Penguasa Absolut
[isekai, reincarnation, cat]
Peringatan : cerita ini absurd luar biasa yang dipersembahkan sebagai hadiah ulang tahun Riona Desyca
–––––
Setiap makhluk memiliki kuasa atas dirinya. Namun, di antara mereka harus ada penguasa dan yang pantas berkuasa hanyalah aku.
***
Ketika ajal menjemput, tidak dikira akan seperti ini. Semua terjadi begitu cepat layaknya badai di tengah damainya siang hari. Cat hitam mulai memenuhi pintu rumahku. Tidak hentinya aku mengagumi warna itu. Rumah yang baru saja dibangun ini terletak di pinggir jalan, tapi suasana masih saja sunyi entah mengapa.
Di saat berlena, sebuah mobil sedan hitam kehilangan kendali laju dan menghantam rumah beserta diriku.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, kudengar suara asing seakan berbisik padaku.
"Engkau akan dilahirkan kembali sebagai sosok yang akan menaklukkan dunia!"
Langsung saja ajal menjemput.
***
Tidak disangka kematian akan tiba secepat itu. Bahkan beberapa utang belum juga dilunasi, tapi beginilah nasib.
Suara tadi membuatku merenung. Apa maksudnya? Akan jadi apa aku nanti? Kenapa harus menjadi penakluk dunia? Bagaimana caranya? Dia kira aku bisa melakukan itu semua dengan mudah dengan segala keterbatasan ini. Tidak mungkin aku bisa dan tidak mungkin pula akan semudah itu dilakukan. Kalau begini, seharusnya aku tetap di dunia dan mengecat rumahku.
Saat meratapi nasib, pandanganku yang tadinya gelap berganti jadi ruang megah terbuat dari beton lengkap dengan warna cat krem. Ditambah adanya gadis manis yang sedang berbaring di sisiku sambil terkikik. Rupanya dia baru saja menyentuh hidungku.
"Ih! Imutnya!"
Baru hendak memberontak, aku menyadari bentuk tangan yang aneh.
Apa?
Kenapa dipenuhi bulu putih? Kenapa pula telapaknya hitam? Kenapa aku begitu mungil dibandingkan gadis ini?
Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Isi kepalaku dipenuhi dengan rasa heran serta ketakutan, sedikit. Terlebih tidak adanya kejelasan atas semua ini.
Aku bereinkarnasi menjadi kucing!
Gadis ini jelas majikanku–tunggu, babu lebih tepatnya. Karena dia pasti akan tunduk kepadaku.
Ha! Aku sadar, inilah kekuatanku!
"Nyaw (Peluk aku)!" Aku mengeong.
Benar saja, gadis itu tersenyum dan mendekapku ke dadanya. Merasa nyaman, aku mendengkur.
"Imutnya!" jerit gadis itu sambil mempererat pelukan. Alhasil, aku tercekik.
"Meow (Lepaskan)!" Aku menjerit.
Dia serta merta melepaskanku.
Aku turun kemudian menatapnya. "Meow, ngeong ... Raw! Ngeow ... Ngaw ... (Sadarlah, engkau bukan majikanku. Sekali-kali tidak! Kau hanyalah alat bagiku dan aku tidak akan membiarkanmu menjadikanku sebagai budak!)"
Gadis itu diam. Dia kembali mengelus kepalaku.
Ah, segarnya.
Tanpa sadar, aku terbuai dalam belaiannya.
***
Payah! Aku dikalahkan oleh gadis itu!Seharusnya aku tidak tunduk kepadanya!
Ah, sudahlah. Akan kucoba lain waktu. Semua ini tidak bisa dipaksakan meski aku ingin ini segera terlaksana. Tidak semua makhluk dapat berkuasa tapi aku ingin melakukannya sekarang!
Dia telah pergi. Tanda aku bisa dengan leluasa menjelajah.
Aku langkahkan keempat kaki menuju jendela yang terbuka dan melompat. Di depanku terpampang kerumunan orang. Sebagian berdagang, mengobrol, bahkan sekadar melintas. Banyak sekali manusia, peluangku untuk mengendalikan mereka akan semakin besar.
Ha! Dunia sebentar lagi akan tunduk kepadaku!
"Eh, kucing!"
"Ih! Comel!"
Kerumunan gadis mendekat. Mereka langsung mengangkatku.
Menjijikkan! Beraninya mereka tersenyum selagi menghancurkan harga diriku!
"Eh, eh! Minta kucingnya!"
Seorang pemuda mendekat. Langsung saja aku diberikan kepadanya.
Bagus, dia akan jadi korban pertama yang ...
Apa yang dia lakukan?
Dia melipat kepalaku! Membentuk diriku layaknya bola!
"Dor!"
Dia berucap sambil menggulingkanku di jalan. Kepala menjadi pusing ditambah rasa malu tiada tara. Terlebih mereka justru menertawakanku.
Memalukan! Lihat saja pembalasanku nanti!
***
Menahan malu di tengah kerumunan sungguh tidak nyaman, terlebih ketika badanmu kini dipenuhi pasir kotor dari jalanan. Kucing manis yang tercoreng harga dirinya tidak mungkin menerima semua itu begitu saja.
Aku harus menemukan cara.
Harus ...
"Hei, kenapa dia?"
Kudengar suara anak perempuan dari seberang. Bukan, lebih tepatnya beberapa langkah saja. Kami berdiri di antara tanah sempit yang mengalirkan air layaknya sungai kecil.
"Eh, anak kucing!" balas perempuan di sebelahnya dengan antusias.
Kenapa aku dipenuhi gadis-gadis sekarang?
Tangan gadis itu mengarah padaku sementara temannya masih menatapku.
"Meow (Hei)!" seruku.
Jangan ... Jangan terulang lagi!
Dia meletakkanku di sisi mereka, tepatnya di seberang sungai kecil ini. Rupanya dia berniat menyeberangkan aku entah untuk apa, barangkali agar terkesan baik hati dan ringan tangan.
Kedua gadis itu berjalan menjauh, membiarkanku begitu saja.
Tunggu, sepertinya ini target yang cocok untuk membalaskan dendamku. Agar aku dihormati dan disegani. Harga diriku akan pulih dan aku akan menguasai dunia!
Aku melangkah mengikuti mereka. Kedua gadis itu akan jatuh dalam pesonaku. Aku akan menjadi penguasa absolut–
Hingga tubuhku tenggelam kembali dalam dasar sungai kecil itu.
***
"Dia sepertinya di ambang kematian."
"Sudah kubilang, kucing ini seharusnya tidak perlu diselamatkan, nanti susah sendiri."
"Sudahlah, kita telanjur mengangkatnya. Lagi pula, dia tampak lucu."
Begitu mataku terbuka, kulihat tiga orang wanita tengah mencuci badanku. Mereka mengusap bulu putihku hingga menyebabkan air yang merendam badanku menjadi cokelat. Entah kenapa aku tidak mampu bergerak untuk melawan apalagi menyerang mereka bertiga.
Ketiga wanita ini mengenakan pakaian layaknya pelayan istana. Tanda aku bisa jadi telah menarik begitu banyak perhatian. Apa ini pertanda baik? Tentu saja.
"Nah, sudah cantik kembali."
Tubuhku digosok menggunakan kain halus yang hangat. Belum lagi mereka memuji sambil mengeringkan badanku. Ketika badanku kering, mereka tersenyum memandangiku.
"Kucing ini terlalu lucu untuk ukuran kucing jalanan," komentar salah satu wanita.
"Bahkan kucing hias pun kalah akan pesonanya," sahut wanita lain.
Aku membusungkan dada, mereka entah memuji atau membeberkan fakta. Bagaimanapun, ini langkah bagus menuju tujuan utamaku.
"Sepertinya Tuan Putri akan menyukainya," komentar wanita itu lagi. "Lumayan untuk dijadikan hiasan kerajaan."
Wah, sepertinya harapanku melambung tinggi menyentuh nirwana.
"Mari kita coba." Temannya serta merta mengangkat dan mendekapku ke dadanya.
Aku dibawa mereka menuju tempat yang menyerupai lorong dipenuhi benda megah di antaranya lukisan maupun ukiran indah menghias dinding marmer, menciptakan kesan luar biasa dari depan. Berarti benar aku berada di tempat kaum ningrat, tidak bisa dipercaya memang, tapi aku layak menyaksikan semua kemegahan ini secara langsung.
"Oh, Tuan Putri!" sapa wanita yang membawaku. "Lihat apa yang kami bawa!"
Dari jauh terlihat wanita yang mengenakan gaun berwarna hijau laut mendekat. Meski terlihat tergesa, dia sanggup berlari dalam keadaan anggun. Aku mengakui, dia tampak manis.
"Oh, kucing kecil!"
Tanpa aba-aba, aku ditarik olehnya dan dibawa lari dalam keadaan kaki menjuntai. Membuat kedua kaki bagian depan terasa sakit terlebih karena berat perut yang menekan ke bawah.
Parah! Dia hancurkan harga diriku!
"Kucing! Kucing!" jerit sang Putri selagi berlari membawaku. Dia jelas telah kehilangan kendali.
Pandangan berputar. Dia membawaku layaknya saputangan yang dibiarkan berkibar di tengah serbuan angin. Jika seperti ini terus, aku akan gagal!
"Putriku!" Seruan dari seorang wanita terdengar.
"Ibu?" Gadis itu berhenti berlari.
Akhirnya siksaan ini berakhir. Aku langsung turun dari cengkeramannya dan duduk, mencoba menyeimbangkan diri agar tidak tumbang.
"Di sini rupanya." Wanita itu mengenakan gaun yang lebar dan panjang hingga menutupi seluruh kakinya. Sama seperti sang Putri, warna gaunnya serba hijau laut. Kemungkinan ini ciri baju anggota kerajaan. "Kucing dari mana ini? Kotor!"
Beraninya dia menyebutku kotor! Aku melotot tanda tidak terima. Dia membalas tatapanku. Menciptakan suasana hening sejenak.
"Ibu?" Sang Putri jelas merasa canggung dengan keheningan ini. Dia menatapku juga.
Aku tatap mereka berdua secara bergantian. Lucu sekali, mereka langsung saja diam ketika pandangan kami bertemu. Tanpa sadar bibirku melengkung hingga menampakkan taringku.
"Meow ... Meow ... Ngaung ... Ngeow! (Jangan pernah merendahkanku, hai Manusia. Sungguh kalian akan tunduk padaku dan selamanya aku akan berkuasa di atas kalian!)"
Keduanya menatapku. Pandangan tampak kosong. Detik itu juga, wanita tua yang kuduga sebagai ratu negeri ini mengangkatku.
"Daulat, Yang Mulia," bisiknya sambil membawaku menuju lorong istana lagi.
Semakin dekat menuju ruang singgasana, tempat berkuasa.
Baguslah, kalau sampai berani menjatuhkan harga diriku lagi, tidak akan kumaafkan.
Inilah saatnya bagiku menjadi penguasa absolut negeri ini!
***
"Hei, apa-apaan ini?!"
Aku dikejutkan oleh suara seorang pemuda ketika sedang bersantai di takhta berlapis paha Tuan Putri. Rupanya suara itu berasal dari seorang Pangeran yang bisa jadi saudara kandung sang Putri.
Aku menyeringai, memamerkan geligi tajam yang menghias bibirku. Namun, beberapa saat berlalu tidak ada reaksi darinya.
"Adik, kau biarkan kucing jalanan mengotori takhta Ayah?" tanya pemuda itu lagi.
Aku menatap sang Putri. Dia akan bicara untukku, karena jelas Pangeran tidak akan mengerti bahasa kucing.
"Ayolah, kucing ini sudah dimandikan dan jelas tidak akan mengotori istana."
Abangnya membalas lagi. "Kamu kira seekor kucing layak duduk di singgsana? Kita bahkan belum layak, apalagi makhluk itu."
"Dia layak." Adiknya membalas dengan datar. "Dia yang berhak berkuasa."
Pangeran berkacak pinggang sambil menggeleng pelan, dipikirnya sang adik sudah hilang akalnya.
"Di mana Ibu?" tanya Pangeran.
"Dia sedang mempersiapkan upacara pemahkotaan." Adiknya menjawab.
"Pemahkotaan siapa?"
Sang Putri menunjukku. "Dia."
Dapat kulihat wajah Pangeran merah padam, rahangnya mengatup, ditambah tangan yang dikepal, tanda amarah tidak dapat dia bendung.
"Cukup sudah!" Pangeran menarik pedang yang tersarung di pinggangnya. "Pemberontak itu tidak layak mewarisi takhta!"
"Meow!" Aku mengeong dengan keras hingga menggetarkan istana.
Menyertai itu, langkah kaki berirama terdengar semakin keras tanda mereka semakin dekat. Itulah pasukan yang kudapatkan secara sukarela karena kelucuanku.
Pangeran menatap sekelilingnya dengan tajam. Aku yakin dia tidak menyangka akan kebesaran kekuatanku. Terlalu merendahkan seekor kucing.
Begitu pasukan kerajaan berkerumun, mereka mengarahkan pedang pada Pangeran. Meski jumlah mereka tidak sebanyak jumlah keseluruhan pasukan kerajaan, setidaknya cukup untuk menjatuhkan Pangeran.
"Apa ini?" Pangeran menatap pasukan kerajaan yang mengepungnya. "Ada apa dengan kalian?"
"Tidak ada yang layak berkuasa," ucap salah seorang dari mereka. "Melainkan dia."
Semua jari telunjuk–kecuali jari sang Pangeran–mengarah padaku. Membuktikan kekuasaanku di atas mereka.
Aneh, kenapa sang Pangeran tidak tersentuh dengan kelucuanku padahal sebagian besar penghuni kerajaan telah tunduk kepadaku? Dia pasti pembenci kucing. Parah!
"Kami beri kesempatan untuk menyerah atau memihak kami," ucap sang Putri kepada kakaknya. "Kami akan menjamin keselamatanmu."
Pangeran menatapku dengan sinis. "Setelah apa yang Ayah perbuat, ini balasannya?"
Tiada yang membalas.
Aku mengeong, menyebabkan semua yang ada di ruangan kecuali si Pangeran, turut mengucapkan kalimat yang manusia itu pahami.
"Dia yang layak berkuasa. Dia penguasa sesungguhnya. Tidak ada yang berhak dihormati selain dia."
Pangeran berdecak. "Dia? Hei, kucing ini bahkan tidak punya nama dan gelar. Dia malah seenaknya mengambil hak orang lain."
"Meow ..." Aku mengeong dengan nada pelan.
"Kau sebaiknya menyerah." Putri menerjemahkan.
Aku kembali mengeong.
"Karena bagaimanapun kau pasti akan kalah. Kami akan menyelamatkanmu jika memihak kami."
"Aku? Tunduk pada kucing?" Pangeran tertawa. "Bahkan jika kerajaan ini runtuh pun tidak akan kulakukan!"
"Terlalu percaya diri," komentarku yang diterjemahkan oleh sang Putri.
"Kau berani mengendalikan pikiran saudari, kemudian ibuku, lalu pasukan kerajaan. Kau pasti tidak bisa mengalahkan Ayah karena di luar sana banyak yang tidak suka dengan kucing, termasuk aku, selaku pewaris takhta yang sesungguhnya."
"Kau terlalu banyak bicara," balasku. "Kenapa tidak coba tunjukkan kekuatanmu sekarang?"
Pangeran menyeringai. "Kau takut melawanku sendiri? Tunjukkan bahwa kamu layak berkuasa!"
Sang Putri berdiri, hendak melawan kakaknya demi aku. Tapi, karena aku merasa harga diri akan tercoreng karenanya, maka aku cegah gadis itu dan maju menghadap Pangeran dengan kepercayaan diri penuh.
Aku memang hanya seekor kucing, tapi aku tidak mungkin selemah yang dia bayangkan. Lihat saja, akulah yang layak berkuasa!
Pangeran menarik pedangnya dan menebasnya ke arahku.
Aku tidak akan kalah! Aku akan berkuasa–
Slash!
***
Pandanganku menghitam seketika itu juga. Semua mendadak hening bahkan tidak terlihat apa pun melainkan kegelapan.
Hei, apa aku mati? Atau sekadar dikurung? Di mana lagi aku?
"Kukira kamu belajar dari pengalaman," ucap suara yang pertama kali menyambutku di alam kematian. "Nyatanya kamu mati akibat injakan kaki sang Pangeran."
Aku tidak percaya ini! "Apa? Bukannya dia memegang pedang?"
"Dia berlari lalu tidak sadar jika badanmu lebih kecil dari bayi, akhirnya terinjak." Sosok yang tidak jelas rupanya itu menarik napas, tampak lelah dengan semua ini. "Memalukan. Seharusnya aku tidak memberimu kekuatan."
"Hei! Ini salahmu yang tidak membuat tubuhku sedikit lebih besar!" Aku membantah. "Kaukira bisa menaklukkan dunia dengan kekuatan sekecil ini?"
"Cukup!" bentaknya. "Kamu akan terlahir kembali sebagai kucing kecil biasa dan jangan bertingkah lagi!"
Semburat cahaya merasuki mata.
***
Aku dikejutkan oleh cubitan dari tangan seorang gadis.
"Ih, lucunya!" Dia mendekapku begitu erat hingga nyaris mencekik.
Argh! Hargaku diriku hancur!
"Eh, itu bayi kucing yang kemarin." Seseorang mendekat lalu menarikku kepadanya. Dia berputar pelan dan sukses membuatku mual. "Lucunya!"
Aku mendengkus. Apa seperti ini akhirnya? Sungguh memalukan! Penakluk kerajaan dan sekarang menjadi seekor kucing biasa tanpa kekuatan spesial.
Aku melompat dari pegangan manusia itu dan berlari. Tunggu saja pembalasan dariku!
TAMAT
Inspirasi : Kipli, kucing milik penjaga sekolah + ibu kantin, plus kesayangan satu sekolah (fotonya di bawah)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro