Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Aurora - 24

Setelah menunggu cukup lama di dalam mobil bersama manager yang bernama Nikolai, akhirnya acara musik yang dihadiri Bryan dan kawan-kawan selesai juga. Kami pun langsung meluncur ke tempat selanjutnya, yaitu gedung agensi mereka.

Ini pertama kalinya gue menjejakkan kaki di gedung agensi yang menaungi Bryan, Sean, dan lainnya. Saat ini gue tengah duduk di salah satu ruangan yang cukup privat. Ruangan itu diisi oleh, gue, Bryan, Sean, dan Pak Nikolai. Gue hanya terpekur sambil memikirkan nasib gue setelah konferensi pers nanti.

"Kalian ceroboh," ucap Pak Nikolai pedas.

Gue dan Sean membungkukan badan bersamaan sebagai tanda penyesalan.

"Maaf. Aku salah, Niko-hyung," kata Sean pelan.

Pak Nicholas memandang gue. "Aurora, kau punya akun sosial media?"

"Punya, Manager-nim...," jawab gue menunduk.

"Apa saja?"

"Hanya Instagram."

"Privat akunmu. Jangan menerima pertemanan dari sembarang akun. Tutup kolom komentar. Dan jangan ada member yang mengikuti akunmu. Paham?" perintah beliau ketus.

Gue mengangguk dengan takut-takut. "Sudah kulakukan semua, Manager-nim. Sejak awal tidak ada member yang mengikuti akunku."

Pak Nikolai mengalihkan perhatiannya ke Bryan. "Kau!"

Bryan tersentak. "Iya?"

"Kenapa kau tidak bilang kalau kau sudah punya kekasih baru?! Coba waktu itu kau bilang sejak awal, masalahnya tidak akan serumit ini! Sean tidak akan mengajak Aurora ke Everland!" tegur beliau yang membuat Bryan membungkukan badannya untuk meminta maaf.

Beliau menghela napas. "Ayo pergi. Sepuluh menit lagi konferensi pers dimulai. Jangan sampai terlambat."

"Maaf. Tapi aku izin pulang duluan, Niko-hyung," ucap Bryan.

"Kenapa malah pulang?!" heran Pak Nikolai.

Bryan menatap gue sebentar yang membuat gue menggigit bibir.

"Suasana hatiku sedang buruk," jawab Bryan pelan, lalu meninggalkan kami begitu saja.

Bryan, lo pasti nggak mau melihat konferensi pers itu, kan?

Maafin gue....

🍃🍃🍃

Kafe yang dijadikan tempat konferensi pers sangat ramai. Bukan hanya wartawan, para fans pun mengerubungi bagian luar kafe itu. Entah darimana mereka mendapatkan informasi tentang konferensi pers ini. Yang jelas situasi saat ini membuat detak jantung gue seakan mau berhenti. Gue nggak siap kalau tiba-tiba ada telur busuk singgah ke kepala gue. Serius. Gue nggak sedang berlebihan atau mengada-ada. Nyatanya fans gila itu benar-benar hidup di dunia ini dan gue takut kalau suatu hari nanti jadi korbannya.

Pengamanan luar biasa membuat gue merasa jauh lebih aman. Dengan menutupi sebagian wajah, gue berjalan tergesa-gesa. Kilatan kamera terlihat. Para fans mulai riuh. Gue semakin berdebar. Tiba-tiba seseorang menggamit lengan ini yang membuat gue menoleh. Sean yang tersenyum manis dan mendekatkan wajahnya ke gue. Perbuatannya itu membuat beberapa penggemar memekik heboh.

"Sudah kubilang, aku akan melindungimu," bisik Sean lembut.

Gue tersenyum hambar. "Terima kasih."

Sontak gue mendengar berbagai komentar dari fans yang ada di sana.

"Woah.... Manis sekali."

"Dia cantik."

"Mereka cocok!"

Komentar-komentar yang barusan gue dengar membuat hati ini mencelos. Gue bahagia karena masih ada fans yang peduli dan nggak mempermasalahkan idolanya menjalin hubungan spesial. Tapi perasaan sedih lebih mendominasi hati gue karena yang sebenarnya Bryan lah kekasih gue, bukan Sean.

Gue nggak sanggup membayangkan bagaimana perasaan Bryan kalau mendengar komentar-komentar barusan. Gue betulan nggak sanggup.

Wajah gue agak panas karena lampu menyorot sangat terang. Gue belum terbiasa dengan kamera-kamera itu. Gue pun hanya menunduk setelah melemparkan satu senyuman pahit—nggak peduli dengan pertanyaan-pertanyaan wartawan. Tugas gue di sini kayak pengantin. Cuma duduk diam dan menjadi pajangan sebagai pusat perhatian. Sementara Sean sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari media.

Diam-diam ada pertanyaan yang membuat gue tertarik.

"Bagaimana Aurora di mata Sean?"

Sean merangkul gue secara tiba-tiba yang membuat gue menoleh. Kemudian dia menatap gue dengan senyumannya yang luar biasa tampan. Gue sampai nyaris lupa membalas senyuman dia karena terlalu terpesona.

"Dia sangat baik, dewasa, perhatian, dan bisa merawatku dengan baik waktu aku sakit," jawab Sean dengan pandangan nggak lepas dari kedua bola mata gue.

"Dia juga bukan gadis yang manja. Dia menakjubkan dengan caranya sendiri. Dan yang terpenting, dia pernah menyelamatkan nyawaku dulu."

Sean berbohong untuk poin yang terakhir. Tapi sialnya, gue terpana. Sorot mata Sean telah sukses memporak-porandakan hati gue. Tapi dalam sekejap, bayangan Bryan menampar kasadaran gue.

"Jadi kalian sudah lama berhubungan?"

Pertanyaan wartawan lain membuat Sean mengalihkan perhatiannya dari gue.

"Sudah hampir dua bulan," sahut Sean masih senyum.

"Apa kalian tidak takut dengan tanggapan fans?"

Wajah Sean berubah serius. Dia terdiam sesaat, kemungkinan berusaha memilah kata agar nggak salah bicara. Repotnya jadi idol. Sean menghela napas dan kembali tersenyum.

"Sejujurnya aku cukup khawatir. Aku mencintai fans-ku. Aku bukan siapa-siapa tanpa dukungan mereka. Tapi aku harap, para fans menghargai pilihanku dan menghargai Aurora," ucap Sean menggantung.

Tiba-tiba dia berdiri dan membungkukkan badan cukup lama. Dia sampai merendahkan dirinya untuk meminta maaf. Hati gue sakit melihat Sean yang sampai segitunya demi melindungi gue.

Sean kembali menegakkan tubuhnya.

"Fans yang aku cintai, maafkan aku. Aku tahu, kalian kecewa dan marah dengan skandal ini. Tapi aku benar-benar memohon pengertian kalian."

Mata gue berkaca-kaca. Gue menunduk dalam.

🍃🍃🍃

Gue melangkah gontai ke apartemen Bryan. Konferensi pers hari ini telah menghabiskan energi gue. Gue capek secara fisik dan hati. Gue butuh Bryan sebagai obat gue. Gue butuh tahu apakah dia baik-baik aja atau enggak.

Gue membuka pintu. Nggak ada orang. Ayunan langkah gue pun tertuju ke kamar yang pintunya terbuka. Terlihat sosok Bryan sedang berdiri membelakangi pintu. Gue menghambur dan memeluk dia dari belakang.

"Bryan...."

Bryan terkejut dan segera berbalik sampai dekapan gue terlepas.

"Sudah selesai? Bagaimana? Lancar?" tanya dia seolah nggak terjadi apa-apa.

Gue nggak suka dia berlagak baik-baik aja begini. Gue maunya dia ekspresif seperti biasanya. Gue semakin tersiksa kalau dia menggunakan topeng untuk menutupi kesedihan dia.

"Kenapa kau tidak sedih?" protes gue menahan tangis.

Bryan mengerjap polos yang bikin gue tambah kesel.

"Kenapa kau tidak marah dan cemburu seperti biasanya?!" Gue semakin jengkel.

"Kenapa berlagak baik-baik saja, hah?! Kau sakit, kan?! Iya, kan?! Kenapa malah menanyakan acaranya lancar atau tidak?! Kau masih waras, kan?!" Akhirnya gue meledak juga. Dada gue nyeri hingga membuat air mata gue banjir. Make up gue luntur. Nggak apa-apa. Toh yang luntur bukan cinta gue buat Bryan.

"Sudah?" tanya Bryan pelan.

Gue terduduk di tepi ranjang sebelum mengangguk.

"Ada untungnya aku marah-marah?" lanjut Bryan.

Gue menggeleng.

"Aku tahu di mana harus menempatkan kemarahan itu, Aurora."

Gue semakin sesenggukan.

"Dalam situasi normal, aku mungkin akan marah-marah. Tapi kali ini tidak bisa. Justru karena masalah kali ini sangat serius, aku harus menahan kemarahan itu."

Bryan menempatkan dirinya di samping gue. Jari halusnya menyeka air mata gue yang membuat gue malah semakin sedih. Ia tersenyum. "Aku belajar dari masa lalu. Aku tidak ingin menambah bebanmu."

"Tapi hatimu...." Gue sesenggukan sampai nggak bisa melanjutkan kalimat.

"Hatiku memang tidak baik-baik saja. Tapi yang terpenting sekarang adalah menyelamatkanmu dari kegilaan fans. Beraktinglah dengan baik bersama Sean. Tidak usah pikirkan aku dulu."

Dan untuk ke sekian kalinya, hati gue perih. Sangat perih. Gue nggak mengira kalau menjalin hubungan dengan orang yang dicintai bisa sedemikian rumitnya. Andai gue bisa memilih, gue nggak ingin menjatuhkan hati ini ke dia.

-Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro