Bab 10 Misi Balas Dendam
"Selamat siang, Pak Gara!"
Gara menoleh sesaat pada Gea yang baru menyapanya dari dalam lift lalu menunduk kembali pada tablet di tangannya. Tapi, beberapa saat kemudian kepalanya mendongak lagi pada Gea, menatap perempuan itu lekat. Kening Gara sampai bertaut keras melihat ada sesuatu yang berbeda dari Gea.
"Kamu ... siapa?" tanya Gara tak yakin. Setelahnya ia tertawa, setengah menahannya. "Kamu mau ngebadut atau kerja? Huh! Ini apaan coba?"
Gara menyentuh gulungan rambut yang menempel di beberapa titik kepala Gea. Piyama dengan gambar minion lengkap dengan sandal tidur berwarna kuning dengan mata minion juga berhasil menyita perhatiannya hingga mengundang tawa.
Gea menepis tangan Gara yang sedang asyik menarik gulungan rambutnya. "Gak usah sentuh-sentuh! Nanti rusak!"
"Terus ini apaan? Ngapain pake piyama begini ke kantor? Kamu mau kerja atau tidur?"
"Tidur." Gea menjawab sekenanya. "Toh kerjaanku di sini cuma disuruh ambil minuman lah, beli makanan lah, ganti gorden lah, ini lah, itu lah. Pekerjaan yang gak menuntut karyawannya buat berpenampilan rapi. Iya, gak?"
Gara menganggukkan kepala sambil tersenyum. "Oh ... gitu alasannya. Kamu emang gak bakalan malu kalau diliatin karyawan lain pake baju begini di kantor?"
Malu! Malu banget! Gea sampai terpaksa naik taksi cuma demi berpakaian kayak gini. Kalau tujuannya bukan untuk melakukan pembalasan pada perlakukan Gara hari kemarin, mana mau Gea menanggung rugi sebanyak ini!
Pokoknya, hari ini Gea mau melakukan pembalasan! Gara tak boleh semena-mena padanya sebagai asisten pribadi!
"Enggak tuh! Biasa aja. Toh aku udah kenal mereka kok," bual Gea pada akhirnya.
Gara berbalik badan membelakangi Gea sambil tersenyum simpul. "Oke. Suka-suka kamu aja kalau gitu. Aku juga gak punya aturan khusus soal pakaian buat karyawan Molapar. Selama itu sopan, ya pake aja."
Pintu lift terbuka pada saat itu. Gea mengekori atasannya dengan tawa sinis mengembang. Sudah ia pikirkan dengan matang pembalasan macam apa yang hendak ia lakukan pada Gara karena kemarin sudah membuatnya jadi upik abu. Berpenampilan seperti ini hanya gertakan awal Gea pada lelaki itu.
Kalau Gara saja bisa semena-mena dan sesuka hati memerintahnya melakukan hal aneh, maka Gea juga bisa melakukan hal serupa. Melakukan hal aneh yang tak pernah Gara bayangkan sebelumnya!
Tapi ....
"KITA MAU KE MANA???"
Kepala Gea sibuk menoleh ke jendela mobil di sebelah kanannya sambil memeluk boneka minion di tangannya erat-erat. Beberapa menit yang lalu ia masih bisa tersenyum ketika Gara mengajaknya untuk pergi, tanpa sekalipun membantah atau bertanya tujuan mereka ke mana. Gea sudah bisa menebak dengan pasti kalau Gara pasti hanya ingin mengerjainya seperti kemarin. Kalau bukan diminta sarapan, memang apa lagi coba?
Tapi, mobil bukannya melaju ke rumah Gara atau berhenti di sebuah tempat makan. Lalu lalang kendaraan di sekitar mobil mereka merayap dan berduyun-duyun. Gedung-gedung pencakar langit dan bangunan mewah di sepanjang sisi jalan menyambut Gea seperti tengah menertawakannya.
Gea menatap sinis pada Gara yang bungkam saja. "Kita mau ke mana sebenernya?" Gea makin panik sekarang.
Gara tak langsung menoleh. Perhatiannya tengah tertuju pada kaca spion. Ia harus hati-hati mengemudi di area jalan raya yang padat begini. "Ke undangan pernikahan," jawab Gara dingin. "Salah satu klien yang pakai jasa katering kita, Ge."
Ada hal baik dan buruk datang di waktu bersamaan. Hal baiknya, Gara memanggilnya bukan dengan nama. Hal buruknya, tentang undangan pernikahan.
Tidaaakkk!!!
"Kamu ngajak aku ke undangan pernikahan?" Gea sampai melotot saat menanyakan kembali hal itu. Ia berharap salah mendengar jawaban Gara tadi.
"Iya. Aku mau ngajakin kamu ke undangan pernikahan, Ge," Gara menoleh pada Gea sebentar dengan senyuman lebar sekali, "sekalian survey kepuasan pelanggan sama produk katering kita. Entah itu soal rasa, penampilan, jumlah, harga, pelayanan, dan—"
"Kamu mau aku ke kondangan pake piyama begini???" potong Gea cepat seolah tak peduli akan apa yang dibicarakan Gara barusan.
Gara terkekeh tipis. "Emang aku yang nyuruh kamu pake piyama ke kantor? Kamu sendiri kan tadi yang mau!" Dia tergelak puas sekali.
Aish! Sialan kamu, Garaaa!!! Awas kamu!!!
***
"Buat dia malu, Ge. Buat dia merasa malu sampe gak mau lagi jadiin kamu asisten pribadi dia. Buat dia ilfil sampe jijik deket-deket kamu!"
Dua tangan Gea terkepal erat di atas pahanya sambil mengingat usulan yang dilontarkan Pramu semalam. Terdengar masuk akal dan mudah sekali, tapi ternyata cara mempraktekkannya jauh lebih sulit yang dibayangkan.
Setelan serba minion dengan rambut di roll sepertinya bukan cara afektif untuk membuat Gara ilfil padanya. Justru lelaki itu malah seringnya tertawa bahkan mengejeknya. Menjauh saja tidak! Dia sekarang malah mengajaknya ke acara pernikahan tanpa protes kalau setelah pakaian Gea tak cocok untuk datang ke acara tersebut.
"Kamu yakin pengen aku nemenin kamu ke acara pernikahan itu pake pakaian kayak gini?" Gea masih belum menyerah untuk membuat Gara tak mau dekat-dekat dengannya. "Kamu gak malu apa bawa-bawa asisten pribadi yang kayak badut begini?"
Gara melepas seatbelt yang melingkar ditubuhnya. Sebentar memandang ke luar jendela mobil, memerhatikan satu per satu orang mulai memasuki sebuah Hotel, sebentar kemudian ia menoleh pada Gea yang diakhiri dengan senyuman tipis.
"Buat apa malu? Aku tinggal bilang aja kalau kamu itu tamu hadiah spesial dari Molapar untuk mempelai pengantin."
"Kok jadi hadiah spesial sih?"
Satu ujung bibir Gara terangkat. "Buat ngebadut di depan tamu!" Tawanya keras sekali sekarang. "Udah ah! Ayo turun! Salah sendiri malah pake piyama buat ngantor. Tanggung aja rasa malunya sendirian!"
Gara sudah siap membuka pintu mobil ketika Gea tiba-tiba mencekal lengan bajunya. Menariknya cukup kuat sampai Gara batal membuka pintu mobilnya.
"Eh! Eh! Eh! Tunggu! Jangan dulu keluar! Kita ke butik atau mall dekat gitu buat beli baju baru. Aku mana mau ke acara undangan pernikahan pake setelan kayak gini. Kamu tuh harusnya nyari solusi buat bawahan kamu, bukan malah ngolok dia. Dasar tukang bully!"
Tatapan tajam yang dilemparkan Gea untuk Gara malah ditingkahi lelaki itu dengan senyuman. Bukan takut apalagi tampak marah. Gea merasa ia sudah membuat raut wajah paling menyebalkan saat ini, semata-mata agar membuat Gara marah bahkan sampai tak mau dekat-dekat dengannya.
Mana ada kan atasan yang mau deket-deket sama bawahan yang lagi marah? Bener, gak?
"Oke." Gara malah duduk kembali ke posisi semula. Ia bahkan memakai seatbelt-nya lagi. "Kita cari toko baju yang deket."
Gea sampai melongo mendengar tanggapan Gara atas dumelannya barusan. Bukan ini yang dimaksud Gea! Bukan ini reaksi yang ia harapkan!
Harusnya Gara itu marah, mengomelinya, bahkan melarangnya ikut masuk ke acara pernikahan! Kenapa Gara malah nerima ajakan Gea buat nyari baju baru?
Tak butuh waktu lama untuk mencari toko baju itu. Jaraknya hanya sekitar lima meter dari tempat acara pernikahan. Dalam beberapa menit, Gea sudah mengganti setelan piyamanya dengan setelan kebaya lengkap. Rambut lurus sepinggangnya tadi tampak sedikit bergelombang. Ia dengan hati-hati menuruni tangga depan toko sambil menenteng sebuah tas belanjaan karena sepatu hak tinggi yang juga harus ikut ia beli secara dadakan.
"Ayo berangkat!" seru Gea ketika jaraknya dengan Gara yang tengah bersandar di badan mobil semakin dekat.
Mendengar suara itu, Gara yang tadinya fokus memerhatikan Hotel yang hendak ia datangi tadi menoleh pada Gea. Matanya membeliak sempurna hingga nyaris tak berkedip beberapa menit lamanya. Bola matanya bergerilya memandangi sosok Gea dari ujung kaki yang tak lagi memakai sendal tidur bergambar minion sampai ujung kepala yang tak lagi dikhiasi alat roll.
"Wow!" seru Gara singkat.
Gea mendongak melihatnya dengan kening bertaut. "Wow apa maksudnya?"
Gara buru menggeleng dengan bibir melengkung ke bawah. "Enggak apa-apa. Ayo naik!"
Dengan susah payah Gea berjalan menuju pintu mobil di bagian kiri tanpa menyadari kalau Gara terus memerhatikannya. Sampai Gea lenyap ke dalam mobil, barulah Gara juga membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
Gara menoleh pada Gea dan malah kembali terpaku menatapnya. Bibirnya yang mendadak mengerucut tajam dengan pipi mengembang sempurna membuat Gara tak bisa mengalihkan pandangannya lagi.
"Kenapa kamu? Kok wajahnya cemberut kayak gitu? Ada masalah?" tanya Gara ingin tahu.
Terang saja Gea langsung menoleh pada Gara. Lengkap dengan wajah yang semakin kusut dan mata memicing tajam. Kalau bukan karena polesan bedak yang membuat wajah perempuan itu lebih cantik dari beberapa saat yang lalu, mungkin Gara akan buru-buru memalingkan wajahnya.
"Kamu!" kata Gea dengan rahang mengeras. "Gara-gara kamu tuh! Masalahnya itu kamu, Gara!" Ia membabi-buta Gara dengan pukulan. Berulang kali.
Gara yang tak terima dengan perlakuan itu tentu saja langsung mengunci tangan Gea yang beberapa kali sempat mendaratkan pukulan di bahunya. Ia sampai mencekalnya erat dengan dua tangannya. Saat hendak marah dan mengomeli perempuan itu, mulut Gara malah tiba-tiba tak sanggup mengatakan apapun. Ia terpaku dengan mata lurus menatap Gea yang berwajah kusut.
Lama sekali.
To be continued ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro