Part 35 - Diawali dengan makan siang
"Ra, kamu nggak apa-apa kan?" Andre menatap Dara pagi itu di lobby hotel. "Saya semalam sudah tidur dan tadi pagi Ibu cerita."
"Baik Pak. Maaf sudah bikin khawatir."
"Loh jangan begitu. Kamu tanggung jawab saya juga Ra. Kalau kamu nggak nyaman dengan hotel ini, habis meeting kamu check out dan cari hotel lain saja, oke?"
Dara mengangguk sambil tersenyum. "Terimakasih Pak."
"Presentasi dan data sudah siap kan?"
"Sudah saya kirimkan by email ke Bapak semalam. Tapi nanti pakai laptop saya saja Pak. Saya bisa catat notulen pakai buku saja. Kalau boleh tahu kita meeting dengan siapa Pak?"
"Penjelasan gampangnya, ada perusahaan besar yang mau gandeng perusahaan saya. Mereka pegang mall-mall besar saja selama ini, tapi saat ini mereka pingin masuk ke pasar menengah kebawah juga. Mereka tertarik kerjasama dengan kita dan saya akan pastikan kerjasama ini menguntungkan untuk kedua belah pihak. Bagaimanapun ini usaha saya yang saya bangun perlahan. Saya nggak mau jatuh ke tangan perusahaan raksasa yang hanya mau menang saja."
Otak Dara langsung berpikir, mengkorelasikan. Perusahaan besar, pemilik mall, meeting di hotel ini yang pemiliknya adalah... 'Ya Tuhan. Apa dugaannya benar?'
"Apa Bapak tahu nama perusahaannya?"
"Darusman Group. Nama resminya saya lupa. Sudah yuk, ke ruangan meeting."
Dara berusaha menutupi debaran jantungnya sendiri. Kenapa selalu begini? Kenapa dia merasa selalu bertemu dengan orang yang dia ingin hindari?
***
Mereka sudah duduk diruangan meeting dalam hotel yang sama. Sudah ada tiga orang perwakilan dari Darusman Group dan tidak ada Rafi disana. Salah satu perwakilan adalah orang asing. Dara duduk disebelah Andre setelah selesai berjabat tangan dengan orang-orang itu. Dia berusaha menenangkan dirinya dan berusaha bersikap se-profesional mungkin.
"Ada yang masih ditunggu? Atau bisa kita mulai?" Andre membuka pembicaraan sambil tersenyum.
Salah satu orang melirik arlojinya. "Sebentar lagi."
Lalu pintu terbuka lagi, dan dia disana. Berjalan tenang diiringi Martha.
"Pagi Pak Andre, saya Rafi, ini Martha sekertaris saya." Rafi dan Martha bergantian menjabat tangan Andre.
"Halo Rafi, saya Andre. Ini Dara, sekertaris saya."
Ini lho, Dara versi yang baru. Lebih dewasa ya?
"Halo Dara." Martha duluan menjabat tangannya sambil tersenyum. "Apa kabar?"
"Mba Martha, baik Mba. Terimakasih."
"Hai Ra?" Rafi tersenyum santai sambil menjabat tangannya sesaat. Tangan Dara terasa dingin sekali.
"Hai Pak." Wajah Dara datar saja tanpa ekspresi.
"Kalian kenal Dara?"
"Kenal, dulu Dara pernah kerja disini. Bapak nggak cek surat rekomendasi dari kami?" Martha menjawab sambil duduk disebelah Rafi.
Andre tersenyum lebar. "Saya nggak tahu Dara punya surat rekomendasi. Wah, wah saya nggak salah pilih sekertaris kalau begitu."
"If you don't mind Pak. We can start now." Rafi berujar.
"Yes, yes of course."
Meeting mulai berjalan. Dara sudah berhasil menenangkan dirinya sendiri. Saat ini dia malah terhanyut dengan meeting yang ada. Jadi seperti ini perjanjian bisnis dibuat dan dinegosiasikan. Sebelumnya Dara memang bekerja untuk pemilik Darusman Group itu. Tapi dia tidak pernah paham dan mengerti tentang dunia bisnis yang mantan bosnya geluti. Bahkan terkadang dia benar-benar hanya menunggu di luar saja jika Rafi memiliki meeting yang penting. Tapi sekarang, setelah hampir semester empat sedikit demi sedikit Dara tahu dunia yang baru. Pengetahuannya memang belum banyak dari perkuliahan, tapi tetap semua hal ini sangat menarik minatnya.
Dara juga tidak terkejut dengan kepiawaian Rafi mantan bosnya itu. Hal itu sudah dia tahu sejak lama. Tapi kenapa sakarang Dara sedikit merasa laki-laki itu lebih mempesona. Dia terlihat serius sekali. Tapi tubuhnya lebih kurus dari terakhir mereka bertemu. Sekalipun wajah dan penampilannya tidak berubah, sempurna. Seperti dewa-dewa.
Satu dua kali Dara membantu menjawab angka-angka yang dibutuhkan oleh Andre. Karena bosnya itu memang terkadang suka lupa. Tapi secara umum, meeting ini berjalan lancar. Wajah bosnya itu terlihat penuh dengan senyum. Karena tawaran kerjasama Darusman Group yang memang tidak merugikan perusahaannya.
"We need more meeting to settle all the pending points. Maybe you need to invite your legal and finance team also."
"Yes, I agree with you. I will call them."
"Pak Andre, you are our partner now. If you don't mind, you can stay in our hotel as a compliment. All of your team I mean."
Bosnya tertawa. "Kamu baik sekali Raf."
"Ini juga agar lebih praktis karena meeting akan dilakukan di hotel ini. Martha akan pastikan tim Bapak akan nyaman berada disini. Free of charge."
"Terimakasih sekali lagi."
Hati Dara mencelos turun karena rencananya untuk pindah hotel pasti akan gagal. Dan ini akan lebih lama dari dua hari saja. 'Ya Tuhan, bagaimana ini.'
Meeting disudahi. Andre dan Rafi masih berbincang. Martha berdiri disebelahnya. Salah satu perwakilan Darusman Group mendekatinya ketika Dara sedang membereskan laptopnya.
"Dara right? Can I have that slide presentation? Also several data. I need to check it before our next meeting." Steve berujar.
"Oh yes can of course. Please kindly email me your request. I will send back after checking with my boss. Latest tomorrow morning. Is it fine?"
"Oh yes. Perfect. Thank you." Mereka sudah berdiri berhadapan dan berjabat tangan.
Rafi melihatnya diam-diam. Dara terlihat berbeda. Gadis itu lebih matang, lebih percaya diri, tapi masih ada banyak ketakutan yang tersirat dimatanya ketika memandang Rafi. Apalagi tangannya dingin sekali tadi, ketika mereka berjabat tangan.
Andre masih sibuk dengan Martha dan Rafi mengatur jadwal meeting selanjutnya. Dara yang sudah selesai membereskan tasnya segera menghampiri bosnya itu dan berdiri disebelahnya. Sebenarnya dia enggan, tapi akan sangat tidak professional jika dia tidak ada ketika bosnya membicarakan jadwal meeting. Dulu, itu yang diajarkan oleh Martha padanya.
"Baiknya saya langsung atur dengan ahlinya disini." Martha tersenyum ramah pada Andre lalu menatap Dara setelah itu.
"Ya ya benar, Dara paham benar jadwal saya. Dia bahkan ingat kapan saya harus minum obat saya." Andre berkelakar.
"Dara ayo, kita atur jadwal meeting selanjutnya. Sambil makan siang?" Martha menengok pada Dara.
"Oh, sama Pak Andre kan?" Dara terkejut.
"Maaf, saya sudah terlanjut janji sama istri saya. Dia minta ditemani keliling dulu. Sore ini saya kesini lagi dengan Satria untuk cek jadwal meeting dan makan malam dengan kamu. Oke?" Andre berujar pada Dara.
'Pak Andre, kok jahat siiih....jangan biarin saya sendirian dooong.' Dara merengek dalam hati.
Lalu Dara berbisik. "Pak, lebih baik sama Bapak. Nanti kalau saya salah info jadwal gimana?"
"Dara, kamu kan kenal mereka. Kata Rafi dia mantan bos kamu dulu. Harusnya nggak masalah tho. Saya yakin kamu baik-baik aja. Mereka orang baik Ra. Jangan khawatir."
Dara menahan senyum kecutnya. Dia tidak punya pilihan.
***
Di restoran.
Untungnya sosok Rafi tidak ada. Dia menghilang entah kemana. Jadi Dara dengan nyaman mengatur jadwal meeting berikutnya dengan Martha. Juga bertukar informasi seputar proyek tadi.
"Jadi, sekarang sibuk apa Ra?" Mereka berdua sudah menutup laptop dan sedang mulai makan. Sebenarnya hanya Dara, karena Martha sudah puas dengan secangkir kopi saja.
"Saya kuliah lagi Mba. Memang agak telat, karena saya harus kumpulin biaya dulu. Bagaimana kabar Mba Aimi?"
"Aimi baik-baik saja. Setelah nikah langsung tinggal sama Prasetyo."
Dara tersenyum. Sekalipun dia tidak kenal dekat dengan Aimi, tapi wanita itu baik hatinya. Jadi dia senang mengetahui Aimi baik-baik saja.
"Kalau Mba Nathalia apa kabar?"
"Oh ya, Nathalia mau menikah. Sudah tunangan. Mangkanya si Bos sumringah begitu."
Dara berusaha menutupi keterkejutannya. Juga, entah kenapa ada nyeri yang terasa di dadanya. Apa ini? Baguskan mereka menikah? Jadi laki-laki itu nggak perlu ganggu gue lagi?
"Maaf mengganggu, apa bisa gabung?" Sudah ada Rafi berdiri di sebelah Martha. Dia langsung duduk saja di kursi kosong itu.
"Bapak saya mau pesankan apa?" Martha bertanya pada Rafi.
"Saya sudah pesan, terimakasih. Nanti diantar. Dokumen Mandalika harus kamu kirim ke Jacob. Meeting sama orang pariwisata besok kan?"
"Iya. Saya cek dulu ya Pak hanya untuk pastikan. Habis itu saya send ke Jacob. Permisi. Thank you ya Ra. Sampai ketemu lagi."
"Mba Martha mau kemana?"
"Kerjaan Ra. Kayak nggak paham aja. You are in the good hand, no worry." Martha tersenyum lalu berdiri dan pergi.
Wajah Dara langsung tegang lagi. Satu tangannya sudah menyelipkan rambutnya yang tergerai dibelakang telinga. Dia berusaha berkonsentrasi pada makanannya.
"Hai Ra."
"Siang Pak." Sikap Dara gugup dan canggung sekali.
Rafi berdehem. Sesungguhnya dia juga gugup. Tapi ini teritorinya, dan ada banyak orang disini. Jadi dia berusaha bersikap senormal mungkin. Sekalipun frekuensi detak jantungnya sudah sangat tidak normal.
"Kamu yang bilang kita sudah tidak ada hubungan bos dan anak buah. Panggil saya Rafi. Nggak perlu pakai Pak."
"Oh, maaf. Saya sudah terbiasa, jadi agak susah rubahnya." Makan Dara melambat, dia sudah kehilangan nafsu makannya.
"Dara, apa bisa lihat saya kalau bicara?"
Dara memutuskan untuk menghadapi ini saja. Dia akan bersikap professional, seperti wanita dewasa lainnya. Dia memejamkan matanya sejenak menguatkan hati dan memantapkan keberaniannya. Lalu dia menatap sosok itu. Sosok nyaris sempurna mantan bosnya. Yang duduk dihadapannya siang ini. Sosok yang sudah mengganggu pikirannya, sosok yang meniadakan rasa percaya dirinya, sosok yang mengintimidasi, yang membuatnya berdebar sekaligus takut sekali. Sosok yang membuatnya....marah.
"Bisa, saya bisa." Dara mengelap mulutnya perlahan sambil masih menatap Rafi. "Terimakasih banyak Pak. Makan siang di hotel Bapak enak sekali. Saya permisi dulu."
Tangan Rafi sudah menggenggam Dara, menahannya pergi. "Tolong Ra. Apa bisa kita bicara dulu. Jangan terus begini."
"Oke. Tapi janji sama saya satu hal."
"Apa?"
"Setelah kita selesai bicara, bicara apapun itu. Tolong Pak, tolong. Jangan temui saya lagi."
Rafi menarik nafas panjang. Jadi ini yang Yuda maksud. Harus siapkan diri jika Dara tidak membalas perasaannya. Tapi, apa dia siap? Apa dia siap menelan kekalahan kali ini?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro