Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Aurora - 23

Yang nggak tau cara nge-vote, gue kasih tutorialnya dulu:

1. Liat bagian kiri bawah.

2. Ada logo BINTANG KECIL.

3. Angkat jempol kalian.

4. Turunin jempolnya di logo bintang.

5. Chochol pelan-pelan aja. Kalo terlalu keras ntar jebol layar hp-nya.

6. Tunggu sampai warna bintangnya jadi oren.

7. Kalo udah oren, kelar.

🌹🌹🌹


Saat pintu apartemen terbuka, Lisa langsung menarik gue dan segera menutup kembali pintu dengan cepat. Gue melepas masker serta topi milik Bryan dan menghempaskan diri gue di kasur. Jangan membayangkan kalau apartemen gue dan Lisa itu luas dan lengkap dengan ruang tamu, ruang makan, dan berbagai ruang lainnya. Apartemen kami hanyalah sebuah ruangan standar berisi ranjang, lemari, meja belajar, kursi, dan kulkas kecil. Nggak terlalu sempit tapi cukup luas untuk ukuran kamar biasa.

Lisa menyusul gue. "Lo udah liat foto di internet?"

"Gue nggak mau liat," jawab gue menerawang.

"Good choice. Mungkin lo bakal nangis baca komentar dari nitizens."

"Gue tahu. Lagian gue malu liat foto begituan...," ucap gue lalu bangkit. "Gue mau ke gedung agensi Bryan."

"Mau ngapain?" tanya Lisa heran.

"Tadi gue, Bryan, dan Sean udah mikirin solusi buat mengatasi skandal itu."

"Apa solusinya?"

Gue menunduk pelan sambil mengayunkan kaki gue. "Gue harus pura-pura pacaran sama Sean...."

Lisa melotot.

"GILA AJA LO!!! KENAPA NGGAK KONFIRMASI PACARAN SAMA BRYAN???!!!"

"Nggak bisa, Sa. Kalau gue konfirmasi pacaran sama Bryan, itu bakal dua kali lebih bahaya buat gue. Gue bakal kena bully dari fans Bryan dan juga fans Sean."

"Tunggu! Gue nggak paham. Maksudnya gimana nih?"

Gue menghela napas.

"Gue kena bully fans Bryan karena gue pacaran sama idol mereka. Gue kena bully fans Sean karena gue jalan bareng dan adu bibir sama idol mereka. Ya walau faktanya, gue sama sekali nggak kissing sama Sean," jelas gue.

"Jadi lo milih yang minim risiko?"

"Siapa pun bakal memilih jalan yang sama."

Lisa tertawa pelan yang gue sama sekali nggak paham arti tawa dia.

"Kalian bertiga tuh lucu, ya," kata dia pelan.

"Gue merasa konyol." Gue kembali menghela napas, lalu mencepol rambut. "Gue mandi dulu. Mau siap-siap."

"Leher lo kenapa?" selidik Lisa yang membuat wajah gue mendadak merah padam. "Lo juga bau alkohol."

Gue enggan menjawab dan memilih untuk buru-buru ke kamar mandi. Sebetulnya nggak masalah kalau ketahuan oleh Lisa. Dia nggak terlalu mempermasalahkan gue melakukan apa saja selama bisa bertanggung jawab atas pilihan gue sendiri. Tapi gue yang malu banget.

"Lo habis dientup Bryan, ya?!" teriak Lisa dari luar kamar mandi.

"Berisik!!! Gue lagi poop!!! Jangan merusak konsentrasi gue!!!"

"Lo yakin mau ketemu media dengan leher kayak gitu?! Mikir, Ra!!! Mikir!!! Nama lo makin jadi gosip panas yang ada!!!"

Seketika wajah gue pias. Lisa bener.... Gimana caranya gue nutupin ini?!

Gue segera menyelesaikan acara gue di kamar mandi. Gue mengenakan handuk dan menemui Lisa yang sedang sibuk membaca buku.

"Lo punya baju turtleneck, kan? Gue pinjem. Punya gue kotor," pinta gue dengan wajah memelas.

Lisa mengarahkan dagunya ke lemari. "Cari sendiri."

Gue melesat dan mencari baju yang bisa menyelamatkan harga diri gue. Nggak butuh waktu yang lama buat gue untuk bersiap-siap. Gue bukan cewek yang heboh soal make up, soalnya gue nggak jago pakainya. Dandanan gue standar. Masih berkutat di BB cream, bedak, dan lipstik aja.

Lisa meletakkan bukunya. Dia menggeleng-gelengkan kepala melihat dandanan gue yang sederhana.

"Kenapa?" tanya gue bingung.

"Lo tuh mau ketemu orang-orang yang wow. Bedain dikitlah sama make up sehari-hari. Pake lip gloss, blush on, eye shadow, sama eyeliner. Lo nggak usah pake maskara. Bulu mata lo udah ngalahin bulu mata anti badainya Syahrini," ceramah Lisa panjang lebar.

Dia bangkit dari ranjang dan menghampiri gue. "Sini gue pakein."

"Makasih," ucap gue.

Tangan Lisa bekerja di wajah gue dengan lincah. Sahabat gue itu emang punya kemampuan merias yang cukup baik. Gue nggak perlu khawatir terlihat menor karena Lisa adalah penganut Korean make up yang natural looking atau bahasa kerennya no-makeup makeup.

"Sekali-kali lo ajak gue ketemu cowok lo dong. Masa gue cuma bisa denger namanya doang. Apa gunanya sahabat gue pacaran sama artis?" Lisa terdengar menyindir gue.

"Nanti gue usahain. Lo tau sendiri kan dia sibuk buat comeback...."

"Lo perlu ngenalin gue ke dia. Biar kalau ada apa-apa, dia tau harus menghubungi siapa...," lanjut Lisa sambil memberikan sentuhan terakhir di wajah gue.

Kalimat itu telah membuat gue berpikir dalam. Apa yang Lisa bilang sangat lebih dari benar. Apalagi sekarang situasinya sudah berbeda. Wajah gue sudah terekspos. Hidup gue nggak akan setenang dulu. Pasti banyak haters, fans gila atau immature fans yang mengincar gue. Gue jadi teringat kasus artis yang mengalami kecelakaan sampai meninggal. Konon katanya, itu akibat ulah fans gila. Mengingat itu, gue malah ngeri sendiri.

Ponsel gue berbunyi. Bryan menelpon gue.

"Halo."

"Aku sudah di depan apartemenmu," ucap Bryan.

"Baik. Aku turun."

Gue mengakhiri sambungan, lalu menarik napas dalam-dalam. Hati gue nggak tenang....

"Hati-hati, ya...." Lisa mengelus punggung gue. Nggak biasanya dia lembut gini. Kelembutan dia hanya akan keluar di situasi yang sensitif.

Gue mengangguk. "Gue pergi dulu. Doain gue masih pulang dengan utuh."

"Nggak usah lebay," decak Lisa menoyor kepala gue.

Gue nggak berkata apa-apa lagi dan melangkah dengan pikiran kacau. Sesekali gue membenahi rambut dan letak topi agar bisa menutupi wajah dengan lebih baik. Gue nggak mengenakan masker karena nggak mau make up gue menempel di sana. Oke, gue bodoh karena masih memikirkan keparipurnaan make up gue di saat seperti ini.

Langkah gue mendekati sebuah mobil putih yang sangat gue kenal. Itu adalah mobil mahal milik Sean. Gue segera memasuki mobil itu dan duduk di samping Bryan di jok tengah.

"Au-yaaaa...," sapa Loey dari jok depan yang mengagetkan gue.

"Loey?! Kau juga ikut?!" heran gue.

Loey tersenyum. "Jadi, skandal dengan Sean Sebastian, tapi berhubungan khusus dengan Bryan Byun, hum???"

Sialan! Sekalinya ketemu dia malah menyindir gue. Rasanya gue mau menggadaikan muka aja. Sumpah, gue malu....

Bryan memandang gue.

"Kau cantik sekali," ucapnya pelan.

"Terima kasih. Kau juga tampan," balas gue dengan wajah merona.

Perasaan malu tadi ambyar begitu saja saat suara lembut Bryan memuji gue. Suara indah dia melesat jauh ke dalam lubuk hati gue dan memunculkan sensasi indah serta getaran kebahagiaan di sana. Gue bahagia karena dia masih sempat memberikan perhatian meskipun gue terkena skandal dengan Sean. Sederhana, tapi mampu membuat gue terbawa perasaan.

"Aw! Aw! Aw! Kalian manis sekali," goda Loey dengan senyum lebarnya.

Pipi gue merona lagi. Kayaknya gue salah jawab deh....

"Kita berangkat," ucap Sean dengan wajah super datar.

Sepanjang perjalanan, Sean membisu. Entah apa yang dia pikirkan. Sementara itu, Loey sibuk memberikan pengarahan bagi gue. Katanya, gue cukup diam aja nanti. Biar Sean dan agensi yang bicara. Di tengah pengarahan Loey, jari halus Bryan menggenggam jari gue. Darah gue berdesir. Hati gue rasanya menghangat, tapi juga sakit. Genggaman dia menguat yang membuat gue menoleh sehingga Loey menghentikan ocehannya.

Bryan memandang gue lekat. Dada gue bergemuruh. Tiba-tiba dia mengecup kening gue dengan dalam. Sangat dalam....

Without a word you gave me your love....
You made me hold my breath....


Hati gue perih. Why does it hurt so much???

Bryan tersenyum. "Jangan menangis. Nanti riasanmu luntur. Aku tidak mau kekasihku terlihat kacau di depan kamera."

What should I say next, Bryan??? It's killing me....

Gue memeluk Bryan dengan erat. Setengah mati gue menahan tangis.

"I'm so sorry...," bisik gue.

-Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro