Bab 19 Sabaaarrr!!!
Daripada melakukan hal yang mustahil, lebih baik tidak berusaha melakukannya saja.
Memangnya mencari juru masak yang sudah ahli itu semudah memutar balikkan tangan apa? Mana dikasih waktunya cuma beberapa jam lagi?
Gara bener-bener gak waras! Dia sendiri yang seorang CEO saja belum tentu bisa menemukan si juru masak dalam tempo singkat. Apalagi Mahira yang baru kali ini mengurusi hal beginian!
Bener-bener atasan nyebelin!
Gea sudah memantapkan hati. Mau Gara menolak atau tidak, Gea sudah mengambil keputusan ini. Sebuah amplop di tangan sudah ia pegang sejak tadi. Menunggu kemunculan Gara yang sampai pukul delapan pagi ternyata belum menunjukkan batang hidungnya di kantor Molapar.
Maunya sih Gea menelepon Gara. Tapi ... enggak deh! Ngapain juga nyari masalah dengan telepon dia? Harusnya Gea beruntung karena pagi ini ia tidak kena teror telepon dari lelaki itu.
Ah! Muncul juga dia!
Gea dengan penuh semangat mengekori Gara yang akhirnya muncul dari lift. Tampak sibuk menerima telepon entah dari siapa. Senyuman Gea yang Cuma pura-pura menunjukkan sikap ramah itu hanya ditanggapi Gara dengan delikan.
Cowok nyebelin!
“Baik. Urus semuanya. Oke.”
Gara sudah menutup teleponnya meski belum menaruh ponselnya di atas meja. Jari jemarinya masih memainkan layarnya. Tapi Gea tak peduli. Ia langsung menyerahkan amplop putih yang sedari tadi digenggamnya. Bersemangat sekali. Ia sudah yakin kalau usaha terakhirnya ini akan membuahkan hasil memuaskan. Lihat saja nanti!
“Apa ini?” Gara mengambil amplop putih yang disodorkan Gea padanya tanpa ragu. Menyobeknya tanpa hati-hati yang untungnya tak membuat isinya ikutan sobek.
Gea sudah mendengkus jengkel karena ketidakhati-hatian Gara.
Gara menarik secarik kertas yang terselip di dalam amplop tersebut. Membukanya, membaca tulisan di dalamnya, lalu menyobeknya lagi sampai menjadi beberapa potongan kecil. Lalu menghamburkannya tepat ke depan muka Gea.
“Jangan harap aku akan menerima surat pengunduran dirimu, Gea!” Gara dengan tegas memberikan pernyataan yang tak bisa diganggu gugat oleh Gea. “Mana juru masaknya? Sudah kamu temukan?”
Gara benar-benar tak peduli oleh surat pengunduran diri dari Gea barusan. Membuat Gea mati-matian menahan diri untuk tak tersulut emosi. Ia harus berpikir keras akan bagaimana caranya bisa lepas dari lelaki bernama Gara yang satu ini.
“Oke. Aku akan anggap kamu menerima surat pengunduran diriku karena kamu menyobeknya tadi. Itu artinya, tugasku sebagai asistenmu sudah selesai. Saya permisi, Pak Gara.”
Kalau Gara tak peduli pada surat pengunduran dirinya barusan, maka Gea juga tak akan peduli akan penegasan Gara barusan. Impas! Adill, kan? Menghadapi lelaki macam Gara mungkin harus dengan cara ini. Ikut-ikutan caranya bersikap!
Oke! Akan Gea ladeni dengan baik.
“Oh! Jadi kamu beneran ingin foto-fotomu disebarluaskan?” ancam Gara yang tentu saja tak mau mengalah dengan mudah. Ia masih punya banyak cara untuk menahan Gea agar tetap menjadi asisten pribadinya.
Gea yang sudah siap berbalik badan meninggalkan ruangan, dengan terpaksa memutarbalikkan badannya lagi menghadap Gara. Lengkap dengan seulas senyum mengembang yang cukup membuat Gara terkejut akan reaksi perempuan itu. Karena Gara pikir Gea akan memasang wajah sedih atau takut. Tapi ini malah sebaliknya. Gea malah tersenyum!
“Masih mau ngancem aku pake cara itu?” cibir Gea. “Silakan! Sebarluaskan saja! Aku gak peduli kok! Mau karyawan Molapar tahu atau bahkan seluruh dunia tahu seperti apa aku dulu,” Gea mendekat ke meja Gara dan dengan sengaja mencondongkan badannya menghadap lelaki itu, “AKU GAK PEDULI!”
Gara benar-benar terkejut dengan reaksi Gea. Bagaimana mungkin perempuan yang kemarin seperti ketakutan saat kepergok bersembunyi di Kafe Mati Rasa, sekarang malah dengan berani menantangnya?
***
Gara mengacungkan ponsel ke muka Gea, menampilkan foto seorang gadis berpakaian putih abu-abu dengan ekspresi cemberut. Sebuah jepit rambut berwarna merah muda tersemat di salah satu sisi rambut sebahunya.
“Hm! Siapa yang akan mengira kalau foto ini adalah seorang Gea Ananda yang sekarang cantik jelita?” Gara memandang Gea dan foto di layar ponselnya bergantian.
“Gendut, kulit hitam, dan hidung yang kelelep dua pipinya yang tembam emang udah gak ada. Tapi ... ekspresi cemberut kalian itu sama! Kamu yang sekarang dan kamu yang dulu itu gak jauh berbeda, Gea. Sekali orang asing melihat fotomu yang masih gendut ini, “ kata Gara penuh semangat sambil mengarahkan layar ponselnya semakin dekat dengan wajah Gea, “mereka akan bisa menebak dengan tepat kalau ini kamu!”
“AKU GAK PEDULI, GARA!” tegas Gea menanggapi. Tak takut sama sekali oleh perkataan Gara yang baru saja menakut-nakutinya.
Bukan berarti Gea tak terintimidasi oleh perkataan Gara barusan, tapi sungguh! Gea benar-benar tak mau peduli lagi! Ia akan keluar dari Molapar. Surat pengunduran dirinya sudah ia serahkan pada Gara meski lelaki itu baru saja menyobeknya. Tak peduli apapun yang akan terjadi, ia tak akan berada di Molapar lagi besok! Tak akan!
Gea sudah berbalik badan. Ia harus segera pergi dari sini daripada meladeni Gara yang selalu mengancamnya dengan cara yang sama. Tepat ketika itu, Gara malah menerima telepon dari seseorang yang entah siapa. Tapi ....
“Apa? Rumah sakit lagi?” teriak lelaki itu lantang sekali. Ketika Gea menoleh hendak mengintip apa yang terjadi, tahu-tahu Gara berjalan melewatinya dan malah menarik tangannya erat.
“Ikut aku sekarang juga!” kata lelaki itu saat menarik tangan Gea dengan masih menerima telepon entah dari siapa.
“Gara!”
Gea siap protes. Ia bukan mau pergi mengikuti Gara. Tapi, lelaki itu sudah terlanjur menariknya dengan terus berbincang pada si penelepon sampai mereka tiba di tempat parkir Molapar.
“Gara! Lepasin! Aku gak mau ikut kamu!” tolaknya dengan berusaha melepaskan diri. Ia menepis tangan Gara kasar. “Kamu apa-apaan sih pake nyeret aku segala? Aku bukan lagi asisten kamu! Tahu?”
Raut wajah Gara tampak gelisah. Bukan membalas penolakan Gea yang biasanya ditanggapi sinis oleh lelaki itu.
“Ibuku masuk rumah sakit lagi, Gea. Aku harus ke sana sekarang. Kita bicarakan urusan kita nanti saja. Oke?”
Gara tampak gelagapan. Tak menunjukkan ekspresi marah, apalagi membentak atau memerintah Gea seperti biasanya. Terburu-buru lelaki itu meninggalkan Gea setelahnya. Membuat Gea bingung saja jadinya sekarang.
“Maksudnya apa sih? Urusan kita emang apa coba? Bukannya udah kelar, yah?” gerutu Gea bingung. “Dasar cowok aneh!”
Gea berjalan berlawan arah. Tapi baru beberapa langkah menjauh dari tempat parkir, ia mendengar sebuah teriakan lantang sekali.
“Brengsek! Sialan! Dasar mobil tidak berguna! Bodoh! Tolol!”
Gea berbalik arah. Berlari kencang menuju sumber suara. Matanya membola sempurna mendapati Gara tengah menendang mobilnya sendiri sambil mengumpat kasar. Tak tahu karena apa.
“Gara! Gara! Ngapain kamu?” teriak Gea panik sambil berlari ke arahnya. “Kaki kamu bisa luka kalau tendang mobil kayak gitu! Kamu gak waras?” sergapnya.
Gara terengah-engah sambil berkaca pinggang. Merasakan sakit di kakinya.
“Mobil gue gak nyala, Gendut!” Gara balas membentak Gea. Matanya sampai melotot tajam. “Gue harus ke rumah sakit sekarang juga!”
Gea siap membalas teriakan, umpatan, bahkan olokan Gara. Tapi, mati-matian ia tahan karena tak mau jadi ribut dengan lelaki itu di sini.
“Ya, udah sih! Biasa aja! Gak usah marah-marah gak jelas pake nyakitin diri sendiri!” Gea balas membentak. “Emangnya dengan kamu nendang mobil ini, mobilnya bakalan nyala gitu? Yang ada, kaki kamu yang sakit, Gara! Bodoh!”
Duh! Puas sekali Gea menyebut Gara bodoh. Tentu saja ia spontan mengatakannya. Anggap saja sebagai balasan karena Gara tadi sudah menyebutnya ‘gendut’. Impas!
Kalau Gara membalas, Gea akan balas lagi saja. Pokoknya, mulai saat ini dan seterusnya, Gea akan membalas perlakukan Gara dengan cara yang sama. Ia tak akan takut lagi!
Gara malah diam saja meski ekspresi wajahnya jelas tampak marah sekali. “Terus kamu punya solusi apa? Huh! Mobilku gak nyala dan aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Anak Gajah!”
Sialan! Ternyata Gara benar-benar membalas olokannya ini.
Oke! Mari bermain dengan cara ini saja.
Darah harus dibalas dengan darah.
“Pakai taksi online aja, bego!” bala Gea sama-sama membentak. “Kamu gak tahu kalau ada jasa taksi online apa? Huh!”
“Panggilkan taksinya sekarang juga!” perintah Gara kemudian.
“Panggil sendiri aja sana!”
“Aku gak pernah pake taksi online, Gea! Mana aku tahu cara panggil taksi online gimana?”
“Aaarrrggghhh!!! Dasar CEO bego! Panggil taksi online aja gak becus. Situ habis hidup di hutan apa?”
“Panggil cepetan!”
“Sabaaarrr!!!”
To be continued ....
Buat yang gak sabaran kayak Gara, yuk ikutin kisah mereka yang udah publish di bestory dan karyakarsa duluan.
Soal harga, cuma 2k aja yah per babnya. Tiap bab punya jumkat lebih dari 1k loh. Jd dijamin gk akan rugi bayar 2k buat bab yang isinya super panjang.
Akan tetap update di sini juga tapi agak lama aja. 🤗
Cuuusss!!! Silakan mau menunggu up di sini atau di app lain juga boleh yah. Tetap dukung pergeludan Gara-Gea.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro