03
"Ohaiyyo Sekai Good Morning World.
Dentuman alarm menyalami hari buruk yang sedang berusaha kukubur dengan teramat berat. Menyadarkan atas kehaluan yang sedari tadi menderu akal. Sesal adalah teman, dan bahagia adalah musuhku di pagi hari ini.
Mungkin bagi beberapa orang, hari pertama bekerja merupakan memori terindah nan tak terlupakan. Tersimpan dalam lobulus interna hingga akhir waktu. Namun, aku bukan mayoritas orang. Hanya seorang Fana yang akan tergilas dan terlupakan dalam temaram sang kuasa, waktu.
Luapan bahagia yang teman-teman ceritakan bak ilusi bagiku. Suatu yang tak akan pernah kurasakan dalam hidupku. Menjadi berbeda tak selamanya buruk, karena perbedaan adalah apa yang orang lain tak dapat pupuk, entah sekeras apa pun mereka mencoba.
Pekerjaan pertama hanya menyeret langkahku dari satu kegagalan menuju kegagalan lainnya. Tempat di mana sang penjilat bertahan dengan teramat buas, dan aku mati karenanya. Tak ubahnya para penguasa.
Tirani kehidupan, bagaimana caraku menyebut ketidakadilan semuanya. Namun, hidup memang dirancang untuk tidak adil, bukan?
Ketika aku bahagia, jejeran para mantan akan bersedih. Begitu juga sebaliknya. Sederhana, bukan?
Bahkan langit yang melepas kungkungan atas jeratan para penguasa selalu memiliki dua sisi, baik dan buruk. Setidaknya untukku.
Hujan, setidaknya memendarkan ilusi, seakan ada seseorang yang melindungi tubuh rentaku dengan jaket parasut. Melindungi kepalaku atas titik-titik rintih dari sang langit yang baru saja patah hati. Aku basah karenanya, bukan tubuhku. Melainkan seluruh jiwaku, tumpah dari relung hati terdalam dan mengedar tiap jenjot-jenjot tipis pembuluh darah. Dopamin mendominasi akalku, mengambil alih fungsi utama hipotalamus. Inikah cinta?
Cinta? Kemunafikan tiada henti, sebuah rasa yang telah kubawa mati bersama dengan lelehan lara sang empunya langit, baik itu Gundala atau Thor. Entahlah...
Hujan, derasnya pertanda buruk bagiku, setidaknya sekarang. Di kala hujan aku melihat dengan kedua mataku bahwa ia 'lelaki yang mengajarkanku cinta' bergandengan tangan dengan wanita lain. Menganggapku mainan yang dapat dimainkan kapan pun ia mau. Seakan aku ini seonggok batu yang tak berperasaan. Aku ini pacarmu dahulu! Mantan sekarang!
Roda kan selalu berputar, tak henti-hentinya berpendar dalam kekelaman tiada tara. Menasbihkan luka yang terbungkus kefanaan bahagia. Hujan tak selamanya bahagia, ada jutaan luka yang terus menyanyat batinku, merobohkannya hingga terkubur rapat, menghilang, dan terlupakan.
Aku? Hatiku berkabut, cortisol mengendalikan nalar. Aku menyerah, aku tak pernah layak untuk bahagia. Cukuplah menjadi fana yang hidup atas rasa iba para pecinta di dunia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro