Bab 23 Kebucinan Gara?
“Aaarrrggghhh!!!”
Gea menyibak selimut sambil mengerang keras. Mengacak rambut dan wajah dengan raut wajah kusut. Terdengar suara bunyi ponsel berdering nyaring.
“Siapa sih? Gak tahu apa kalau hari ini hari libur?” gerutunya jengkel. Satu tangannya meraih ponsel di nakas dengan susah payah. Saat melihat nama kontak yang terpampang di layarnya, seketika itu juga Gea menutup wajahnya dengan selimut. “Aaaarrrrgggghhhh!!! Dasar atasan gendeng!!!”
Bunyi ponsel seketika itu terhenti. Gea menatap layarnya dengan senyuman puas. Namun beberapa detik kemudian nama kontak Gara kembali terpampang di layar, membuat Gea kehilangan senyumannya seketika itu juga.
“Apa?! Mau apa kamu?” serbunya sesaat setelah menerima telepon dari Gara. Ia melirik sebentar jam kecil yang ada di nakasnya. Masih menunjuk ke angka empat. “Ini hari liburku! Adzan subuh juga belum kedengeran, Garaaa!!! Mau apa kamu? Huh! Gak bisa apa biar gak ganggu waktu liburku kali iniiiii aja!” teriaknya penuh nada penekanan. Saking jengkelnya.
“Sore ini aku dan Vania akan melakukan konferensi pers tentang hubungan kami ke media,” tutur Gara dari seberang sana. Terdengar tenang sekali.
Padahal Gea sudah mengira kalau Gara akan membalas teriakannya tadi dengan cara yang sama. Atau mungkin akan membalasnya dengan amukan. Tapi ternyata tidak. Gara malah menanggapinya dengan santai.
“Terus? Hubungannya kamu telepon aku pagi-pagi begini apa? Mau pamer?” balas Gea masih sinis. Justru ia merasa senang sendiri dengan tanggapan Gara yang tak balas meneriakinya.
“Bantu aku nyari setelan yang pas buat konferensi pers nanti.”
“Hah?” Gea kaget bukan main. “Gimana? Gimana maksudnya?”
“Gak usah banyak protes! Datang ke rumahku pagi ini. PUKUL DELAPAN TEPAT! Jangan sampai telat.”
Meski merasa ganjil dengan permintaan Gara yang satu ini, anehnya Gea malah merasa tertarik untuk melakukannya. Mencari setelan untuk konferensi pers? Kenapa juga harus melibatkan Gea coba? Duh! Aneh banget nih si Gara.
Setibanya di rumah Gara, Gea dikejutkan oleh rentetan setelan pakaian yang tersusun rapi di salah satu sudut ruang tamu. Ada dua orang perempuan berpakaian serupa tengah mengaitkan baju-baju lain. Sementara itu, Gara tengah duduk sambil menyantap sarapan di sofa, memerhatikan aksi dua perempuan itu dari kejauhan.
"Ini apa, Gara? Kamu mau alih profesi buat buka butik atau apa?” Gea menyentuh satu per satu setelan baju itu. Tak sampai menariknya dari gantungan, tapi hanya menyentuhnya sebentar saja. “Kamu beli semua bajunya? Cuma buat konferensi pers?”
Gara menusuk potongan buah di piring dan melahapnya. Menggelengkan kepala lalu memberikan kode isyarat pada Gea agar mendekat dengan tangannya.
“Duduk dulu, Ge. Sini! Sini!”
Tumben-tumbenan kan Gara jadi ramah dan baik begini. Biasanya main bentak dan perintah aja sama Gea. Kok sekarang jadi beda begini? Apa karena permintaan maafnya Gara waktu itu, yah? Duh! Kok gampang banget dia berubahnya?
Gea duduk tak jauh dari Gara. Sebentar melihat potongan buah yang ada di piring sampai membuat lidahnya terjulur sebentar.
“Karena ini pertama kalinya kami tampil di depan publik, aku gak mau dong berpenampilan aneh sampai membuat Vania malu.”
Bolehkah Gea sebentar saja melakukan pujian pada Gara? Sungguh! Penampilan cowok itu sama sekali tak pernah aneh, mau dulu saat masih pakai seragam putih abu-abu atau seragam dengan setelan celana bahan dan kaos polos. Kegantengannya itu masih tetap dikatakan maksimal dan luar biasa.
Di manakah letak penampilannya yang aneh itu?
TAK ADA.
Gea tak melihat adanya keanehan dalam penampilan Gara.
"Setelan kamu sekarang juga bagus kok menurutku, Ga.” Jujur. Gea mengatakan sebuah kejujuran. Sungguh! Sekujur tubuhnya seketika merinding setelah mengatakannya. Geli sekali! Ingin menarik kata-katanya barusan, tapi tampaknya sudah terlambat. Percuma. Gara sudah mendengarnya. Semoga dia tak memaknainya dengan berlebihan saja.
“Bagus dari mana?” Gara malah terkekeh sambil menarik sedikit kaos putih polosnya itu. “Setelan kayak gini mana ada bagusnya, Gea. Penilaian kamu aneh!”
“Kalau gitu, kamu salah orang buat minta bantuan. Karena aku punya penilaian aneh soal penampilan kamu!”
Gea langsung memasang raut wajah cemberut. Bahkan sampai berpaling dari Gara dengan melipat dua tangannya di dada.
Tapi, Gara tampaknya tak peduli. Ia malah berjalan melewati Gea bahkan sampai dengan sengaja menyenggol lututnya.
“Lewat sana kan bisa! Ngapain pake jalan ke sini sih?” dengkus Gea kesal. Tapi, Gara malah menanggapinya dengan kekehan tipis.
“Suka-suka aku dong! Rumah juga rumah aku.”
Ish! Kalau ngomong suka bener deh. Bikin Gea jadi malu sendiri kan jadinya. Batal ngambek terus deh. Sekarang Gea malah jadi memerhatikan Gara yang tampak sibuk mengambil beberapa setelah pakaian. Dia kemudian berbalik badan dengan menaruh potongan baju itu di depan tubuhnya.
“Ini gimana? Bagus gak?” tanya Gara sambil memegang setelah atasan dan bawahan yang tergantung terpisah.
Gea menggeleng. “Enggak. Coraknya jadi bikin kamu mirip kayak emak-emak kompleks pake daster.”
“Sialan! Malah nyamain motif batik bagus begini sama daster emak-emak.” Wajah Gara langsung kusut-mesut. “Ini tuh hasil rancangan desainer terkenal, Gea!”
“Tapi, emang bener kok!”
“Penilaian kamu emang aneh!”
“Suka-suka aku dong!” balas Gea dengan cara yang biasa Gara lakukan. Patut ia tiru. Sebagai cara untuk membalas perlakuannya.
Berulang kali Gara melakukan cara yang sama. Bertanya pada Gea meski katanya sih penilaiannya aneh. Bukan hanya sekedar menempelkan setelan baju di tubuhnya, tapi sampai mengenakannya satu per satu.
“Gimana kalau ini?” tanya Gara saat ia mengenakan celana berwarna moka dengan atasan kaos senada yang dibalut outer setinggi lutut. “Cocok?”
Gea membekap mulutnya secara spontan. “Kamu mirip oppa korea, Gara! Cocok!” katanya penuh antusias. Bahkan sampai mengangkat dua ujung jempolnya.
“Oh! Gak cocok berarti.”
“Loh?” Gea terperangah kaget mendengarnya. Apalagi ketika Gara langsung melepas outer berwarna hitam itu. “Aku serius loh, Gara! Kamu jadi ganteng banget kayak artis korea!”
“Enggak deh! Aku ini Gara, bukan oppa atau artis korea siapapun itu!”
Gea jadi bingung sendiri. Ketika diberikan penilaian buruk, Gara ngedumel jengkel sampai bilang kalau penilaiannya buruk. Giliran memuji, kok dia masih ngedumel dan bahkan kayak gak terima pujiannya. Maunya apa sih nih cowok? Katanya minta bantuan Gea buat nyari setelan yang cocok buat konferensi pers?
Menopang dagu, tertelungkup, bahkan sampai merentangkan tubuh di sofa, Gea sudah melakukan berbagai posisi ketika Gara sibuk mencoba nyaris sepuluh setelan baju. Mau Gea memuji atau bahkan memberikan pendapat ketidakcocokan, Gara menanggapinya dengan cara yang sama.
“PENILAIAN KAMU ANEH!”
“Kamu minta bantuan atau gimana sih sebenernya? Udah sepuluh baju lebih yang kamu coba barusan! Kamu gak capek apa? Pilih ngasal aja deh. Gak usah mikirin cocok enggak cocok. Mau penampilan kamu aneh atau enggak, gak akan jadi masalah!”
“Jelas bakal jadi masalah kalau penampilanku aneh, Gea. Aku yang malu!”
Pipi Gea mengembung sempurna. “Ya udah deh terserah kamu aja. Maunya kamu pake baju apa, aku SETUJU!” Dia sampai mengangkat dua jempolnya ke udara sebagai penegasan.
“Gak bisa asal setuju gitu dong! Kasih penilaian yang benar.”
“Dari tadi aku udah kasih kamu penilaian yang benar kok. Kamunya tuh yang selalu bilang penilaianku anehlah, ngerasa gak cocoklah, apalah, itulah, inilah, bikin aku pusing juga, Gara! Terserah kamu aja deh! Bodo amat!”
Gea bangkit dari sofa. Berjalan ke arah pintu keluar.
“Mau ke mana kamu? Gea! Gea!”
Panggilan Gara tak digubris. Gea angkat tangan. Melambaikannya. Bersiap keluar dari rumah Gara. Namun langkahnya seketika terhenti tepat diambang pintu, menggiring rasa penasaran Gara.
“Ngapain kamu malah diem disitu, Ge?”
Gea menoleh pada Gara dengan hati-hati. Raut wajahnya tampak tegang. Seulas senyum saja begitu sulit untuk Gea semai. Ia berjalan mundur dengan hati-hati dan seseorang dari arah luar muncul.
“Vania?” Gara tampak terkejut melihat sosok perempuan itu ada di rumahnya. “Ngapain kamu ke sini?”
To be continued ....
Buat yang gak sabaran kayak Gara, yuk ikutin kisah mereka yang udah publish di bestory dan karyakarsa duluan.
Soal harga, cuma 2k aja yah per babnya. Tiap bab punya jumkat lebih dari 1k loh. Jd dijamin gk akan rugi bayar 2k buat bab yang isinya super panjang.
Akan tetap update di sini juga tapi agak lama aja. 🤗
Cuuusss!!! Silakan mau menunggu up di sini atau di app lain juga boleh yah. Tetap dukung pergeludan Gara-Gea.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro