Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16

Acara makan malam seketika berantakan, seharusnya bisa happy. Eh ternyata menjadikan kekesalan. Yura sama sekali tidak menyentuh sama sekali makanannya.

Hati Yura tambah mendidih melihat satu wanita cantik menghampiri Raga tanpa basa-basi. Main nyosor, tanpa permisi lagi.

"Hay ... Raga, kangen banget sih sama kamu," ucap wanita ini dengan manja. Buruknya, dia malah mencium Raga, enggak lihat kali ada istrinya di depan.

"Kamu ...." Yakin deh Raga lupa nama wanita ini.

"Milly. Aku Milly mantan kamu," ujar Milly.

"Milly, kamu di sini juga?" Raga merasa Yura seperti ingin memakannya. Lihat tuh makanan di piringnya udah acak-acakan gitu.

"Loh kok ada Yura? Lagi reunian mantan? Itu artinya aku boleh ikut dong," ucap Milly dengan santainya. Dia kan enggak tahu jika mereka berdua pasangan suami istri, setahu dia Raga menikah dengan Alfira bukan Yura.

"Oh, boleh banget kok. Kita memang lagi reunian mantan, sih. Sayang banget mantan Raga yang lain enggak bisa ikut." Yura malas ih harus jelaskan, jika dia istri Raga. Masa iya, setiap ketemu teman kampus dia harus memperkenalkan diri sebagai istri Raga. Argh ... enggak!

"Jangan sembarangan!" sergah Raga. Dia memang playboy, tapi enggak pakai acara reunian mantan juga kali. Apa dia sebejat itu?

"Wow ... keren," komentar Milly takjub. Dia senang banget bertemu Raga, kesannya bernostalgia, mantan yang super duper keren baginya.

"Milly, kamu sebaiknya pergi dari sini. Yura ini istri aku, Alfira dan aku udah cerai." Sebelum sih Milly banyak tanya, bukan lebih baik dia yang menjelaskan.

"What? Ini seriusan?" Milly sampai melotot kaget mendengarnya.  Beritanya sama sekali tak terdengar, memang ya kalau jodoh enggak ada yang tahu.

Daripada mengusik rumah tangga orang, lebih baik Milly pergi, daripada dapat sebutan pelakor. Aduh, enggak banget deh.

"Kamu ngapain pakai cerita kita udah nikah?" protes Yura. Darah juga seakan naik, bisa jadi sih pembuluh darah pecah.

"Aku cerita sesuai kenyataan." Raga menghempaskan napas kasar, panjang ceritanya kalau Yura masih ngambek, enggak pa-pa, sih, ini pertanda yang baik, itu artinya Yura cemburu, kan.

"Yura, udah dong marahnya. Kamu cemburu, ya?" ucap Raga lagi. Kalau cemburu juga enggak masalah, dia lebih senang.

Yura membulatkan matanya, jika boleh dia melemparkan piring di hadapannya ke wajah Raga. Namun dia masih tahu tempat, tak mungkin membuat dirinya sendiri malu.

"Idih, amit-amit, kayak enggak ada perempuan lain yang harus aku cemburukan. Dengar ya, Raga, aku itu enggak ada rasa apapun, lupa kamu, hah?" padahal sih hati Yura sebenarnya panas banget, kayak orang kebakaran jenggot nih.

"Ciye, Tante cemburu. Udah sama kayak mami." Ini lagi bocah malah mengejek, untung masih di bawah umur, kalau enggak sih udah Yura jitak.

"Tante enggak cemburu, sayang. Masih cantik Tante kan dari tante yang tadi." Katanya enggak cemburu, tapi kelakuan menunjukan jika dia cemburu. Gimana sih Yura ini?

"Hahaha." Tian tertawa geli. "Tante lucu ih, masih cantik tante tadi dong, seksi lagi. Cocok tuh jadi pengganti mami." Yura semakin kesal, dia memajukan bibirnya, udah kayak bebek aja.

Apa dia kurang cantik?

Iya sih, penampilannya lebih tertutup. Yura kan menjaga mata kaum adam agar tidak jelalatan. Apalagi jika laki-lakinya model seperti Raga ini, harus dijaga matanya.

"Tian, Tante Yura dong lebih cantik daripada tante tadi," ujar Raga menekan sedikit suara. Gawat Yura bisa mengamuk lagi dengannya.

Ya, Tian kan ngomong apa adanya, dia kan mikirnya Yura ini pengasuhnya, bukan istri Raga. Lagian dua orang dewasa ini sama sekali tidak memberikan penjelasan ke Tian tentang hubungan mereka.

"Ada yang salah, Pi?" tanya Tian polos.

Raga menggeleng.

"Enggak!" jawab Raga singkat.

Seketika Raga menelisik raut muka Yura, tampaknya Yura memang sangat merah, harusnya ini jadi jalan yang paling menyenangkan, malah rusak karena Milly, dan perkataan bocil ini.

"Sekarang jawab pertanyaan Tian dengan jujur. Tante Yura ini siapanya Papi?" Tian kan enggak bego-bego banget, dia bisa bedakan kali antara mereka ada sesuatu yang spesial. Buktinya mereka tidur sekamar, Papinya ini selalu memberikan bunga ke Tante kesayangannya ini, belum lagi mereka sering ribut masalah sepele.

Raga dan Yura saling memandang, sepertinya mereka terintimidasi oleh Tian. Yura memang melarang Raga untuk menceritakan hubungan mereka, karena menurut Yura bisa aja kan Tian enggak bisa menerimanya. Ya, maklum anak kecil sekarang kebanyakan menonton televisi, jadi gambarannya tentang ibu tiri pasti sangat buruk.

"Tolong jangan pakai bohong! Enggak mungkin kan Papi dan Tante enggak punya hubungan khusus," ucap Tian.

"Iya-iya Papi jelaskan." Raga mengedipkan satu matanya kepada Yura. Enggak mungkin juga disembunyikan terus, Tian bukan anak umur empat tahun, sedikit-dikit pasti mengerti soal beginian.

"Sebenarnya Tante Yura ini istrinya Papi, maaf ya Papi enggak bilang udah nikah lagi." Raga sih yakin Tian enggak keberatan, karena sebelumnya dia pernah mengungkit soal ingin menikah lagi, tapi dia tidak menceritakan dengan siapa.

"Benaran istri Papi? Aku bisa panggil Tante Yura, Mama, Bunda atau Mimi aja." Astaga, reaksi Tian di luar dugaan mereka berdua.

"Tian, serius mau panggil Tante Mimi?" tanya Yura tak yakin.

Tian mengangguk antusias.

"Iyalah, Tante. Itu arti aku punya dua ibu sekaligus Mami satu, dan Mimi satu." Yura sungguh terharu sekali.

Ternyata Tian sangat menerimanya dengan baik, padahal pertemuan mereka pertama kali sangat buruk. Yura langsung memeluk Tian begitu semangat, lalu mencium kening bocah ini.

"Mimi sayang banget sama Tian," ucap Yura tulus.

"Tian doang yang dapat ciuman, suaminya enggak?" Raga kan juga pengen dicium, Yura pasti enggak mungkin nolak kan depan Tian.

Lalu Yura pun mencium kening Raga. Entah kenapa rasanya senang sekali, hatinya tiba-tiba luluh. Semua orang memimpikan memiliki keluarga seperti ini bukan? Punya suami kaya dan hebat, punya anak laki-laki yang menggemaskan seperti Tian. Lengkap sudah.

Yura benar-benar berharap sih Raga ini berubah, kalau bukan untuknya, minimal untuk Tian lah.

"Habiskan cepat makanan kamu!" ujar Raga melihat isi piring Yura masih banyak. Dari dulu Yura kan makannya cuma sedikit, makanya badannya enggak pernah bisa gemuk tuh.

"Siap, Cimol." Raga terkekeh. Itu panggilan sayang Yura saat jaman kuliah dulu, wanita ini ternyata masih ingat. Raga berharap sikap Yura semakin hari akan baik kepadanya.

"Gitu dong, Ungil." Berkat Tian mereka menjadi baikan. Sepertinya Raga harus berterima kasih kepada Tian, harus tambah bonus tabungan nih ke putrinya.

"Apaan tuh Ungil? Cimol? Aneh," komentar Tian bergidik geli. Anaknya saja geli apalagi orang lain yang mendengar, bisa muntah kali, ya. Hehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro