4|Riku yang Aneh
"Jadi... kemarin saat kami baru pulang kerja."
Flash back
IDOLISH7 baru saja kembali dari pekerjaan individu mereka, secara kebetulan mereka bertemu di depan dorm tempat tujuh orang itu tinggal.
"Entah bagaimana kita malah bertemu disini." Riku berucap sambil memberikan senyum lebarnya. Yang lainnya mengangguk setuju.
"Ini adalah takdir. Yosh kita dipertemukan oleh takdir, Mitsu bawakan aku beer." Yamato berbicara asal, alhasil ia mendapat tanda sayang di pipinya dari Mitsuki berupa cap merah berbentuk tangan.
"Kau pikir aku pelayanmu ha?!"
"Nii-san bukan pelayanmu, Nikaido-san."
Dua Izumi menjawab secara bersamaan. Yamato yang di tatap hanya mengibaskan tangannya lalu merangkul Riku. "Yosh ayo kita masuk! Aku sudah lapar." Katanya sambil membawa Riku masuk ke dalam dorm mereka.
"Ouuu aku ingin menonton setelah makannnn." Nagi berteriak heboh, ia menyeret Tamaki yang disinyalir akan menjadi korbannya kali ini.
"Iiya da! Tidak mauuuu, Sou-chan tolong akuuu." Teriak Tamaki sambil berusaha meraih Sougo yang hanya tersenyum melepaskan kepergian Tamaki dari dunia ini. Bukan bukan, dari hadapannya yang benar.
"Selamat jalan Tamaki-kun."
Nagi dengan semangat membara menyeret Tamaki. Mereka akhirnya menghilang, masuk ke dalam dorm. Kini hanya kakak-adik Izumi dan Sougo saja di luar. Sougo menatap keduanya yang masih berdiam diri.
"Yosh aku akan memasak banyak kali ini." Mitsuki berkata dengan sangat bersemangat.
"Akan kubantu nii-san."
"Aku juga akan membantu."
Iori dan Sougo berkata bersamaan. Mitsuki yang mendengar itu tertawa lalu merangkul keduanya. Mereka masuk ke dalam dorm mereka yang kecil. Yamato sudah berada di sofa panjang, rebahan di sana dengan sekaleng beer yang ia ambil dari kulkas, Riku berada di sofa yang ada di seberang Yamato.
“Nanase-san, lebih baik kau mandi duluan saja. Kami akan menyiapkan makan malam.” Iori berucap sambil berjalan membuka kulkas. Mengambil sebotol air dan menuangkannya pada gelas yang ada di dekat sana.
“Mouu izinkan aku membantu kali ini. Janji tidak ada yang pecah.” Riku berucap dengan tatapan yakin. Berbeda dengan yang lain, mereka menatap tidak yakin.
Iori menghiraukan. Ia meneguk air dingin Itu, menikmati sensasi dingin saat air dingin itu berjalan lolos melewati tenggorakannya yang terasa kering. Ia menatap Riku dengan pandangan mengejek.
“Yakin bisa? Terakhir kau juga bilang begitu tapi... 7 buah piring.”
Jleb
“5 gelas, dan 3 mangkuk pecah.”
Jleb
“Ditambah dengan sepanci sup yang Nii-san buat, sebotol tabasco milik Osaka-san dan beberapa botol ou-sama puding milik Yotsuba-san.”
Jleb
Bagai anak panah, ucapan Iori menusuk Riku dari segala arah. Riku menatap Iori yang tersenyum mengejek ke arahnya. Demi apa ia kesal saat ini. “Anak ini.... ingin aku hajar saat ini.”
“Hee... memangnya kau bisa?” Iori membalas dengan senyum mengejek lagi.
Riku sudah berdiri dan mencak-mencak sendiri mendengar kata-kata Iori. Dengan hentakan kaki kesal Riku pergi dari sana dan menuju ke kamarnya.
Yamato melirik Riku dengan pandangan iba. Ia merasa kasihan dengan Riku yang harus terkena omongan Iori yang nyata tapi pedas. Ia menoleh ke arah iori yang masih minum dengan tenang, menatapnya dengan tatapan antara tajam dan malas. Tipikal Yamato sekali.
“Ichi.... kau tadi agak berlebihan,” Ia manatap Iori dalam “Tapi terima kasih,” ucapnya sambil mengacungkan jempol. Lalu kembali merebahkan diri.
“Aku hanya mengatakan kenyataan.” Ujarnya. Yang lain tertawa melihat tingkah Iori dan Riku yang selalu bertengkar.
Jujur saja, disisi lain mereka bahagia karena dengan adanya Iori, frekuensi kerusakan yang Riku timbulkan menyusut. Iori hanya menatap mereka datar, merasakan sesuatu di saku celananya bergetar, ia mengambilnya. Seulas senyum simpul tercetak di wajahnya.
“Nii-san nanti aku kembali untuk membantu.”
Iori pergi dari ruang santai yang merangkap menjadi dapur dan ruang makan itu. Masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Yang lain mengintip dari pintu, mereka menatap bingung. Tak terkecuali Riku yang baru saja akan masuk kamar mandi.
Karena penasaran Riku mendekat ke kamar Iori dan menempelkan daun telinganya pada pintu. Mendengarkan suara Iori yang sedang menelfon.
“Sakura? Akhir pekan? Siapa Sakura yang dimaksud? Masaka... Sakuraku?” gumamnya
Riku kembali melanjutkan aksi mengupingnya. “Nani? Taman? Kencan? Tanggung jawab?!” Secara refleks Riku berteriak.
Pintu terbuka dengan keras. Hampir saja Riku tersungkur jika tidak hati-hati dan memegang dinding yang ada di sebelahnya. Disana Iori menatap Riku datar, “Ada apa Nanase-san?” Tanyanya.
Riku menatap Iori. Ia juga bingung bagaimana cara berbicara dengan pemuda yang ia anggap melakukan hal tidak senodoh pada Sakura-nya. “Kau... kau... kau melakukan sesuatu pada seorang gadis?” ucapnya dengan cepat.
Alis Iori tertarik untuk mengerut saat mendengar pertanyaan yang menurutnya aneh dari seorang Nanase Riku. Menggelengkan kepala pelan mencoba memaklumi sifat dari sang partner. “Kau bicara soal apa, Nanase-san? Melakukan Apa? Dan terlebih... untuk apa kau peduli?” Tanyanya.
Riku gelagapan sesaat. Berdehem pelan dan menatap manik kelabu Iori. “A-aku bicara soal gadis yang kau bicarakan. Kau... melakukan hal aneh ya?” memicingkan mata ,”Sampai ada kata bertanggung jawab.” Riku berucap. Dia menunggu reaksi orang yang ada di depannya.
Iori tambah mendatarkan wajahnya. “Kau membicarakan kouhai-ku? Lagi pula Nanase-san... bukankah aku menyuruhmu untuk mandi? Kenapa kau malah menguping?” Iori memberikan sentilan yang lumayan keras di kening Riku.
Riku mengaduh, mengusap keningnya yang terasa panas karena ulah tangan Iori. Menatap Iori kesal, ia menghentakkan kakinya ke lantai dan berlalu sambil mendumel. Membanting pintu kamar mandi dengan keras menimbulkan suara memekang telinga.
Iori tersenyum geli melihat tingkah partner yang usianya lebih tua setahun darinya itu. “Kawaii hito desu ne.. ah.. " mengangkat ponsel pintar yang masih ada di gengamannya. “Maaf, tadi Nanase-san sedikit berulah. Akhir pekan kita bertemu di tempat biasa, aku akan menunggumu.” Ucapnya.
Ia menutup panggilan telfon itu dan kembali masuk ke dalam kamar dengan senyum tipis yang terparti di wajah tampan sekaligus manisnya.
Sebuah kepala berwarna merah menyembul dari balik pintu kamar mandi. Wajahnya terlihat kesal, pipinya menggembung, ia kembali masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah semuanya selesai mandi, mereka memutuskan untuk makan malam. Mitsuki, Sougo dan Iori telah membuat makan malam untuk semuanya. Katsu dan sup miso hangat menjadi teman makan malam mereka kali ini.
IDOLISH7 makan dengan tenang sesekali bercanda ria. Setelah selesai makan malam mereka memutuskan untuk berkumpul sembari menonton televisi yang tengah menampilkan drama gabungan antara TRIGGER dan Yamato.
Drama tersebut berjudul Tsuki Akari atau cahaya bulan. Menceritakan kisah tentang pangeran bulan yang harus menyelesaikan sebuah misi rahasia di bumi. Di bumi ia bertemu dengan teman-teman yang akan membantunya mengurus para mutan.
Yamato duduk sambil meminum beer kesukaan dengan Mitsuki yang juga meminum beer berkat hasutan sesat Yamato. Di sofa seberang ada Riku dan Sougo yang menonton drama dengan sangat serius bahkan kelewat serius. Iori yang ada di sebelah mereka berdua hanya menatap datar.
Di lantai ada Tamaki yang duduk bersila dengan memeluk boneka ou-sama puding dan memakan ou-sama puding itu sendiri. Di sebelahnya Nagi juga memeluk boneka cocona kesayangannya.
“Tenn-nii keren sekali menjadi pangeran... gayanya sangattttt hebat.” Ucap Riku sambil mengepalkan tangan di depan dada-nya, bentuk rasa semangat. Sougo mengangguk dengan semangat. Keduanya kembali melakukan fanboying .
“Berbicara soal kerajaan yang indah dan bercahaya aku juga tahu satu kerajaan yang sama.” Nagi berkata sambil menatap ke arah televisi.
“Hee... kerajaan bagaimana? Apa kerajaan itu milik Nagicchi?”
Nagi menoleh ke arah Tamaki. “Chigaimasuuuu. Kerajaan itu ada di dekat Northmare desuu. beautiful kingdomdesu.” Ujarnya.
“Hee... ceritakan lagi, aku ingin tahu.” Mitsuki ikut bersuara. Kaleng beer yang sudah kosong ia letakkan di meja. Untung hanya sekaleng.
“Ouuuuuu Kerajaan itu juga bisa di sebut negara desu. Tidak sebesar inggris namun pengaruhnya sangat luas desuu. Aku Pernah kesana sekali, cuaca disana sedikit mirip dengan nortmare namun masih memiliki musim semi yang hangat walau tidak sehangat jepang.
“Rumah-rumahnya kuno, bertingkat seperti di inggris dengan warna yang di dominasi putih... Ouu mereka memang memiliki julukan negara putih desu. Setiap malam akan ada banyak lampu yang menerangi setiap sudut kota.”
Kali ini atensi semua member terpusat pada Nagi. Seseorang di sana tampak sedikit menyamankan duduknya.
“Ah! Aku paling ingat dengan festival musik di sana... akan ada banyak orkestra, pertunjukan seni, bahkan banyak idol yang ingin tampil di sana! Subarashi desu! Ada kabar, jika bisa tampil di festival bunga bulan, mereka akan melihat keajaiban desu.” Ucapnya dengan senyuman manis yang teroancar dari wajahnya.
“Keajaiban?” Tanya Iori, Yamato, Mitsuki, Tamaki, dan Sougo bersamaan.
“YES DESU!”
“Apa nama kerajaan itu, Rokuya-san?” Tanya Iori.
“Kerajaan Luciu desu. Kerajaan putih yang terkenal di Eropa utara.”
Riku tersentak pelan. Ia menampilkan senyum tipis saat Sougo menoleh ke arahnya bingung. “Iie daijoubu desu.”
“Oh ya! Aku dengar mereka memiliki seorang raja yang baik hati... Tapi sayang sang raja, ratu, dan dua pangerannya meninggal karena kebakaran di istana. Sekarang yang memimpin kerajaan Luciu adalah Edward, adik dari raja Kennent.”
“Tch”
Semuanya menatap ke arah Riku yang tadi berdecih. Wajah mereka terkejut. Seorang Riku yang selalu tersenyum lembut berdecih dengan wajah dingin.
“Nanase-san?”
Riku tersadar. Ia menunduk dan berdiri. “Aku lelah... Sebaiknya aku tidur duluan. Kalian jangan begadang, aku tidur duluan... Oyasumi.” Riku segara melangkah pergi meninggalkan enam orang di sana yang memasang wajah bingung.
Blam!
Pintu tertutup dengan keras. Semuanya terdiam.
Nagi menatap Riku dengan pandangan yang sulit di artikan. Helaan nafas pelan ia lakukan. Iori juga melakukan hal yang sama dengan Nagi.
✿✿✿
“Intinya ada yang salah dengan Nanase-san saat membahas tentang kerajaan yang aku sebutkan tadi. Apa Kujou-san tahu sesuatu? Tolong katakan padaku.” Iori mengakhiri ceritanya. Ia menatap ke arah Riku yang tertidur di ranjang rumah sakit.
Tenn hanya menatap datar, pandangannya dingin.
Iori dan Tamaki menunggu jawaban dari Tenn yang masih mematung layaknya patung.
Tenn beranjak dari duduknya. Ia berjalan ke arah pintu, berhenti saat sudah memegang gagang pintu. “Itu semua bukan urusan kalian. Kalian tidak perlu bertanya lebih lanjut.” Ucapnya dengan nada dingin. Ia pergi dari ruangan itu. Meninggalkan Tamaki dan Iori yang terdiam di tempat.
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro