Kenangan
Hari itu Desa Warrior begitu sunyi. Sesekali berselang kicau burung di setiap langkah kaki sepatu bot yang mendekat. Seorang pria berjalan mendekati rumah kayunya. Masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan, pikirnya selagi membuka pintu. Ia bersantai di atas ranjang, memandangi sebuah foto dalam pigura kecil di samping ranjangnya. Foto itu sudah tua. Warnanya kusam dimakan waktu. Seorang gadis cantik berambut coklat panjang tersenyum manis dengan gaun satinnya. Ia raih pigura itu dan mendekapnya.
Sudah bertahun-tahun ia pergi berkelana meninggalkan desanya. Perjalanan yang membawa ia pada terbentuknya dua negeri dan sebuah kebebasan. Walau kadang perjalanannya membawa ia pada masalah. Lagi-lagi masalah wanita. Begitulah resiko menjadi seorang pria tampan. Untungnya hanya ada satu nama yang selalu terukir pada sebilah pedang tua di sampingnya. Odessa. Nama itu yang membuatnya termenung di depan pigura. Sosok yang membuat wajah tampannya berubah sendu tatkala membelai wajah dalam bingkai. Kini Odessa hanya tinggal nama dan foto di samping ranjangnya.
Ia baru satu hari berada di kampung halamannya. Para penduduk desa mulai berkumpul di sekitar rumah kepala desa. Pasangan yang diberkati unicorn itu kini sudah menikah. Seorang bayi mungil nan lucu lahir begitu persis dengan ayahnya sewaktu muda. Sang kepala desa itu berbalik. Ia memanggilnya sembari bertanya.
"Tuan Flik, bisakah tuan memberikan nama untuk anak ini?"
"Aku sangat buruk dalam memilih nama. Aku bahkan tidak bisa menentukan nama samaranku di Greenhill dulu."
"Sayang. Apa kau sudah selesai memberi nama untuknya?" tanya sang istri yang tengah menyusui si bayi. "Eh Tuan Flik. Kapan Tuan datang?"
"Baru semalam. Selamat atas kelahiran anakmu."
"Apa Tuan punya saran untuk nama anak ini?"
Ia terdiam. Nama seperti apa yang cocok bagi anak itu. Ia tidak boleh sembarang menamainya mengingat ia anak kepala desa.
"Bagaimana dengan Clift?"
"Clift? Tuan ingin menamainya seperti pendiri desa kita?" tanya si kepala desa.
"Nama yang bagus. Semoga saja ia sekuat Tuan Clift dan tidak sepayah ayahnya."
"Sayang. Hentikan!"
"Kau bahkan tidak bisa melindungiku dari Neclord dan Siegfried. Suami macam apa kau ini?"
Kini sepasang kekasih kikuk itu sudah menikah. Di tengah perjalanannya, kabar gembira datang memasuki desa. Tengaar hamil. Kepala desa sebelumnya segera meminta mereka pulang. Di hari kepulangan mereka, warga bernafas lega. Mereka tidak perlu mendengar lagi pidato panjang lebar dari kepala desa lagi. Kini si-ayah-payah Hix yang menggantikan posisi beliau sebagai kepala desa. Itu terpaksa dengan pidato panjang lebar kepala desa yang meyakinkan ia agar mau menjadi kepala desa. Bukan akal-akalan istrinya seperti ujian unicorn dulu.
Delapan tahun berlalu semenjak Dunan bergabung. Genap sudah enam belas tahun ia pergi dari kampung halamannya. Banyak hal berubah di desa. Banyak anak-anak bermain riang di sekitar desa. Sumur dan pohon di dekat rumah kepala desa masih tidak berubah. Ia raba pohon yang kini bertambah tua. Dulu ia biasa bermain dengan anak-anak kecil di dekat pohon itu.
"Tuan Flik!" seru anak-anak yang berlari kegirangan mendekatinya. "Bisakah tuan ceritakan perjalanan tuan selama ini?"
Saat itu ia menjadi orang terkenal di kalangan anak-anak. Ia banyak bercerita hal-hal tentang petualangannya selama ini. Kisah tentang pembentukan Republik Toran tempat tinggalnya. Kisah tentang penyatuan Republik Dunan. Kisah lain selama ia melakukan perjalanan berkeliling dunia.
Seorang bocah lelaki kecil menjerit. Sosok besar mirip beruang membuatnya lari terbirit-birit. Kerumunan anak-anak buyar lalu berlindung di balik bahunya.
"Tuan Flik. Tolong kami. Ada beruang!"
"Apa-apaan ini! Anak zaman sekarang tidak tahu sopan santun!"
"Viktor. Hentikan. Kau membuat anak-anak ini takut."
"Rupanya kini kau bisa menarik anak kecil juga."
Anak-anak itu kini pergi bermain. Kedua kawan lama itu kini duduk bersantai di depan rumah orang tuanya.
"Apa kau sudah menemukan gadis yang kau cari?"
"Sayang. Sampai sekarang aku belum bisa menemukan gadis seperti Annabelle. Mau minum?"
"Tidak."
"Ayolah. Biasanya kau tidak pernah menolak minuman dari Kanakan."
"Aku tidak bisa minum di depan anak-anak."
"Kau berubah semenjak pulang."
"Semua sudah berubah. Kita sudah tidak muda lagi. Lihat di sana. Hix yang penakut itu kini menjadi seorang ayah."
"Bagaimana denganmu?"
"Entahlah."
"Apa kau masih memikirkan soal Odessa?"
Flik tidak menjawab.
"Sobat, Odessa sudah lama meninggal. Kau harus memulai hidup baru. Apa kau tidak ingin mencari gadis untuk menjadi istrimu? Lagipula siapa yang akan menolakmu. Kau itu tampan, hebat, dan seorang pahlawan terkenal."
"Aku tidak tahu."
"Ayolah. Kau ingin terus membujang seperti ini terus? Odessa bakal sedih sewaktu tahu kau seperti ini. Kau harus memulai hidup baru. Seperti halnya Hix yang kau ceritakan tadi."
"Aku harus mulai dari mana?"
"Ya ampun. Kau benar-benar payah dalam urusan wanita! Sini biar kucarikan untukmu. Kau ingin wanita seperti apa? Seorang bangsawan? Gadis belia? Wanita lajang seusiamu? Atau mungkin ... Nina?"
"Kenapa kau tiba-tiba membicarakan soal Nina? Aku tidak ada hubungan apapun dengannya."
"Dulu ia selalu mengejarmu setiap kali kau pergi. Seakan-akan dia tidak sekolah saja. Ia memang centil, manja, dan selalu berusaha menarik perhatianmu. Ia bahkan terus menunggumu sampai ia lulus. Kenapa kau tidak temui saja Nina? Siapa tahu Nina bisa membuatmu bangkit dan memang jodohmu."
"Ia mungkin sudah lulus. Aku bahkan tidak tahu alamat rumahnya. Lagipula Greenhill jauh dari sini."
"Tapi tidak ada kata jauh bagi cinta. Jika memang berjodoh, suatu saat nanti kalian pasti bertemu," ucap Viktor yang menenggak habis minumannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro