Bab 24 Kecemburuan Vania
“Ambilkan air putih, Ge!”
“Potong buah apel yang ada di kulkas!”
“Bawa wadah besar yang ada di sana!”
“Cuci ini!”
“Kupas ini!”
Dan masih banyak lagi perintah Gara untuk Gea yang tiba-tiba saja harus sibuk membantu cowok itu memasak.
Iya! Gara tiba-tiba membatalkan rencananya untuk mencari setelan yang akan dikenakannya nanti untuk konferensi pers. Sekarang dia memilih memasak yang ia khususkan untuk Vania katanya.
Terus cewek yang jadi tunangannya Gara itu di mana sekarang?
Dia ada tak jauh dari tempat Gara dan Gea memasak. Memerhatikan mereka dengan mata melotot. Bulat sempurna! Gea sampai takut melirik atau sekedar menerbitkan senyum. Belum lagi perintah Gara tak ada habisnya.
“Ambilkan garam! Ambilkan wajan! Ambilkan sendok!”
Beragam sekali perintahnya. Gea capek banget ngeladenin. Mana nyari barang-barang yang Gara maksud juga gak mudah lagi!
Terang saja! Gea kan baru dua kali ke rumahnya Gara. Pertama, untuk sarapan. Kedua, yah ... sekarang ini. Jelas aja kan Gea bingung banget jadinya. Udah gitu, dia malah kena omel Gara kalau lama banget ngambilin barang yang dia mau.
“Kamu lama banget sih, Ge!”
“Kamu punya mata gak sih?”
“Itu tuh di sana! Matanya buka dong!”
Aaarrrggghhh!!! Gea mau Gara yang lemah lembut dan baik hati kayak tadiii!!!
Eh?
Bisa-bisanya Gara berubah drastis hanya dalam hitungan detik! Cuma gara-gara masak buat Vania, kenapa juga Gea harus jadi repot begini? Kan dia datang ke rumah Gara buat bantuin dia nyari setelan yang cocok buat konferensi pers. Ah! Nyebelin! Dasar atasan gendeng!
“Aku buatkan salah spesial kesukaan kamu.” Gara mengambil posisi duduk tepat berhadapan dengan Vania. “Ditambah dengan yoghurt plan.”
“Gimana diet kamu?” serbu Vania tiba-tiba. “Berapa kali kamu makan daging dalam seminggu? Jangan lebih dari tiga kali, Gara! Diimbangi dengan banyak makan sayur dan buah-buahan aja. Aku gak mau tunanganku gendut. Gimana latihan gymnya? Udah terbentuk otot di mana aja? Lengan? Bahu? Dada?”
Mendengar rentetan pertanyaan Vania barusan, kepala Gara mengangguk beberapa kali. Membuat Gea yang tengah membereskan meja yang digunakan memasak di dapur tadi terperangah bukan main.
“Begitulah,” jawab Gara singkat sambil melahap potongan daun salada dan beberapa potong tomat ke mulut.
“Malam ini kita ke tempat gym setelah konferensi pers. Oke?” timpal Vania lebih bersemangat. “Aku harus cek sendiri bagaimana hasil latihan kamu selama aku gak ada.”
Selain mencecar Gara dengan beragam pertanyaan aneh, Vania juga rupanya ikut andil memilihkan setelan untuk acara konferensi pers nanti. Setelan yang sudah Gara sempat pilih tadi rupanya tak ada satu pun yang menurut Vania cocok. Ia malah menyuruh Gara untuk mencoba beberapa setelan pakaian pilihannya.
Gea tertawa diam-diam melihat Gara kembali beraksi bak seorang model. Sayangnya, kali ini raut wajah lelaki itu tampak tak semringah seperti tadi. Raut wajahnya kusut mesut. Bibirnya mengerucut tajam, sorot matanya tampak sayu, belum lagi caranya berjalan seperti orang kehilangan tenaga karena kelaparan. Tapi, Vania tampak tak peduli akan keganjilan hal itu dan terus meminta Gara mengganti setelan yang masih tak cocok menurutnya.
“Kamu,” Vania tiba-tiba menatap sengit Gea yang duduk berhadapan dengannya, “sejak kapan kamu jadi asisten pribadinya?”
Gea berpikir sejenak. “Sejak Gara jadi CEO baru di Molapar,” jawabnya jujur.
“Iya ... tapi kapan? Karena yang aku tahu itu, dulu dia kerjanya jadi Manager Utama di mall milik ayahnya.”
Gea mati-matian menahan diri untuk tak terkejut. “Hmm ... belum sebulan kok, Mbak.”
“Panggil Vania aja. Aku gak setua itu sampai dipanggil Mbak.”
“Oh ... oke ... Vania?” balas Gea yang masih ragu.
“Belum lama berarti, yah. Bagaimana caranya kamu bisa jadi asisten pribadi Gara?”
Waduh! Apa Gea jawab jujur aja gitu, yah? Kalau Gara yang maksa Gea jadi asisten pribadinya pakai ancaman.
Tapi, kalau Gea jujur, itu artinya rahasia Gea yang dulu gendut bakal terbongkar dong! Masa Gea ngaku kalau dia dulu gendut ke Vania sih? Emang dia siapa? Cuma orang asing! Bakal menilai apa dia nanti kalau tahu Gea dulu gendut?
Lihat aja tadi cara dia nanya-nanya Gara soal makanan, diet, gym, sampai menegaskan dengan gamblang kalau dia gak mau tunangannya itu GENDUT! Itu artinya Vania ini termasuk orang yang begitu memerhatikan penampilan.
Duh! Enggak deh! Gea gak mau kena omel kayak Gara tadi. Mending Gea jawab dengan cara lain aja. Tapi, Gea harus jawab apa?
“Tanya Gara aja. Dulu saya ada di posisi tim pemasaran. Terus beliau minta saya jadi asisten pribadinya.”
“Beneran, Yang?” potong Vania yang langsung menoleh pada Gara yang kebetulan baru saja keluar dengan setelan baru.
Cowok itu tampak bingung beberapa saat. Menoleh pada Vania dan Gea secara bergantian.
“Beneran apanya, Van?” tanya Gara meminta penjelasan lebih rinci atas pertanyaan Vania yang menurutnya ambigu barusan.
“Kamu rekrut dia jadi asisten kamu gitu aja?”
“Iya.” Gara membenarkan dengan enteng.
“Kok gitu sih? Jangan asal pilih orang jadi asisten dong!”
“Aku gak asal pilih, Van. Gea itu aku pilih karena aku kenal banget dia itu kayak apa orangnya.”
Mata Gea membola sempurna. Mendengar jawaban Gara membuatnya nyaris berteriak keras. Perkataannya barusan terlampau ambigu!
“Kamu sama Gea saling kenal?” Vania menatap sengit Gea yang sedang mati-matian menahan diri untuk tak menampakkan raut wajah terkejut. “Kenal di mana emangnya?”
Gea tentu saja enggan menjawab. Kalau bisa, Gara juga jangan sampai menjawab jujur. Bohong saja deh! Jangan sampai cowok itu membocorkan rahasia yang mati-matian ia jaga pada Vania.
“Kami temen masa SMA dulu.” Gara menjawab enteng sekali. Tanpa peduli sorot mata Gea yang menatapnya sengit dari kejauhan sebagai tanda agar Gara lebih baik tutup mulut daripada berbicara jujur. “Dia teman baikku dulu.”
Waaahhh ... bener-bener deh si Gara. Bikin Gea jantungan aja nih! Temen baik apa maksudnya coba? NGARANG!
“Temen baik?” Vania melirik Gea penuh curiga.
Seperti dipelototi karena melakukan sebuah kesalahan saja Gea sekarang. Takut sekali. Gea sampai takut untuk menyemai seulas senyum sedikit saja saking takutnya!
“Kok jadi bahas Gea sih? Jadi ini gimana setelannya? Belum ada yang cocok juga, Van?” Gara menjatuhkan diri di sofa. “Aku capek gonta-ganti baju terus. Aku butuh istirahat bentar.”
“Yang tadi bagus kok.”
“Yang tadi yang mana?”
“Yang pertama.”
“Hah? Yang pertama? Terus baju-baju barusan yang aku cobain buat apa dong tujuannya?”
Hahahaha!!! Mampus kamu, Gara! Emang enak dikerjain?
Gea tertawa senang meski hanya dalam hati saja. Ini tentu pemandangan baru untuknya. Gara yang biasanya suka semena-mena kalau ngasih perintah sama Gea, sekarang dia malah lebih mirip orang bodoh di depan tunangannya. Mungkin saking bucinnya kali, yah?
Jadi gini bucinnya seorang Gara? Bisa mengubah sosok dia yang bossy jadi penurut. Yang asalnya suka marah-marah tiba-tiba jadi penyabar. Luar biasa!
“Tapi, kalian beneran cuma temen, kan?” sengit Vania. “Bukan mantan pacar maksudku?”
“Enggaklah, Van!” Gea begitu bersemangat menyela. “Aku gak mungkin mau jadi pacarnya Gara."
"Loh? Kenapa?”
Bukan hanya Vania aja yang tampak kaget dengan elakan Gea barusan. Gara juga diam-diam menatap sengit Gea ketika mendengarkan jawaban perempuan itu.
“Karena dia,” Gea jadi tergagap ketika matanya bersirobok dengan Gara, “karena dia ... nyebelin! Suka marah-marah dan sok pengatur. Aku gak suka cowok kayak gitu! Kalau bukan karena terpaksa, mana mau aku jadi asisten pribadi dia.” Gea berhasil meyakinkan diri.
“Terpaksa?”
“Demi duit!” tegas Gea.
Gara berpaling bersama dengan raut wajah kusut.
“Oh ... kirain terpaksa karena apa.”
“Kalau bukan karena uang, emang apa lagi coba? Hidup di zaman sekarang yang serba mahal begini tuh perlu yang namanya uang! Siapapun pasti akan melakukan hal yang sama seperti saya kalau itu demi uang. Saya jamin!”
“Oke. Kalau gitu aku pegang kata-kata kamu, Ge. Kamu gak akan tertarik pada Gara! Jadi, jangan sampai terjadi perselingkuhan di antara kalian berdua.” Vania sampai mengacungkan jari telunjuknya ke muka Gara dan Gea secara bergantian. “Kalau sampai itu terjadi, aku tak akan tinggal diam begitu saja! Akan ada asap jika kayu terbakar. Ingat itu!”
To be continued ….
Bisa lanjut baca di bestory yah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro