Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01

Pontianak, 01 Juli 2019

Cahaya, tempat di mana semua asa saling bertaut-taut. Memanggil harapan dan menyadarkan tiap mimpi yang terjadi. Membuatku terhempaskan akan realita dan kenangan pahit yang kukubur bersama bintang. Membawa pulang rasa yang telah lama kupendarkan dalam bejana memori, lagi.

Sinar yang datang bersama saka membuat siapa saja dapat menghapus duka, mengawali hari baru dengan semangat dan energi yang baru. Namun, tidak untukku. Bagiku, saka telah menghianati hadirnya aku, bersama dengan pilu yang tak ingin kubuka lagi. Entah untuk kesekian kalinya aku merintih kala saka menyapa bima. Menyapa dengan penuh kemunafikan dan akal bulus yang selalu aku benci.

"Fana...Fana...bangun Nak, ini hari pertamamu mengajar bukan!" teriak ibuku dari bawah tangga.

Aku berusaha untuk tak menghiraukannya. Mengasingkan dalam lobulus external hingga tak akan bersua oleh hipotalamus. Kembali kumemejamkan mata, membuai tiap hangat dan dinginnya ingatan dalam kehampaan, tidur. Tapi entah kenapa hipotalamus menolak untuk memejamkan mata, menyadarkanku bahwa ada hari besar yang telah lama kunanti. Sebuah pekerjaan tetap, setelah sekian lama menganggur pasca sumpah. Sumpah profesi.

Kabut memenuhi pikiran, bersemayam dan tumbuh subur bak musim penghujan yang akan segera menghampiri. Berkata dan mengutuk atas aku, dan semua masa lalu yang telah kubawa mati di hari itu harus terbangkitkan lagi. Tak ingin sekali aku mengingatnya, akan sebuah penghianatan yang terjadi, tepat di hari-hari penting kita.

Sial! Sial! Aku mengutuk akal yang sering kali mengingatkan akan hal tersebut. Begitu juga dengan naluri yang terus menipuku. Ia masih saja dengan senyum bodohnya memberikan refleksi kenangan manis yang terus menghujam jantungku. Membuatku tidak dapat bangkit, sederhana aku benci semua; akal, naluri, dan diriku.

Kebencian tanpa sebab, kebencian tanpa ujung. Kebencian akan wadah teruntuk 24 tahun napas ini bersenggama. Kebencian yang terus mengetuk disetiap napasku. Aku lelah, lelah untuk berusaha, untuk hidup, lelah! Bahkan seketika gravitasi menyadarkanku untuk segera membumi dan mengakhiri tiap titik lelahku.

"Hidup gini-gini amat!" gerutuku yang tak lelah dengan perhelatan batin tiada henti. Seakan tak ada hari esok untuk memikirkan semuanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro