Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 31 Skandal

Suara dering ponsel mengagetkan Gea. Wajahnya menyembul dari balik selimut. Ketika melihat nama Gara muncul di layar, tak perlu menunggu lama baginya untuk mengangkat telepon tersebut.

“Gara! Kamu harus bertanggung jawab!” bentak Gea.

“Di mana kamu?”

“Di rumah lah! Emang di mana lagi?”

“Gak ke kantor?”

“Kamu gila apa? Dengan berita kayak gitu, aku harus berangkat ke kantor?”

“Berita apa maksud kamu?”

“Gak usah pura-pura bego! Wajahku tersebar di mana-mana gara-gara kamu pegang tanganku semalam! Aku dikira selingkuhan kamu tahu!”

“Yang pegang tangan kamu bukan cuma aku aja, tapi juga si Pramu.”

Gea menganggukkan kepalanya begitu saja. Ada benarnya juga perkataan Gara barusan. Eh? Tunggu! Kok jadi gini sih?

“Tetep aja aku yang rugi! Wajahku tersebar di mana-mana!” Gea hampir lupa permasalahan utamanya. “Kamu harus bertanggung jawab!”

Terdengar suara kekehan kecil dari sana. “Wajah kamu gak keliatan jelas, Gea. Mana ada yang bakal tahu kalau itu kamu! Berangkat kerja sekarang! Kita bakalan kebanjiran pesanan.”

Telepon terputus. Gea mengumpat kasar.

“Dasar atasan gendeng!”

***

Gea harus bagaimana sekarang? Melewati kafe Mati Rasa yang selalu dilewatinya setiap berangkat kerja, rasanya seperti melewati tempat penuh hantu. Gea sampai harus berlari karena takut berpapasan dengan Pramu pagi itu.

Gea juga harus bagaimana?!

Wajahnya terpampang nyata di jagat maya! Blur sih sebenarnya. Tapi ... gimana kalau ada yang ngenalin?

Duh! Tiap Gea melangkah dan ketemu orang, rasanya mereka lagi liatin aja. Dengan terpaksa Gea mengenakan masker wajah. Semoga dengan cara ini dia tak mudah dikenali.

Gea harap-harap cemas setibanya di Molapar. Mengendap-ngendap memasuki ruangan kerjanya. Sengaja menumpuk beberapa berkas di meja, membuat sebuah tempat persembunyian.

Malu banget rasanya!

Selang beberapa menit ia tiba di kantor, rupanya tak beberapa lama kemudian Gara juga muncul di sana.

Gea langsung pura-pura sibuk membaca berkas, memutar kursi, sengaja membelakangi meja. Agar ketika Gara lewat, Gea tak perlu menyapa. Pura-pura gak tahu!

“Gea?” Ish! Ngapain sih dia pake manggil segala? Langsung masuk ruangannya emang gak bisa apa? Pura gak denger aja, Ge!

“Gea?” panggil Gara lagi. “Kamu budeg?”

Iya! Aku budeg sekarang! Aku gak mau ngomong sama kamu, Gara! Gak mau!

“Gea? Gea!!!”

Gea memejamkan matanya sampai tak ingin membukanya lagi saja. Kalau bisa, telinganya juga mendadak tuli aja deh. Sampai tiba-tiba kursinya terasa berputar. Spontan saja matanya langsung terbuka. Tepat ketika itu, wajah Gara berada tak jauh beberapa senti meter darinya. Mata Gea membola sempurna nyaris tak bisa berkedip.

“A—apa?” Gea tergagap. Mencoba bersikap tenang dengan meremas berkas di tangannya. Melampiaskan rasa tak nyamannya.

Gara diam sebentar, tapi sorot matanya memiliki pancaran yang tak biasa. Dari membola, menyipit, berkedip, sampai sesungging senyuman tiba-tiba terbit di wajah lelaki itu. Rambutnya yang masih basah tampak menutupi sebagian kening. Ketika Gara sengaja menyibaknya, mulut Gea seketika itu juga langsung ternganga. Gea sampai tak mengalihkan pandangannya dari Gara yang sudah menarik mundur dirinya.

“Aku mau—“ Gara tak kalah terbata-bata ketika berbicara.

“Mau apa?”

“Minta maaf.”

“Hah? Kamu bilang apa barusan?”

Gara garuk-garuk kepala yang membuat rambut basahnya tampak sedikit kusut. “Aku minta maaf, Gea Ananda. Kamu beneran budeg, yah?”

Gea langsung manyun. “Minta maafnya biasa aja dong! Kayak gak ikhlas! Tanggung jawab juga! Hapus foto-fotoku yang udah tersebar! Ini semua gara-gara kamu!”

Gara tersenyum simpul. “Wajah kamu di blur, Gea. Gak akan ada yang ngenalin!"

“Ngapain juga sih kemarin kamu pake pegang tangan aku segala, Gar? Di depan umum lagi! Gak inget ada Vania di sana? Huh! Kejadiannya gak bakalan kayak gini kalau bukan karena kamu!’

“Oke. Oke. Oke. Aku minta maaf. Terus aku harus gimana sekarang? Semua udah kejadian, kan? Ambil positifnya bisa, kan?”

“Positifnya? Emang apa positifnya dari kejadian kita? Huh!”

Gara garuk-garuk kepala. “Tunggu aja! Kamu akan tahu hal positif apa yang akan terjadi karena kejadian ini.”

Gea benar-benar tak mengerti. Yang dia mengerti sekarang adalah ... genggaman tangan Gara semalam memiliki maksud tertentu yang katanya positif. Tapi, apa?

“Pak Gara!”

Gara tersenyum. Gea buru-buru bersembunyi di balik tumpukan berkasnya ketika seseorang tiba-tiba muncul.

“Yah?”

“Pagi ini, kita mendapatkan sepuluh pesanan!”

“Oh, yah? Bagus kalau begitu. Itu artinya, tim produksi akan sangat sibuk. Segera buat rincian tugas dan bentuk tim untuk pesanan itu. Jangan sampai ada kesalahan sekecil apapun!”

“Baik, Pak!”

Gea baru berani mengangkat wajahnya dari persembunyian setelah memastikan orang tadi tak ada. Masih ada Gara di sana tengah memasang senyuman lebar.

“Ini maksudku. Hal positif dari kejadian semalam, Gea Ananda.”

Gea tercenung sebentar. Mencerna dengan hati-hati kalimat yang baru saja dilontarkan Gara. Menghubungkannya dengan kalimat-kalimat Gara sebelumnya. Memadupadankannya, mencoba memaknai, sampai matanya memicing saking tak percaya.

“Maksud kamu ...?” Gea tak berani bicara lantang. Takut salah bicara.

“Ini adalah rencanaku untuk membuat Molapar bangkit, Gea. Membuat Molapar agar dikenal masyarakat dalam waktu sekejap!”

“Harus yah dengan bikin gosip gak bener kayak gini, Gara? Kamu tega-teganya fitnah aku dan jadiin aku orang ketiga di antara hubungan kalian? Begitu? Kamu gila yah, Gara! Kamu gila!”

“Aku bukan gila, Gea. Tapi terlalu kreatif! Kamu pikir dengan cara apalagi Molapar bisa bangkit kembali dengan cara instan kalau bukan seperti ini? Bukan aku saja kok yang menggunakan trik murahan seperti ini untuk mendapatkan keuntungan. Bahkan para pejabat sampai anak-anaknya juga sering kali membuat sensasi dengan dalih dekat dengan salah satu artis demi mendongkrak nama mereka menjadi terkenal. Cara ini bukan lagi trik rahasia, Gea! Aku bukan gila, tapi kreatif!”

“Tapi, kenapa harus aku? Harusnya kamu ngomong dulu ke aku kalau kamu mau pake cara murahan kayak gini! Ini sama aja kayak kamu menipu aku, Gara!”

“Terus gimana? Udah kejadian, kan? Semua udah berlalu dan keuntungan sedang berpihak sama kita. Terus kenapa? Kamu mau apa? Huh!”

“Aaaarrrrgggghhhh!!! Atasan gendeng! Aku benci sama kamu, Gara! AKU BENCI!”

Gara diam dengan tatapan terkejut.

***

Semua ternyata karena Gara! Atasan gendeng yang paling dibenci oleh Gea saat ini. Gara-gara insiden ini, hampir setiap hari saat melewati kafe, Gea akan berusaha keras tak melewati tempat itu kalau saat ada Pramu.

Pagi buta ketika kafe belum buka dan malam larut ketika kafe sudah tutup.

Gara-gara hal itu, ia harus menerima omelan Zara dan Tania yang langsung mendatangi rumahnya. Untungnya tanpa Pramu.

“Pramu gak ngomong apa-apa pas ditanya soal kamu yang gak pernah dateng ke kafe lagi. Di antara kalian ... gak ada masalah, kan?” serbu Tania yang tak bisa menahan diri mengetahui keganjilan hubungan persahabatan mereka ini. Antara Pramu dan Gea maksudnya.

“Ini terjadi setelah Pramu tutup kafenya minggu kemarin. Kalian pergi bareng kan, katanya?” Zara lebih detail mengajukan tanya yang jawabannya hanya butuh kata “ya” atau “tidak”.

Gea bungkam. Apa ini artinya Tania dan Zara gak tahu skandal itu? Gak lihat fotonya yang di blur? Perkataan Gara ada benarnya dong! Gak ada yang ngenalin Gea!

Tapi, mana bisa kan ia menceritakan kejadian malam itu yang membuatnya malu bukan main berhadapan dengan Pramu? Enggak! Enggak! Ini cuma hal biasa. Gea dan Pramu gak ada masalah, tapi Gea butuh waktu buat ketemu Pramu. Untuk sekarang, dia belum siap. Itu saja kok! Tapi kok ... masalahnya kayak jadi besar banget gini. Emang apa masalahnya kalau Gea gak ke kafe Pramu? Gak akan bikin kafenya gulung tikar, kan?

“Gea! Jawab dong! Malah bengong!”

“Kalau bengong, berarti ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari kita. Ada alasan yang bikin kamu gak pernah ke kafe si Pramu lagi. Iya, kan?”

Lagi. Pertanyaaan Zara hanya butuh jawaban singkat saja. Membuat Gea merasa seperti menghadapi seorang peramal saja.

“Bener! Reaksi Pramu juga sama tuh pas disinggung soal kamu. Cuma diem doang kayak kamu. Ada apa sih? Kalian berantem? Berantem kenapa? Gak biasanya kalian kalau berantem, lama gini berantemnya.” Tania menerka-nerka tanpa henti. Berharap ada salah satu dari terkaannya itu benar.

Capek! Gea gak bisa nutup mulut lama-lama dari dua sahabatnya ini.

“Sebenernya ....”

Tak ada yang perlu Gea sembunyikan dari sahabatnya, kan? Termasuk hal paling memalukan dalam hidupnya. Soal pembulian yang dialaminya dulu saja, Tania dan Zara tahu. Masa sih masalah sekecil ini dia harus menyembunyikannya dari mereka?

“Apa??? Pramu pegang tangan kamu?!!!” Tania kagetnya bukan main.

“Gak kaget sih. Gelagat dia suka sama kamu kan emang keliatan, Ge. Terus? Kamu jadinya malu gitu buat ketemu sama dia, nyampe akhirnya milih menghindar?”

Gea mengangguk macam anak kecil tengah diomeli ibunya.

“Waaahhh ... aku gak pernah ngira Pramu bakal senekat ini!” Tania masih dibuat terkejut.

“Tapi, kenapa juga kamu harus menghindar? Pramu gak ngomong apa-apa ke kamu, kan? Apa dia nembak kamu? Enggak, kan? Dia cuma pegang tangan kamu doang.”

“Tapi, di depan umum, Zara!!! Bikin aku malu setengah mampus! Kamu bayangin aja. Tanganku dipegang sama dua cowok. Mereka bakal mikir kalau aku ini cewek gak bener!”

“Dua cowok?” Zara Tania berbicara nyaris bersamaan.

Gea menutup mulutnya seketika.

Sialan! Gue keceplosan!

***

Buat yang gak sabar sama kelanjutan cerita si nyebelin Gara ini bisa dibaca juga di sini:
1. Bestory
Judul: FAT(E) LOVE

2. KARYAKARSA
https://karyakarsa.com/Namiya

Atau bisa cari nama akun: NAMIYA

Tentunya dengan jumlah bab yang sudah publish lebih banyak!

Ayo buruan serbu si Garaaa!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro