Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 17

Hubungan Yura dan Raga sudah cukup baik, sedikit demi sedikit Yura membuka hatinya kembali. Ya, memang sih, enggak bisa seutuhnya kayak dulu.

Yang namanya mantan, kalau balik lagi, enggak selamanya indah.
Karena Raga memaksa Yura berhenti bekerja, dia pun melakukan dengan syarat Tian harus tiap minggu tidur di rumah mereka. Apalagi sekarang Fira sudah mengambil Tian, kan wanita ini jadi kesepian tidak ada anak itu.

Ting...

Suara bel berbunyi, Yura baru selesai membereskan rumah. Apalagi yang bisa dia lakukan selain itu, paling konyol dia bermain dengan kucing, sekarang kucing Yura sudah ada nama lho, itu juga Raga yang memberikan nama.

"Kura, jangan nakal ya. Aku mau buka pintu dulu, mungkin itu Raga udah pulang." Kura itu singkat dari kata kucing Yura, itu juga Raga yang memberi namanya. Aneh sih, tapi ya sudah, biar suaminya itu senang.

Tingtong...

"Iya, sebentar." Astaga, ini tamu enggak sabar banget sih, udah kayak orang kebelet nikah. Palingan juga Raga yang bawa stok bunga kelebihan dosis.

"Raga, kamu itu enggak sabaran, aku lagi di dapur." Yura terdiam sesaat melihat sosok berdiri di depan pintu, udah penampilannya kucel kayak pembantu, mandi juga belum.

"Kamu pembantu baru? Jam segini kok masih ada di rumah, biasanya kan udah pulang." Wanita ini sedikit tua, tapi penampilannya sangat elegant dan cantik. "Alfira, dan Tian ke mana?" tanyanya sambil memasuki rumah.

Yura bingung dong.

"Alfira sudah tidak tinggal di sini. Maaf kalau boleh tahu Ibu ini siapa? Biar nanti Raga pulang saya sampaikan, kalau Ibu mencari Alfira dan Tian." Yura sama sekali tak mengenal wanita ini.

"Kamu kurang ajar juga ya sama majikan, masa memanggil anak saya dengan nama Raga, dia itu majikan kamu." Habis deh Yura kena semprot, bukan saja itu, dia juga memberikan Yura tatapan tak suka.

"Saya Yuli istri dari Fadlan Darwasa, kamu pernah dengar nama itu kan, dan anak saya Raga Purwatja Darwasa." Yura tertegun, ternyata wanita ini mertuanya. Habis sudah riwayat, enggak ada Raga pula.

"Maafkan saya, Bu. Saya sama sekali tidak tahu. Apa Ibu mau minum?" Yura mulai bersikap ramah, eits dari tadi udah ramah kok, cuma sih Yuli-Yuli ini nyolot.

"Kamu kan pembantu, sudah tugas kamu memberikan saya minum." Yuli malah mengira Yura ini pembantu rumah ini. Ya salah Raga sih, enggak menceritakan tentang Yura, bahkan bercerai dengan Alfira saja dia tidak tahu. Raga hanya mengatakan, jika mereka pisah ranjang.

"Iya, Bu. Sebentar ya." Yura berlari ke dapur mengambil minuman. Dia menggedumel sendiri lantaran Raga tak mengatakan apa-apa tentang kedatangan ibunya, pakai acara tanya Alfira lagi. Buat Yura mendidih saja.

"Kamu ngapain aja? Ambil minum lama banget. Kerja kok lelet." Ya Gusti, ini emak-emak teriakan kencang banget, sampai kaget Yura.

"Maaf--"

"Mana minumannya, saya haus banget." Yuli mengambil minuman yang masih di meja bar. Dia melihat Yura dari atas hingga ke ujung kaki, ibu dari Raga ini heran, kok putranya bisa mempekerjakan wanita lelet seperti ini. Enggak cocok jadi pembantu.

"Ra ... Yura."  Yura mendengar teriakan Raga dari luar, dia bisa mengira pria itu pasti bingung kenapa pintu rumahnya terbuka lebar.

"Ra, kamu ceroboh sih, pintu rumah kok-- Mama." Raga memijat pelan dahi seolah-olah masalah akan datang dalam hidupnya. Ibunya ini kan ribet, sama Alfira saja nggak cocok, apalagi sama Yura.

"Kamu pasti kaget kan Mama datang ke sini." Karena Raga tak kunjung memberitahu kepastian hubungannya, dia terpaksa harus pulang ke Indonesia memastikan kembali yang terjadi.

"Mama kok nggak kasih tahu, aku kan bisa jemput di bandara." Seketika Raga melihat Yura, penampilan istrinya itu bisa membuat ibunya shock jika mengatakan Yura ini istrinya.

"Kenapa harus kasih tahu? Kamu dan Alfira masih bertengkar?" Yura memicingkan matanya, pembicaraan mereka mulai aneh menurutnya. Kenapa harus bahas Alfira juga? Bukannya sudah bercerai, untuk apa dibahas-bahas coba.

"Ma, kita bahas itu nanti, ya. Mama kan dari perjalanan jauh, lebih baik Mama istirahat dulu." Raga mendorong Yuli menuju kamarnya, dia bahkan tak berani menatap Yura, ah jika Yura tahu dia belum menceritakan pernikahan mereka, belum lagi soal Yuli masih menganggap dia masih menjadi suami Alfira.

Tatapan Yura lebih seram dari setan, dia siap menerkam, seakan ada taring yang berkeluaran. "Kenapa sih playboy kapak itu ketakutan? Ada yang tidak beres."

"Ra, kita ke kamar!" Raga menariknya ke kamar terburu-buru. Gelagatnya sangat mencurigakan, dia harus lebih waspada, jangan sampai bego karena suaminya.

"Ih Raga, lepaskan tangan aku!" Yura kesal, sudah dianggap pembantu, mertuanya malah menanyakan Alfira terus, masa sih Raga enggak cerita apapun ke Yuli. Dia kan sekarang istri sah Raga.

"Jangan teriak! Nanti Mama dengar." Raga tahu setelah ini Yura pasti akan mengamuk dengannya.

"Kamu sembunyikan sesuatu kan sama aku," sambar Yura. Jika sampai Raga membohonginya lagi, pokoknya kabur dia. Emangnya dia apaan dibohongi terus.

"Makanya duduk sini." Baru juga sentuh tangan Yura, langsung ditepis aja.

"Asal kamu tahu ya, Mama kamu itu bilang aku pembantu di sini. Kamu enggak cerita tentang aku atau gimana sih?" Yura kesal. Saking kesalnya dia melempar bantal ke wajah Raga. Emang sih dia kucel, tapi kan dia bukan pembantu di rumah ini. Bisa-bisanya dianggap pembantu.

"Kamu tenang, ya. Aku bisa jelaskan." Raga menarik napas panjang, lalu hembuskan perlahan. "Sebenarnya Mama aku itu orangnya ribet, jadi sampai sekarang Mama enggak tahu jika aku dan Alfira udah bercerai."

Yura membuka lebar mulutnya jengkel. Astaga, suami enggak ada akhlaknya. Masa iya, dia harus membiarkan dirinya jadi pembantu depan mertuanya sendiri. "Terus?"

"Kamu keberatan enggak sampai Mama pulang jadi pembantu." Benar-benar sih Raga keterlaluan, dia sampai dongkol. Masa istri jadi pembantu, lalu mantan istrinya jadi istri sah gitu.

"Gila kamu, ya! Aku jadi pembantu di rumah suami sendiri. Mama kamu itu bawel banget, aku tadi dimarahinya, dan sekarang kamu tega nyiksa aku, mana buktinya cinta." Mental Yura bisa runtuh, kesan pertama ketemu malah gini amat.

"Aku yakin mama juga enggak lama kok di sini." Yura pun menghela napas panjang, kayak gini-gini buat dia enggak betah.

"Cuma kali ini," ucap Yura sinis.

"Terus ada satu lagi."

"Apa lagi, Raga!" kata Yura dengan suara galaknya. Perasaannya jadi tak enak, ujung-ujungnya merugikan Yura, nih.

"Mama pengen ketemu Alfira dan Tian, aku ngundang Alfira makan malam di sini enggak pa-pa, ya." Dada Yura turun naik, emosi Yura seakan meledak mendengarnya. Sungguh ini hari terburuk Yura.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro