Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(4) Di satu hari yang cerah. Di satu sekolah menengah atas.

"Farrel!"

Ketika satu seruan itu terdengar, bukan hanya sepasang mata yang berpaling dan menatap ke ambang pintu. Alih-alih ada sebelas pasang mata yang melihat ke sumber suara. Tapi, tidak termasuk dengan mata si pemilik nama.

Farrel membuang napas panjang. Tanpa perlu melihat ia jelas sudah tau siapa adanya yang menyerukan namanya sedemikian rupa.

"Ckckck. Permen karet Farrel muncul di waktu yang tepat."

"Untung rapat kita udah selesai."

Cengar-cengir, tanpa ada rasa berdosa sedikit pun, Esy masuk. Mengabaikan teman-teman mereka yang langsung bangkit dari kursi. Merapikan meja dalam hitungan detik yang singkat.

"Pak Ketos, kami duluan. Takut Si Permen Karet bete' kalau kami lama-lama di sini."

Ada tawa yang pecah. Itu jelas adalah Esy. Yang ajaibnya tidak merasa tersinggung sama sekali dengan perkataan tersebut.

"Makasih," kata Esy tanpa malu sedikit pun. "Kalian memang teman yang pengertian."

Mengabaikan teman-temannya yang keluar dari ruang rapat OSIS, Esy menarik kursi di dekat Farrel. Duduk di sana seraya melirik pada lembaran kertas yang menyita perhatian cowok itu.

Esy mencibir sekilas. Sedikit manyun ketika merasa dirinya tidak lebih penting dari pada proposal ulang tahun SMA mereka.

"Rel."

Memanggil Farrel, Esy membawa kedua tangannya untuk naik ke atas meja. Bertumpu pada siku, ia menopang wajah. Masih dengan tatapan yang terus tertuju pada Farrel.

"Farrel."

Dua kali menyebut nama Farrel, hanya satu deheman singkat yang Esy dapatkan. Tapi, tak apa. Respon ala kadarnya itu sudah cukup untuk menerbitkan senyum di wajah Esy.

"Kamu sibuk banget ya akhir-akhir ini?"

Farrel mengangguk. Merapikan proposal tersebut dan memasukkannya ke dalam satu map kertas.

"Pulang ntar bakal telat lagi?"

Farrel mengangguk lagi. Bangkit dan menaruh map tersebut di satu rak yang tersedia di ruang tersebut. Lantas sesuatu melintas di benaknya.

"Kamu nggak usah nungguin aku, Sy. Kamu pulang duluan aja."

Tentu saja Esy langsung menggeleng.

"Nggak. Aku bakal nungguin kamu."

Farrel membuang napas panjang. Bergeming di tempatnya berdiri, cowok itu menatap Esy dengan sorot putus asa.

"Mau sampai kapan sih kamu kayak gini, Sy?"

Mata Esy mengerjap. Memasang mimik sok polos, ia menggeleng. Berpura-pura tidak mengerti maksud pertanyaan Farrel.

"Maksud kamu ... apa ya?"

Farrel tentu saja tau kalau Esy tengah berpura-pura. Tapi, kali ini Farrel pikir sudah waktunya untuk ia mengakhiri semuanya. Jujur saja. Ada masanya Farrel merasa lelah karena terus diikuti oleh Esy ke mana-mana.

Lihat kan yang tadi? Bahkan teman-teman mereka sudah menjuluki Esy sebagai permen karet-nya Farrel.

Itu mungkin terdengar seperti lelucon. Dan mungkin maksud teman-teman mereka memang begitu. Tapi, pada akhirnya Farrel pun sadar. Bahwa sepertinya perilaku Esy sudah keterlaluan.

Bagaimana bisa Esy terus mengikuti Farrel? Apa cewek itu tidak merasa risih atau malu ketika teman-teman memanggilnya permen karet Farrel? Terlepas dari itu julukan lelucon, bukankah itu sedikit memalukan?

"Kamu sadar kan kalau kamu itu selalu ngikutin aku ke mana-mana?"

Farrel ragu kalau Esy tidak menyadarinya. Tapi, baiklah. Kalau Esy berpura-pura tidak mengerti maka Farrel pun tidak ada pilihan lain. Ia akan menjelaskannya.

"Dari dulu sampe sekarang," lanjut Farrel ketika ia tidak mendapati jawaban dari Esy. "Kamu itu selalu ngikutin aku. Dari kita tk, terus sampai masuk SD. Bahkan saat mau masuk SMP dan SMA, kamu pasti ikut ke mana aku daftar."

Bibir Esy seketika mengerucut. Tampak manyun, tapi ia tidak bisa mengelak dari tuduhan itu. Alih-alih ia justru mengangguk.

"Memang."

Suara lirih Esy membuat Farrel membuang napas panjang. Esy tampak menundukkan wajah. Dengan ekspresi murung yang seketika tercetak di sana, Farrel mendapati dirinya merasa iba juga.

Apa Farrel sedikit keterlaluan?

Setitik penyesalan pun hadir. Farrel sudah mengenal Esy dari kecil. Jadi tidak sulit bagi Farrel untuk mengetahui satu atau dua sifat Esy. Salah satunya adalah Esy memiliki perasaan yang lembut. Sama lembutnya dengan fisiknya yang mudah lelah.

"Tapi, mau gimana lagi, Rel?"

Esy mengerjap berulang kali. Mengangkat wajah dan lantas menatap Farrel tanpa daya.

"Kalau aku nggak lihat kamu sebentar aja, aku rasanya nggak bertenaga. Lemas kayak nggak makan setahun."

Mata Farrel terpejam dramatis. Ia kehabisan kata-kata.

"Sy."

"Ya?"

Sorot polos yang memancar dari sepasang mata Esy membuat Farrel kembali membuang napas panjang. Ia menyerah. Ironis, tapi sayangnya ia sudah hapal skenario ini.

Entah seberapa banyak dan bagaimana caranya ia mengatakan hal tersebut, Farrel yakin Esy akan memasang sikap masa bodo. Bahkan ketika Farrel memanfaatkan fakta orang-orang yang kerap mengolok-olok Esy dengan tindakannya itu, ia justru bergeming.

Esy tidak pernah peduli dengan tanggapan orang-orang ketika ia terus mengikuti Farrel ke mana-mana. Ia hanya menganggap itu sebagai angin lalu dan terus bertindak sesuai keinginannya.

"Rel?"

Suara Esy membuyarkan lamunan singkat Farrel. Matanya yang sempat kehilangan fokus untuk beberapa saat, berkedip sekali.

"Kamu mau ngomong apa?"

Farrel menggeleng. Tidak ingin menghabiskan tenaga hanya untuk rencana yang bisa dipastikan gagal.

Eh, tapi tunggu dulu. Ada sesuatu yang membuat Farrel lantas duduk kembali di kursinya. Dahinya sedikit mengernyit ketika berusaha mengingat satu gosip. Berita simpang siur yang sempat ia dengar beberapa hari yang lalu.

Sebenarnya Farrel tidak pernah memedulikan gosip ataupun hal-hal semacam itu. Tapi, mungkin ada pengecualian untuk kali ini.

"Ehm ... aku dengar-dengar kapan hari kamu ditembak sama Jojo ya?"

Farrel mencoba mengingat. Ia tidak akrab dengan cowok yang bernama asli Jonathan itu. Tapi, sepertinya ia tidak keliru mengingat berasal dari kelas mana cowok itu.

"Anak Bahasa."

Tuntas mengatakan itu dan berharap bahwa gosip itu benar adanya, Farrel justru dibuat bingung ketika mendapati Esy yang bergeming dan menatap padanya dengan mulut menganga. Farrel bertanya-tanya di benaknya. Apa ia ada salah bicara?

"Astaga, Rel."

Esy terkesiap. Menutup mulutnya dan matanya lantas membesar.

"Aku nggak tau kalau kamu juga dengar kabar itu."

Oh, ternyata Farrel tidak salah mendapatkan informasi. Sepertinya ada secercah harapan untuk cowok itu. Karena kalau Esy pacaran dengan Jonathan, bukankah itu artinya Farrel bisa terbebas dari tingkah polah Esy?

"Tapi, kamu tenang aja, Rel. Kamu nggak perlu cemburu."

Tunggu! Harapan Farrel dengan cepat hilang dan tergantikan kengerian.

"Maksud kamu?"

Esy tersenyum. Dalam untaian yang manis sebenarnya. Tapi, entah mengapa Farrel justru merinding karenanya.

"Tentu aja aku tolak."

Kali ini mata Farrel yang membesar. "Kok kamu tolak? Kan Jojo itu cowok baik. Perasaan aku banyak cewek yang suka sama dia."

Esy mengangguk dengan penuh irama. Dengan wajah yang tetap ditopang kedua tangannya, ia memasang mimik paham.

"Jojo memang baik. Memang banyak cewek yang suka sama dia. Tapi, masalahnya kan aku lebih suka kamu."

Farrel membeku. Bukan hanya tidak bisa membalas kata-kata Esy, kali ini ia merasa seolah jantungnya tidak berdetak lagi.

Entahlah. Farrel pun tidak akan mencoba untuk mengingat. Sudah sebanyak apa Esy mengatakan hal yang serupa.

"Kalau bukan sama kamu," ujar Esy dengan senyum manis yang kembali menghiasi wajahnya. "Aku nggak mau pacaran."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro