Bryan - Prettiest Liar
Aurora mengirimkan pesan untukku. Dia bilang hari ini izin dulu karena ada tugas kelompok yang mendesak. Aku memberikan izin karena kebetulan aku sedang kesal padanya.
Bagaimana aku tidak kesal? Dia telah menyakiti aset masa depanku!
Percayalah, yang kemarin lusa itu sangat sakit. Lebih sakit dari ibu-ibu yang melahirkan. Eh, tapi kan aku tidak tahu bagaimana rasanya melahirkan.... Ya, pokoknya itu sakit sekali! Sampai-sampai aku tidak bisa mengambil perbandingan yang lebih baik lagi daripada melahirkan.
"Belum matang juga?" tanya Sean mengecek daging.
"Sedikit lagi. Sabar." Aku membolak-balik daging merah di atas perapian.
Sekarang aku sedang menikmati late dinner bersama Sean di Myeongdong, tepatnya di sebuah tempat makan yang cukup privat.
Malam ini lumayan dingin. Benar-benar pas untuk makan sesuatu yang hangat seperti daging panggang atau sup. Aku dan Sean telah menghabiskan dua nasi kotak dan dua mangkok sup. Sekarang perutku kembali melolong melihat daging yang sudah hampir matang.
"Semalam aku melihat adegan mesramu dengan Hellena di Youtube," ucap Sean sambil mengecek daging.
"Ah.... Itu scene yang paling aku suka. Sayang sekali hanya sebentar," sahutku terkekeh-kekeh. "Aku malah berharap ada adegan yang lebih.... Ya, kau tau kan maksudku?"
Sean memperlihatkan poker face-nya padaku.
"Lain kali ikutlah casting film porno," sarannya datar.
Aku mengangguk-angguk. "Ide bagus. Setelah itu, aku akan ditendang oleh direktur dari agensi. Tamat sudah karir keartisanku. Saran yang sangat cerdas, Sean."
Sean menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar balasanku. Kemudian ia menatap daging panggang dan mulai mengguntingnya. Daging panggangnya sudah matang hingga kami mulai fokus makan.
"Kita harus berhati-hati," ucap Sean tiba-tiba disela-sela kunyahannya.
Alisku beradu. "Berhati-hati? Soal?"
"Attitude kita," jawab Sean. Ia berhenti sebentar untuk menelan makanannya, lalu mengambil teh hangatnya. Selesai minum, ia menatapku lagi. "Kita tidak pernah tahu berapa orang yang terpengaruh dan terinspirasi oleh kita. Kuharap kau tetap bisa mengontrol dirimu."
Aku tersenyum.
"Aku sadar itu. Sudah jadi risiko kita sebagai public figure. Yah, setidaknya kita bisa memberikan pengaruh positif bagi mereka dengan cara kita sendiri."
"Benar." Sean menimpali singkat sambil mengambil daging.
"Eh, tapi bisakah kita dibilang munafik?"
Sean batal memasukkan daging ke mulutnya. Ia memandangku dengan kening mengernyit.
"Munafik? Kenapa jadi munafik?"
Aku menggaruk kepala.
"Maksudku begini, kita terlihat hampir sempurna dan sangat baik hati di depan kamera atau fans. Sementara di belakang kamera, kita seperti ini," jelasku.
"Seperti ini bagaimana maksudmu? Kita tidak melakukan sesuatu yang jahat. Lagipula memang sudah seharusnya kita mengontrol sikap kita. Bukan masalah munafik. Tapi ada jutaan pasang mata yang akan menjadikan kita role mode, panutan."
"Ah, iya. Tentu saja."
"Tidak ada yang sempurna. Kau tetap dengan kekuranganmu dan aku dengan kekuranganku. Yang penting kita berusaha menampilkan yang terbaik untuk fans."
Tanganku menyumpit potongan daging. Sementara Sean kembali melahap makanan yang tadi belum sempat masuk ke dalam mulutnya.
"Sebaik-baiknya kita berusaha, tetap saja ada suara miring," ucapku sebelum memakan daging itu.
Sean tidak menjawab. Makananku jadi menganggur karena obrolan tadi. Aku kembali melanjutkan makanku. Kami diam dan sibuk mengisi perut, sampai akhirnya makanan itu habis. Setelah makan, kami berjalan-jalan di kawasan itu dengan wajah tertutup masker dan topi. Aku harap tidak ada fans yang mengenali kami saat ini.
Sean mengajakku masuk ke sebuah toko. Di etalase toko ini berjejer pakaian-pakaian keren dengan harga cukup murah. Ralat, murah untuk ukuran kantongku. Aku artis, ingat? Tentu saja uangku banyak.
Selain pakaian, rupanya toko ini memiliki koleksi topi beragam dari yang manly look, girly, hingga topi karakter hewan yang biasanya dipakai anak-anak. Tapi tentu saja ini bukan ukuran anak-anak. Topi itu memang dirancang untuk orang dewasa yang ingin tampil menggemaskan.
"Topi kucing? Untuk siapa?" heranku saat Sean meraih sebuah topi.
"Untukku sendiri."
Ckckckck! Aku pikir dia akan membelikan kado untuk seseorang. Dia ini tidak sadar umur sepertinya. Tapi tak apalah. Semua anggota grupku kan tampan, apalagi aku. Kami akan selalu pas mengenakan apa pun. Aku benar, kan?
"Ini bagus tidak?" tanya Sean mematut-matut dirinya.
Bibirku mengerucut sambil mengangguk-angguk. Jika aku melakukannya di depan fans-ku, pasti mereka akan berteriak histeris sambil memuji ketampananku yang menggemaskan. Hhhh.... Aku buang angin saja mereka tetap cinta. Apalagi melihat senyum menawanku.
"Kau mau tidak?" tawar Sean menyodorkan topi karakter kelinci.
"Tidak ada yang lain?"
Sean meletakkan topi itu, lalu mengambil sebuah topi karakter serigala.
"Ini bagaimana?"
Aku mengangguk-angguk. "Oke. Belikan."
"Hummm."
Usai membeli topi, kami memutuskan langsung kembali ke apartemen masing-masing. Tapi di tengah jalan, aku terperanjat melihat sesosok mahluk cantik yang sudah membuatku jengkel kemarin. Dia adalah Aurora Titania.
"Apa yang gadis itu lakukan di sini? Dia bilang ada tugas. Ternyata malah main," gumamku tanpa sadar dengan jengkel.
"Apa? Siapa?" tanya Sean heran.
Aku tidak menjawab karena terlalu fokus melihat gadis itu. Ia berdiri sendiri di tepi jalan sambil menyeruput minuman. Melihatnya yang santai seperti itu malah membuatku semakin kesal! Aku segera melangkah mendekatinya.
Di saat yang sama, seorang pemuda tinggi tegap dengan wajah bule mendekati Aurora. Aku nyaris mendelik melihat si bule itu. Dia tampan! Lebih tampan dariku! Yang membuat aku semakin kesal adalah si bule itu tersenyum pada Aurora. Keduanya tertawa bahagia satu sama lain. Hatiku tiba-tiba panas melihatnya.
That girl!!! Dia bilang izin karena ada tugas kelompok! Kenapa malah ke Myeongdong bersama pemuda bule?! Jadi maksud dia tugas kelompok itu adalah berkencan?!
Kekesalanku semakin naik kalau begini caranya!
Aku mengambil ponselku dari saku, lalu memotret keduanya.
Awas kau, Aurora!
🍓🍓🍓
Yang lagi hangout sama Aurora. Cowok Kanada. Sebut saja Levin.
®®®
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro