Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 18

Hari terburuk dalam hidup melihat suami sendiri harus berpura-pura romantis dengan mantan istri. Seketika wanita ini hanya bisa diam mematung melihat pemandangan tak wajar.

"Ra, loe nggak pa-pa gue ke sini?" tanya Alfira yang baru memasuki kediaman Raga. Untung Yuli saat itu belum keluar dari kamarnya. Bisa gawat kalau mendengarnya.

Yura tak menjawab, dia hanya memberikan tatapan sinis seolah ingin menjadikan Alfira santapan makan malam.

"Raga gue pinjam dulu, loe nggak marah. Dari dulu, ya, lo memang bego kalau soal ginian, mau aja disuruh-suruh Raga, jadi pembantu lagi, hahaha." Alfira tertawa puas. Dia benar-benar beruntung hari ini, siapa sangka mantan ibu mertuanya balik ke Indonesia, peluang mendapatkan Raga kembali lebih besar dong.

"Diam loe!" ucap Yura dengan menekan. Memangnya siapa Alfira yang ikut campur tentang hidupnya. Ini kan rumah tangganya dan Raga, mungkin hari ini cuma keberuntungannya. Awas aja berani menyentuh suaminya!

"Ih pembantu kok galak sama majikan. Hihihi." Alfira tak ada habis-habisnya memancing amarah Yura.

Yura tak mau jadi orang gila di malam hari, dia lebih baik diam. Kebetulan ketika itu mertuanya sudah datang menghampiri Alfira. Dia harus siap-siap panas dingin.

"Mama, apa kabar?" Alfira memeluk Yuli. Dia sengaja melakukan itu, agar Yura iri melihat kedekatan mereka.

Yura pergi ke dapur mempersiapkan makan malam, untungnya Yura sudah masak sebelum mertuanya ini datang, kalau tidak dia bisa kerepotan.

"Ra, maaf ya." Raga masih tak enak dengan Yura, padahal hubungan mereka lagi adem ayem. Eh, malah rumit gara-gara Yuli datang, harusnya kan bisa memberitahu lebih dulu kek.

"Aku nggak akan lupa hari ini ya, Ga." Yura ingin sekali menerkam suaminya ini, dia tidak akan membiarkan Raga hidup tenang setelah ini.

"Mau aku bantu nggak?"

"Enggak!"

"Raga! Kamu ngapain ngobrol sama pembantu?" Yuli heran kok pembantu sampai malam di sini. Bukannya Raga selalu mempekerjakan asisten rumah tangga paruh waktu saja.

Daripada kena semprot nenek kunti, lebih baik Yura menata meja makan yang belum terisi makanan apapun.

"Tunggu!" ih baru juga Yura mau berjalan ke meja makan. Eh sih Yuli malah memanggilnya, jadi degdegan aja deh.

"Iya, Bu. Ibu butuh sesuatu?" tanya Yura bersikap sebagaimana seorang pembantu kepada majikan. Bahkan dia menunduk tak berani menatap Yuli.

"Bukannya jam kerja kamu sudah habis. Kenapa jam segini masih ada di rumah ini?" ah harusnya Yura tak terlibat dengan ini semua, tapi sih Raga memang konyol membiarkan dia jadi pembantu.

"Egh itu---" Duh Yura kan bingung mau jawab apa.

"Rumah Yura di kampung, Ma. Jadi aku sarankan nginap sini aja," sahut Raga. Untung otaknya langsung bekerja, dia belum bisa membayangkan bagaimanar reaksi Yuli jika Yura ini istrinya.

"Kenapa harus tinggal berdua kamu saja? Alfira belum kembali tinggal di sini, kan." Yura tertegun. Kenapa sih hidupnya harus seribet ini? Sejak ketemu Raga kembali semuanya jadi berantakan, padahal dulu fine-fine aja.

"Ma, aku itu bisa bedakan yang mana benar dan salah kok. Enggak perlu Mama bawelkan aku!" 

Yura maupun Alfira langsung bereaksi mencebik. Dewasa sekali kalimatnya, bukannya dia tak pernah bisa membedakan itu, buktinya selalu bikin kesal dengan wanita-wanita malamnya itu.

"Kalau begitu kamu minta maaf sama istrimu, kamu sadar kan salah, ingat kamu bawa perempuan sampai Alfira meninggalkan rumah ini. Paling tidak ingat Tian, kasian dia." Alfira memang sengaja tidak mengajak Tian, bukan apa-apa sih, daripada rencananya berantakan, lebih baik cari aman, Tian kan asbun juga.

"Ma, itu beda cerita ya." Ogah minta maaf, dia kan sengaja membuat Alfira minta cerai. Sejak dia tahu informasi tentang Yura lagi, dia menyusun rencana agar Alfira meninggalkannya, ternyata rencananya itu berhasil. Setelah tiga bulan, baru deh dia melamar Yura.

"Raga, kamu itu seorang suami dan ayah, tidak seharusnya seperti ini." Yuli tahu sedikit cerita dari Alfira, jika Raga selingkuh. Dan mengugat cerai Alfira. Awalnya dia berpikir, Alfira hanya main-main, buktinya Raga tak pernah memberitahu apapun lagi.

"Mama mau makan atau ngomel?" Raga duduk di ruang makan, semua makanan sudah Yura siapkan, hanya tinggal makan doang.

"Ma, udah makan dulu yuk," ajak Alfira yang sengaja menabrak Yura, sehingga tanpa sengaja menumpahkan kuah sop daging yang dia hendak letakkan di atas meja makan.

"Astaga, kamu bisa kerja enggak sih?" Yuli memarahinya, lantaran dress yang dia kenakan terkena sop tersebut. "Baju saya jadi kotor!" tambahnya mengumpat.

Yura menelan salivanya kasar, dia mengelus dadanya pelan. Baru satu hari nyaris membuatnya gila, bagaimana kalau sih nenek kunti ini masih lama di jakarta. Capek ah.

"Maaf saya enggak sengaja, Bu." Dan Yura kesal melihat Raga diam saja, sedangkan Alfira mengambil kesempatan bersenderan di pundak suaminya. Itu rambut Alfira mau dia jambak rasanya, biar rontok kalau perlu gundul sekalian.

"Ga, di mana sih kamu temukan asisten rumah tangga seperti ini?" tanya Yuli kesal.

"Yura kan udah minta maaf, lagian dia nggak sengaja, jadi enggak perlu panjang." Lha, Raga tahu banget dengan sikap Yuli, masalah kecil bisa jadi besar. Dia juga enggak mau Yura sampai disalahkan terus.

"Sekali lagi saya minta maaf, Bu." Lagi-lagi Yura harus menunduk.

"Ya sudah, sana kamu." Yura pun pergi ke dapur dengan kesal.
Yura menghentakkan kakinya berulang kali dengan emosional. Darahnya seketika mendidih sampai ke ubun-ubun.

"Yura kan udah minta maaf. Apaan tuh Raga, suami enggak ada akhlaknya, masa gua dijadikan pembantu," gerutu Yura sendiri.
Perlahan dia mengintip kebersamaan mereka bertiga. Yura kesal melihat Alfira masih saja menempel suaminya. Dia mengambil ponsel di sakunya.

"Ga, itu kepala mantan istri kamu bisa nggak larikan!" Yura mengirim pesan itu ke Raga. Syukur Raga selalu membawa ponselnya setiap makan.

Mata Raga melotot membaca pesan dari istrinya itu, lalu perlahan dia melarikan kepala Alfira dari pundaknya.

"Tangan waspada, bego! Dasar suami laknud loe!" Yura semakin kesal melihat Alfira mulai mengelus-elus lengan gagah suaminya. Dasar sih Alfira gatal juga.

"Ya Allah, ini juga aku udah menjauh." Yura membaca pesan dari Raga, dia malah geram meremas ponselnya sendiri.

Jelas-jelas Alfira selalu mengambil kesempatan untuk mendekati Raga. Lihat saja sekarang sih wanita tak tahu malu itu malah suap-suapan dengan Raga. Dia kira Raga bocah, suaminya itu kan punya tangan bisa sendiri.

"Gitu dong kalian, jangan beramtem terus. Alfira mulai besok kamu tinggal di sini lagi ya." Astaga, Yura benar-benar bisa kesurupan nih. Dia udah berkorban malah semakin sial mendengar usulan mertuanya.

"Iya, Ma. Mulai besok aku dan Tian tinggal di sini lagi," ucap Alfira antusian. Jelas ini kesempatan baik untuknya, enggak mungkin dia biarkan begitu saja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro