Part 9 - Unik
"Sekertaris baru Raf?" Hilman masuk kedalam ruangan.
"Ya nggak baru-baru banget." Harusnya ini bukan pertama kalinya Hilman bertemu dengan Dara kan?
"Menarik."
Rafi mendengus. "Maksudnya?"
"Badan bagus. Pas, nggak berlebihan. Posturnya juga bagus. Wajahnya, polos nggak bermake-up tebal. Palingan dia cuma pakai lip gloss yang sedikit ada warnanya. Alisnya keren, alami. Padahal kata Nadya bikin alis itu lama dan susah." Hilman menjabarkan penilaiannya tentang Dara.
"Compare sama Martha, yang ini lebih unik. Luwes, nggak kaku. Sekalipun polos banget ngomongnya. Gue suka yang ini."
"Nggak ada yang pilihin dia buat lo. Dan dia disini hanya sementara, karena Martha lagi diculik Aimi."
"Nah, nah itu."
"Apa?"
"Sekertaris lo itu ada aura Aimi-nya. Sinar matanya kekanakkan tapi wajahnya dewasa. Hati-hati lo."
"Loh kenapa pakai hati-hati segala?"
"Lo kan sister complex. Terlalu sayang sama si kembar Aimi-Cynthia. Jadi hati-hati sama Dara. Gitu ya namanya? Namanya juga bagus." Hilman masih tersenyum aneh.
Rafi hanya menggeleng kesal dengan pembicaraan tidak penting ini. "Mandalika, gimana?"
"Hmmm...gue mampir sini mau ngobrol yang lain malah balik ke project."
***
Ini sudah hampir tiga minggu. Martha akan datang dua kali dalam seminggu untuk mengajarkan Dara langsung tentang pekerjaannya sekarang. Martha memang jagonya. Sikap wanita itu efisien, tegas, namun terkadang bisa berbasa-basi ramah. Martha juga menguasai empat bahasa. Jadi Dara sangat beruntung bisa langsung memilki mentor yang handal seperti itu.
Martha juga bilang bahwa kemampuan bahasa inggris Dara buruk sekali. Ya sebenarnya hal itu Dara sudah tahu karena itu dia berniat mengambil les bahasa inggris setelah dia dapatkan gaji pertamanya. Sementara ini, Martha meminta dia untuk mulai mendengarkan lagu-lagu bahasa inggris dan mencatat artinya. Itu cara yang lebih menyenangkan dan Dara langsung setuju.
Sedan gelap Rafi sedang berusaha menembus lalu-lintas kota. Dia melirik jam ditangannya dan merasa masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan meeting kali ini. Ada beberapa investor asing yang berhasil dia undang datang untuk rencana proyeknya tahun depan. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di tablet tipis itu. Sudah ada runtutan rencana yang ada di kepalanya.
Matanya sedang berputar keluar dan menangkap sosok itu didepan mobil. Gadis itu mengenakan head set di telinga, sedang menutup mata dan menggoyangkan kepala seperti mendengarkan sesuatu. Dia duduk miring dibagian paling belakang angkutan kota.
Pak Budi sang supir ingin mendahului angkutan itu. Tapi Rafi mencegahnya. Dia lalu melihat Dara turun dari angkot dan melanjutkan menggunakan ojek yang berjejer dipinggir jalan. Tanpa basa-basi Dara menarik roknya sedikit keatas agar dia bisa duduk dibelakang. Rafi masih memperhatikannya dari jauh. Entah kenapa, dia tertarik sekali dengan tingkah laku Dara.
***
"Kamu kenapa ngos-ngosan?" Rafi sudah berada di meja Dara.
'Pak Bos ini unik ya? Dia inget laporan keuangannya setahun lalu, tapi pura-pura lupa lagi nyuruh gue naik tangga tiga lantai minggu lalu.'
"Abis nge-gym Pak di mall sebelah."
Rafi mengernyitkan dahinya. 'Apa mungkin anak ini nge-gym karena tiba di kantor hanya selisih dua puluh menit darinya tadi?'
Dara memperhatikan wajah bosnya yang seperti berpikir. 'Ini orang nggak pernah bercanda kali ya selama hidupnya?'
"Saya habis olahraga betis dan kaki Pak. Karena Bos saya minta saya naik tangga tiga lantai pakai sepatu hak setiap hari."
Penuturan polos Dara membuat Rafi ingin tertawa sebenarnya, tapi dia tahan.
"Kamu kesini naik apa?"
"Helikopter Pak." Dia tersenyum jenaka.
"Jangan bercanda pagi-pagi."
"Bapak jangan sewot dong pagi-pagi."
"Pertanyaannya gampang Ra, kamu kesini naik apa? Bisa jawab aja?"
"Angkot, ojek, apa aja Pak yang penting sampe."
"Rumah kamu dimana?"
"Jauh Pak. Mesti pakai roket dan pakai passport ke tempat saya."
"Becanda mulu." Rafi mendengus kesal.
"Bapak sewot mulu."
"Dara kamu bisa nggak, nggak nyahutin saya terus?"
Dara mengangguk sambil tersenyum konyol. Tubuhnya lalu berdiri.
"Mau kemana?" Tanya Rafi.
"Ke hatimu Pak."
"Dara!!"
"Hehehehe iya iya Pak bercanda. Saya mau bacain Pancasila dan UUD 45."
Mata Rafi melotot kesal.
"Iya Pak, bacain jadwal Bapak maksudnya." Senyum Dara masih disana. Satu-satunya sekertaris yang berani menatapnya seperti itu dan juga menggodanya. Padahal anak ini baru bekerja untuknya beberapa minggu saja.
***
"Nat, kamu cekokin apa sih dia?" Rafi yang baru saja tiba dan duduk dihadapannya langsung mengomel.
"Siapa?" Sahut Nat santai.
"Itu si Dara."
"Emang kenapa dia?" Nathalia menyenderkan tubuhnya dikursi kerja. Tebakannya Rafi pasti mampir keruangannya sebelum jadwal meeting selanjutnya.
"Belum sebulan, dia udah jawab gue mulu. Terus dia berani ngeledekin gue coba."
"Ngeledek?" Ini menarik. Rafi ber-gue-elo berarti bos dan temannya ini sedang kesal sekali.
"Iya, tadi pagi gue tanya dia mau kemana. Terus dia jawab 'ke hatimu' sambil cengengesan nyebelin. Abis itu gue pelototin, dia bilang dia pingin ke ruangan gue bacain Pancasila dan UUD 45. Bikin kesal kan?"
Nat tidak bisa menahan tawanya. Wanita itu tertawa hingga hampir menangis. Dia bisa membayangkan bagaimana wajah Dara yang meledek Rafi.
"Dia tahu nggak sih kalau gue ini CEO. Nggak bisa dia seenaknya ngomong begitu sama gue."
Tawa Nat tambah keras. Setelah dia bisa menenangkan diri, Nat bertanya. "Terus mau gue pecat?"
"Lo udah ada gantinya?"
"Gue nggak cari."
"What?"
"Lah Raf, kan lo nggak bilang apa-apa lagi setelah Dara masuk. Apalagi ternyata dia bisa bertahan lebih dari dua minggu sama bos kaku macam lo. Padahal tebakan awal gue dia bakal nangis-nangis diminggu pertama dia minta keluar diminggu kedua. Mangkanya gue lihat dia dan lo betah-betah aja ya udah gue nggak cari."
Rafi menghela nafasnya tambah kesal.
"Raf, coba objektif. Kerjaannya Dara gimana? Apakah dia buat salah? Dia mengacau?"
Rafi berusaha mengingat semua. Nathalia ada benarnya, entah bagaimana bisa gadis absurd itu melalui minggu-minggu kemarin. Padahal menurut Aimi Dara sama sekali tidak punya pengalaman kerja sebagai sekertaris. Hanya gadis biasa yang sebelumnya membantu di panti asuhan milik adiknya itu. Tapi daya ingat dan daya tangkapnya luar biasa. Dara beradaptasi dengan baik dengan semua rutinitas kerja Rafi. Sekalipun ya, bahasa inggrisnya masih kacau dan juga dia belum bisa berdandan. Jadi Rafi belum bisa mengajaknya meeting di luar atau bertemu klien penting.
"Jadi? Gue pecat hari ini? Kayaknya dia yang bakalan seneng deh."
"Kok?"
"Ya dari awal dia sebenernya nggak percaya diri juga. Tapi gue semangatin dia."
"Iya terus kebablasan PD nya jadi nyebelin."
Nat tertawa lagi. Pintunya diketuk lalu kepala Dara menyembul.
"Siang Mba Nat. Maaf mengganggu." Tubuh Dara sudah masuk keruangan. "Bapak Rafi yang terhormat, meeting dalam tiga menit lima puluh delapan detik lagi dari sekarang."
"Tuh lihat, si menyebalkan dateng." Rafi berbisik pada Nat yang sedang menahan tawanya.
"Sekarang tiga menit empat puluh detik lagi. Waktu berjalan sampai ke ruangan meeting sekitar dua menit, jadi Bapak masih bisa berpamitan satu menit tiga puluh detik lagi." Dara melihat timer di tabletnya.
Rafi mengerang kesal sambil berdiri dari kursinya. Tawa Nat pecah melihat wajah Rafi yang pasrah dan Dara yang berekspresi datar seolah tidak ada apapun sambil berjalan mengekori Rafi.
***
Ini ceritanya muka Rafi yang lagi kesel sama Dara.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro