Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 4 - Namanya, Dara

Dia dipersilahkan masuk oleh Aimi, ke ruangan yang lumayan besar dan mewah sekali. Dari awal dia masuk ke gedung perkantoran ini, senyumnya sudah lebar sekali. Senyum heran dan miris antara percaya-tidak percaya. Ini bukan kali pertama dia masuk ke gedung perkantoran, dia pernah bekerja di gedung kantor yang lain, tapi sebagai tenaga bersih-bersih. Bukan staff atau karyawan. Bahkan posisi resepsionis saja sudah terlalu tinggi di awang-awang. Dia hanya punya ijazah SMA, jadi dia tahu diri.

Awalnya laki-laki itu berdiri. Memperlihatkan sosoknya yang sempurna. Dia pernah melihat sosok itu, sosok seperti setengah Dewa. Penampakannya seperti patung-patung Yunani yang dibacanya dari salah satu buku. Sosok yang terasa asing. Karena Dewa itu tinggal di langit kan? Sementara siapa dia? Dia bahkan bukan Cinderella, dia hanya tikusnya saja.

"Ini kakak saya Rafi. Kamu ngobrol sebentar sama dia ya. Saya tunggu dibawah." Aimi tersenyum padanya dan dia hanya mengangguk kecil. Tidak tersenyum, tapi juga tidak berani menekuk mukanya. Hanya kaget, heran.

"Nama kamu?"

Sosok berjas itu sudah duduk di belakang meja. Kenapa bisa pakaiannya dan rambutnya licin begitu, penampilannya tidak bercela. Dara menggelengkan kepalanya diam-diam.

"Daranindra. Dara Pak." Dia duduk dihadapan laki-laki itu yang wajahnya... 'Ya Tuhan, kayaknya waktu bagi-bagi muka dia dapet paling banyak porsinya. Kalau Tina tahu ada cowok model begini hidup beneran. Udah dilemparin kancutnya dia nih alias disantet.' Tiba-tiba dia tersenyum geli.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Maaf Pak."

"Umur?"

"23."

Dahi Rafi mengernyit karena merasa gadis ini berumur lebih muda daripada yang barusan dia akui. Mungkin karena pakaian dan wajah polosnya.

"Bisa komputer?"

"Bisa."

"Seberapa bisa?"

"Tergantung permintaan Bapak."

"Kalau saya minta kamu bikin kopi pake komputer bisa?"

Kali ini gantian Dara yang mengernyit heran. 'Sayang, ganteng-ganteng bloon. Masa orang disuruh bikin kopi pakai komputer.'

"Email, Ms Words, Excel, presentation, scheduler?" Laki-laki itu bicara dengan tidak sabar. Tubuh tingginya sudah berdiri dan bersandar di meja.

"Bisa Pak."

"Yakin?"

"Mau ditest Pak?"

"Kamu nantangin saya?"

"Loh nggak Pak. Saya hanya tanya."

Laki-laki itu menghela nafasnya. Gadis dihadapannya ini muda sekali dan tidak memiliki pengalaman yang layak. Jangankan pengalaman, CV saja dia tidak bawa. Tapi dia benar-benar membutuhkan seseorang untuk membantu mengurus jadwalnya sekarang juga.

"Pernah kerja?"

"Pernah. Paling bagus jadi kasir di minimarket, paling sering jadi SPG makanan di Jakarta Fair setiap tahun, yang lainnya hanya pekerjaan kecil."

"Kenapa berhenti kerja?"

"Ada keperluan keluarga Pak. Jadi harus berhenti." Tangannya diam-diam mengepal keras mengingat saat ayahnya pergi meninggalkannya sebatang kara karena sakit yang dideritanya.

Pintu ruangan diketuk. Nathalia masuk dengan anggunnya, ini membuat Dara sedikit mengkerut karena sadar benar dia tidak berasal dari dunia dongeng ini.

"Ada apa Raf?"

"Dara, itu kan nama kamu? Keluar dulu. Tunggu didepan."

"Oh iya Pak. Permisi Mba." Dara menundukkan kepalanya ketika melewati Nathalia.

Nat hanya tersenyum geli.

"Siapa? Keponakannya Tino orang GA?"

"Bukan. Ini gara-gara kamu kelamaan Nat. Proses aja dia dulu buat bantuin saya sementara ini, sampai kamu bisa benar-benar dapat gantinya Martha."

"Serius? Emang dia cukup umur dan bisa kerja?"

"Kamu yang harus pastikan itu buat saya. Saya nggak ada waktu lagi, ayah sudah tunggu." Rafi mendengar ponselnya berbunyi bip tanda jadwal meeting lainnya dalam beberapa menit akan dimulai.

"Oke."

***

Sore hari.

"Nat, mana si Dara?" Rafi sudah duduk lagi di ruang kerjanya.

Nathalia tertawa. "Raf kamu harus denger ini. Ini beneran lucu."

"Apa?"

"Jadi, tadi aku test dia nih. Kemampuan dasarnya bagus. Tulisan jelas, daya tangkap bagus, computer skill anehnya dia jago. Dan ingatannya luar biasa. Tapi ya dia nggak terlalu bagus bahasa Inggrisnya." Nat memberi jeda sebelum berujar lagi.

"Terus aku offering ke dia..." Nathalia tertawa lagi.

"Dia nolak?"

"Nggak, bukan itu. Dia beneran kaget banget. Kamu harus lihat tampangnya yang polos itu Raf. Aduh aku jadi nggak tega deh malahan." Nathalia masih tertawa.

"Loh emang kamu kasih dia segede Mila?" Ya gaji Martha sudah sama dengan gaji direksi di kantornya. Mila sekertaris ayahnya mungkin bisa dijadikan pembanding.

"Nggak, aku samain kayak level fresh graduate aja, nggak ada yang istimewa. Ya tambah tunjangan telpon, transport, standar personal assistant lah." Nat tertawa lagi. "Tunggu ini belum selesai."

"Terus?" Rafi bertanya penasaran.

"Terus dia bilang sama aku, kalau dia nggak bisa terima sebesar itu. Katanya aku suruh kasih setengahnya aja." Nathalia masih tertawa. "Dia nawar kayak di warung coba, dengan bahasa yang sopan sih tapi tetap lucu." Setengahnya Nat tersengal karena lelah tertawa.

Rafi hanya diam, serba salah. Dia yakin sekali gadis itu tidak akan cocok bekerja dengannya. Tapi prasangkanya itu berbenturan dengan kebutuhannya. Tangan Rafi sudah berada di pelipis memijat perlahan.

"Nggak ada yang lucu dari itu. Ngenes tahu nggak. Orang kayak gitu nggak akan tahan lama. Kita lihat aja." Rafi memberi jeda. "Minta dia masuk besok."

"Okey." Nat menyudahi telponnya. Sementara Rafi langsung menghubungi Aimi.

"Ayi what makes you think kalau anak tadi bisa kerja sama aku Yi?"

"Satu, dia bukan anak-anak Bang. Ya, tapi memang wajahnya polos dan seger sih. Jadi terlihat lebih muda. Dua, dia jujur. Tiga, win-win solution. Kamu hanya butuh pengganti sementara kan? Sekertaris bagus nggak akan ada yang mau posisi sementara Bang. Atau kalau ada yang mau, mereka minta gaji selangit. Itu kata Nat sebelum aku telpon kamu. Aku bantu kamu, aku bantu Dara, aku bantu Ibu Sri di panti. Everybody win." Aimi tersenyum diseberang telpon.

Rafi menghela nafasnya. Apa yang Aimi bilang ada benarnya, apalagi dia sendiri menambahkan background check requirement. Jadi hasilnya tidak ada. Sementara, jika dia bersikukuh menunggu Nat lagi maka dia akan menderita lebih lama dengan resiko jadwal-jadwalnya yang akan berantakan dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Ini seperti makan buah simalakama.

"Jadi Dara diterima kan?"

"Hanya karena aku lagi butuh. Bukan karena aku ingin. Thanks by the way. I call you later Yi, salam buat Tio." Rafi menyudahi hubungan ponselnya.

***

Nah readers, ini penampakan si Bapak El Rafi dan Dara.

Namanya, M. El Rafi Darusman (nama aslinya Hideo Muraoka ya kalau ada yang pingin tahu gambar diatas itu siapa). Anak tertua dari pasangan Sanjaya dan Evita Darusman. Kakak dari si kembar Aimi Cinanthya Darusman (Aimi/Ayi) dan Aini Cynthia Darusman (Cynthi).  Sahabat seumur hidupnya Brayuda Prayogo si gila itu. Umurnya sudah kepala 3. Belakangnya 3 tebak sendiri...hehehe.

Rafi itu menikah dengan pekerjaannya. Dia tinggal di salah satu hotel milik keluarganya (ini pernah dijelasin di A Hundred Rumors ya). Kaku, curigaan. Paranoid, nggak gampang percaya orang. Semua orang di background check. Sayang banget sama si kembar dan terindikasi punya sister complex (ini baru ketahuan setelah ketemu Dara). Nggak pernah punya pacar (kan udah dibilang nikah sama kerjaannya). Slogan Rafi yang terkenal dari awal 'I do what I need to do, not what I want to do.' Coba kita lihat ya Bang, bisa bertahan nggak tuh slogan.

Nah, yang ini udah pasti tahu semua. Wajahnya sederhana, tapi tidak membosankan (itu subjektif menurut gue doang kayaknya).  Lama-lama makin dilihat makin cantik. 

Perkenalkan, dia Daranindra. Yatim piatu dari umur belasan tahun. Dara itu periang. Daya ingatnya bagus sekali, akhirnya jadi bisa cepat belajar dan beradaptasi. Luwes dan bicaranya polos. Konyol tapi tetap sopan. Ya karena hidupnya sudah sulit buat apa ditangisi. Lebih baik tertawa kan? Kuat, dia bisa tahan didera sedemikian rupa.

Sekarang, gue tinggal lanjutin ceritanya ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro