Bab 1 Nama Kamu Siapa?
"Sialan! Itu ... dia, kan?"
Gea memicingkan matanya, fokus menatap ke satu arah. Untuk memastikan saja kalau penglihatannya itu tak salah. Salah justru lebih baik.
Beneran dia!
Gea membekap mulutnya yang nyaris berteriak. Untung saja akalnya masih diberikan kesadaran kalau sekarang ia sedang berada di tengah kerumunan. Bisa kacau nanti kalau Gea tiba-tiba menjerit gara-gara melihat jelmaan setan.
"Mbak!" Teguran Lea, salah satu stafnya membuat Gea buru-buru mengatur ekspresi wajahnya yang terkejut beberapa saat lalu. Pura-pura seperti tak terjadi apa-apa. "Ganteng banget yah, Pak Gara. Dia beneran CEO baru kita?" Ia tampak begitu semringah. Kontras dengan raut wajah Gea yang malah kusut mesut. Mendengar Lea menyebut nama itu saja, ia merasakan seperti ada jarum yang tengah menusuki kepalanya. Bikin pusing!
Dari sekian banyak manusia yang pernah Gea temui, kenapa Tuhan malah mempertemukannya dengan si cowok bossy itu lagi sih? Sudah sebelas tahun berlalu. Ia bahkan sudah mengubur dalam-dalam kenangan di masa remaja yang tak menyenangkan untuk diingat.
Kenapa harus dia sih?
Gea berulang kali mengucek matanya, menajamkan pandangan ke arah sosok lelaki berkemeja abu-abu yang tengah menjadi pusat perhatian di ruangan itu. Ia masih berharap kalau sosok CEO baru Molapar itu bukanlah Gara yang dikenalnya. Semoga!
Tapi ... rambut ikal dan lesung pipi CEO itu tuh persis seperti ciri khas si cowok bossy yang Gea kenal. Nama mereka juga sama. GARA. Tapi, masa sih itu dia? Memangnya cowok berambut ikal dan berlesung pipi cuma si Gara yang dia kenal aja? Enggak, kan? Mungkin CEO baru Molapar ini Doppelgänger-nya si Gara kali! Dari nama sampai bentuk fisik sama persis. Ya! Bisa jadi, kan?
"Pasti bukan Gara yang itu." Gea mencoba meyakinkan diri. Berharap keliru menilai orang.
"Gara yang mana maksudnya, Mbak?" bisik Lea yang ternyata ikut mendengar gumaman Gea barusan.
Gea menoleh kaget sambil menggelengkan kepala. "E—enggak. Bukan apa-apa kok!"
Pertemuan yang sudah direncanakan sejak minggu lalu ini berlangsung cukup lama. Karyawan Molapar bergantian mengenalkan diri pada lelaki bernama Gara yang akan menjabat sebagai CEO baru bisnis katering makanan ini. Tak terkecuali Gea yang mau tak mau juga harus ikut memperkenalkan diri. Ia sengaja berada di barisan paling akhir, membiarkan siapa pun yang ingin mendahuluinya mengambil alih posisinya.
Semakin jarak di antara Gea dan lelaki bernama Gara itu dekat, keraguan dihatinya secara perlahan juga pupus. Senyuman khas lesung pipi Gara masih terekam jelas diingatan dan itu sama persis seperti senyuman CEO Molapar yang ada di depannya sekarang.
Sialan! Itu beneran dia! Kok bisa? Kenapa dia bisa jadi CEO di sini sih?!
Gea sudah bersiap berbalik, urung menemui CEO Molapar yang dikenalnya sebagai si bossy. Tapi ketika itu, mata Gara lebih cepat menangkap keberadaannya. Sekujur tubuh Gea seketika mematung, tersihir oleh tatapan kucing khas Gara.
"Dia gak akan inget aku, kan? Pasti gak kenal, kan? Pasti gak akan kenal! Aku bukan Gea yang dulu lagi. Dia pasti bakalan ngira aku ini orang asing. Ya! Aku kan udah banyak berubah sekarang, jadi dia pasti gak bakalan kenal aku."
Berulang kali Gea mengembuskan napas kasar, memalingkan wajah dari tatapan Gara yang tetap tak berpaling darinya, atau sesekali membalas tatapan itu dengan perasaan takut. Tepat ketika Gara mengulurkan tangan padanya, Gea tanpa ragu menerima uluran tangan itu cepat-cepat. Menyemai senyum tipis tanpa mengatakan apa pun, lalu buru-buru melepaskan tangannya lagi.
"Mohon kerjasamanya," kata Gara singkat.
Gea menganggukkan kepala. Tak mau bicara apalagi mengeluarkan sepatah kata pun!
Jangan bersuara Gea! Gimana kalau dia ngenalin suara kamu? Ayo pergi! Pertemuan ini berakhir!
Gea sudah siap memutar kakinya, hendak pergi setelah berbasa-basi dengan Gara sebentar. Agenda saat ini kan cuma perkenalan doang. Segitu juga cukup kali yah. Gak perlu tuh Gea terlalu banyak basa-basi sama si cowok bossy itu, apalagi sampai nanya-nanya keberadaan dia di sini. Tapi ....
"Nama dan jabatanmu?" Gara malah mengajukan tanya.
Gea menoleh kaget mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan Gara barusan memang sederhana, tapi entah kenapa mulut Gea begitu sulit untuk buka suara. Kakinya juga gagal melangkah pergi.
Ngapain sih nanya-nanya begitu segala?
"Sa—saya," Gea sampai tergagap, "manager bagian pemasaran, Pak." Sengaja melewatkan bagian menyebutkan namanya sendiri. Ia terlalu takut menyebutkannya! Bagaimana kalau Gara mengenalnya? "Mohon kerjasamanya juga."
Gea siap balik badan untuk mengakhiri percakapan menakutkan ini. Tapi tangan Gara tiba-tiba membentang di depan tubuhnya. Gea spontan diam, menjaga jarak beberapa senti dari tangan Gara.
"Nama kamu? Kamu belum menyebutkannya."
Gara mendesak. Jawaban karyawan satu ini beda dari yang lain. Pertanyaannya kan mudah! Gara cuma nanya nama dan jabatan! Kenapa perempuan ini cuma jawab bagian jabatan doang?
Sok misterius!
Di sisi lain Gea terpojok. Tangan Gara yang menghadangnya membuatnya jadi pusat perhatian. Tapi, Gea enggan juga menjawab pertanyaan Gara barusan. Gea takut kalau Gara mengenalinya!
"Halo?" Gara menegur perempuan berambut lurus itu yang diam saja ketika ditanya. Pertanyaannya kan tak sulit! "Nama kamu siapa, Mbak?" tanya Gara lagi.
Pantang menyerah!
Menjabat sebagai CEO baru di sini mengharuskan ia mengenal siapa karyawannya. Minimal nama mereka. Sebelum perempuan ini pun, para karyawan tadi lebih dulu memperkenalkan nama beserta jabatannya. Bahkan sampai menanyai Gara balik tentang hal yang tak penting.
Tapi perempuan satu ini kok sok misterius banget! Ditanya baik-baik malah menjawab seenaknya. Apa perempuan ini gak tahu siapa Gara di sini? Gak sopan!
"Mbak punya nama, kan?" Gara mati-matian tetap bersikap tenang. Menelan emosi dan rasa malu karena orang-orang di sana mulai memperhatikannya.
Cepat jawab, bodoh! Nama lo siapa? Sok misterius banget sih jadi orang! Mentang-mentang punya tampak cantik lo!
Gea menarik napas panjang. Memantapkan diri untuk membuka suara. "Ge—Gea," jawab Gea terbata-bata.
Gara terdiam. Tangan yang tadi membentang di depan tubuh perempuan yang akhirnya menyebutkan namanya itu langsung ia turunkan.
"Gea?"
Gara seperti teringat sesuatu. Nama itu tak asing di telinganya. DIINGATANNYA JUGA!
Gea? Kayaknya gue pernah denger nama itu? Kok kayak gak asing sih? Gea? Gea ... anak gajah?
Gea melirik Gara yang baru saja menyebut namanya dengan takut-takut. Kening lelaki itu tampak mengerut keras. Dua bola matanya memicing tajam ke arahnya seperti tengah mencari sesuatu. Memerhatikannya seperti hendak memangsanya mentah-mentah.
Tidak! Jangan sampai! Jangan sampai dia mengenaliku! Tuhan! Tolong! Buat si cowok bossy ini amnesia! Demensia lebih baik! Toloooonggg!!!
"Oh! Kamu si perut donat itu?" serbu Gara penuh semangat.
Gea terperangah kaget.
Sial! Dia mengenaliku!
To be continued ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro