.
*
Setelah melihat kepergi Yuli, dia segera melihat keadaan istrinya.
Entah sampai kapan harus sembunyikan terus, ini salahnya saat cerai nggak langsung bilang.
"Kamu nggak pa-pa?" Raga menolong Yura keluar dari tempat gelap itu. Yura merasa lemas, bestie.
"Mama kamu itu belum seminggu aja, udah buat kepala aku rasanya pecah." Yura mengambil beberapa helai pakaiannya yang hendak dibawanya di kamar pembantu. Enggak mungkin dia bolak-balik ke kamar ini. Malas ih.
Kemudian dia membanting tubuhnya di ranjang sejenak. Nikah kok gini-gini amat ya.
"Kamu yang sabar, ini cobaan dalam rumah tangga." Tumben sekali Raga bisa berkata bijak seperti ini. Dia tersenyum sambil mengelus rambut panjang Yura.
"Ya kamu ngerasa jadi aku sih. Kita tukaran aja yuk, biar kamu tahu rasanya." Dikira jadi Yura enak kali, dia udah rela.meninggalkan pekerjaannya lho, demi membuka sedikit hati ke Raga. Dan sekarang dia harus berkorban juga, korban hati tentunya.
"Janganlah, aku nggak sanggup jadi kamu." Mendengar adik Alfira pernah melamarnya Yura, berhasil membuatnya kejang-kejang. Apalagi jika posisi di balik, pasti langsung panas dingin sih Raga.
"Kamu belum berjuang aja, udah nyerah. Terus gimana dengan aku?" Yura pun sudah lelah membahas hal yang sulit dia hadapi saat ini. Dia kan juga manusia punya hati, otak, pikiran, rasa lelah.
"Gimana besok aku bantu kamu masak?" Raga rela deh bangun subuh demi cintanya ke Yura. Kan lumayan dapat simpati wanita ini. Biasanya Yura masak subuh-subuh, dia malah tidur kayak kebo, kalau nggak dibangunkan ya kagak sadar.
Yura terkekeh.
Sejak kapan juga Raga mau ikutan masak, bangunnya subuh lagi. Suami model Raga ini nggak mungkin bisa masak, paling juga bikin dapur berantakan.
"Enggak usah! Aku bisa masak sendiri, dan besok ada Tian kan, aku akan membuatkan masakan spesial kesukaan Tian." Sudah hampir seminggu Tian tak ke rumah mereka, Yura menjadi kangen banget dengan bocah itu. Sudah lama sekali tak bercanda, dan dia penasaran bagaimana Tian merawan hamster mungilnya.
"Masakan kesukaanku nggak?" Raga selalu saja iri dengan anaknya sendiri. Maklum Yura lebih perhatian dengan Tian daripada dengannya.
"Enggak!"
Perasaan makanan kesukaan Tian sama saja dengan Raga, ya kurang lebih makanan kesukaan mereka sama, mukanya aja beda, padahal mereka ayah dan anak lho. Pernah terbesit dipikiran Yura, jika Tian bukan anak suaminya. Namun dia langsung menepisnya, Raga tak mungkin menikahi Alfira jika Tian bukan anaknya.
"Kenapa?" tanya Raga memajukan bibirnya.
"Capek aku! Masakan kamu, mama kamu, dan besok bertambah sih perempuan benalu." Dia pastikan sih Alfira tidak boleh berbaring di ranjangnya.
Sungguh perkataan Yura membuat Raga bingung, seumur hidup nikah dengan Alfira tak pernah sekamar, kecuali ada orang tuanya datang. Raga takut imannya nggak kuat, Alfira kan cukup licik, rela melakukan berbagai cara untuk mendapatkan Raga kembali.
"Aku haramkan kamu tidur dengan dia. Awas kamu berani tidur satu ranjang," gertak Yura. Laki-laki seperti ini harus diberikan peringatan, agar tak berani melakukan kebodohan yang sama. Entah kenapa sekarang dia tak rela Raga berdekatan dengan Alfira, padahal kemarin-kemarin dia yang ngelotot pengen cerai.
"Siap Ibu negara." Raga memberi hormat layaknya bendera. Dia juga tak sudi tidur dengan Alfira, kalau bukan karena ada Tian, mana mau dia nikah dengan wanita penjilat seperti Alfira.
"Aku mau ke kamar." Yura menghela napas sepertinya malam ini dia harus tidur di kamar pembantu dulu, tak mungkin juga dia tidur kamar Tian, sementara bocah itu nggak ada.
"Ini kan kamar kamu." Raga memeluk Yura seperti guling, sampai-sampai Yura sesak, nggak sadar apa badan Raga lumayan gagah, sedangkan Yura mungil banget.
"Tapi kalau tiba-tiba mama kamu datang, masa aku harus sembunyi lagi." Yura mau cari aman dulu ah, apalagi Yuli pasti masih curiga dengannya.
"Benar juga. Aku antar kamu ya." Yura menggeleng, wanita ini kan cuma mau ke kamar belakang, bukan keluar rumah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro