Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 31 - Beruntung

Di kantor security. Dara sudah selesai memberi keterangan. Sebenarnya dia tidak tega juga dengan Daniel. Tapi jika dibiarkan, entah siapa lagi yang akan jadi korban.

Daniel sendiri masih menyebutkan nama orang tuanya dan meyakinkan kedua security itu bahwa sebentar lagi mereka akan dipecat. Anak kaya, manja dan seenaknya sendiri. Klise.

"Mba, diminta pergi ke kantor mall diatas Mba. Atasan kami ingin minta maaf."

"Oh nggak perlu Pak. Saya baik-baik aja."

"Maaf Mba, tapi peraturannya begitu. Saya juga harus minta tanda tangan berkas kejadian barusan, jadi mari saya antar."

Dara mengela nafasnya. "Baik."

Kantor yang dimaksud adalah area berukuran sedang dengan bilik-bilik dan satu ruangan dengan pintu. Area itu tersembunyi dibagian atas mall. Dara hanya mengikuti si Pak Security yang sudah membukakan pintu ruangan itu.

Dara melangkah kedalam ruangan kemudian pintu tertutup dibelakangnya. Matanya membelalak terkejut. Ya Tuhan, apa dosanya sehingga bisa keluar dari mulut buaya dan masuk ke mulut singa begini?

"Sore Ra."

Tubuh Dara mundur satu langkah kebelakang. Tangannya sudah menggenggam tali ransel kuat. Dia takut namun tetap menjawab lirih. "Sore Pak."

"Duduk Ra." Laki-laki itu kemudian duduk di salah satu kursi sambil masih menatapnya. Matanya sedih, itu tebakan Dara.

"Terimakasih, saya berdiri saja."

"Saya tidak suka orang yang tidak sopan."

"Oh ya? Saya juga. Apalagi pemaksa."

Rafi tersenyum miris, jadi Dara masih mengingat kejadian terakhir itu.

"Kamu nggak apa-apa?" Ini basa-basi, karena sesungguhnya Rafi sudah tahu gerak-gerik Dara dan sudah memastikan tidak ada yang berbahaya yang akan terjadi dengan gadis itu.

"Saya baik-baik aja..." Dara melihat jam ditangannya. "...sampai beberapa menit yang lalu."

Rafi menghela nafasnya perlahan, dia mengerti maksud Dara menyindirnya. "Saya minta maaf karena ini terjadi di tempat saya."

'Yah, mall ini juga punya dia ternyata. Apa sih yang dia nggak punya? Menyebalkan.' Pikir Dara.

"Saya akan pastikan manusia seperti itu dapat ganjarannya." Emosinya pada mahluk bajingan itu bisa dia tutupi dengan baik dihadapan Dara. Dia bisa bereskan nanti. Lalu dia melanjutkan. "Saya mau bicara baik-baik sekarang. Apa bisa?"

"Nggak perlu Pak. Saya sudah maafkan. Selamat sore." Dara membalik tubuhnya ingin keluar dari ruangan.

"Ini soal kejadian yang lalu." Rafi diam sejenak menunggu Dara berhenti melangkah. Namun ketika dia tahu Dara masih tetap berjalan menjauh dia berujar lagi. "Dara, saya minta maaf. Saya benar-benar minta maaf."

Dara berhenti, namun dia tetap berdiri membelakangi Rafi. "Saya bilang saya sudah maafkan."

"Untuk semuanya. Sikap saya dulu, sikap saya terakhir kita bertemu. Maafin saya." Rafi sudah berdiri, masih ditempatnya. Berusaha melawan keinginan keras untuk melangkah ke arah Dara.

"Iya, saya maafkan. Selamat sore Pak."

"Dara, tunggu dulu."

Sebelum beranjak Dara berujar lagi. "Apa boleh Bapak tolong saya satu hal?"

Rafi terkejut juga. "Apa?"

Wajahnya menoleh ke Rafi. "Saya sudah maafkan Bapak. Tolong, jangan temui saya lagi. Terimakasih."

Dara berlalu pergi.

Dahi Rafi mengernyit, ini bukan penolakan Dara yang pertama. Dara sudah menampik tangannya dulu, juga menolaknya mengantar pulang, juga menamparnya ketika terakhir mereka bertemu. Jadi Rafi sudah mulai paham apa arti rasa sakit didadanya kali ini. Tapi lebih baik begini, daripada tidak melihat gadis itu sama sekali. Itu lebih menyiksa.

***

Dara salah jika dia berpikir dia dapat lepas dari El Rafi begitu saja. Laki-laki itu sudah mengetahui dimana Dara sejak satu minggu yang lalu. Itupun karena belas kasihan Hilman yang melihat Rafi makin lama makin aneh tabiatnya.

Bagaimana tidak, tiba-tiba Rafi punya hobi baru. Bertengkar. Hampir semua orang tidak luput dari emosinya yang sering meledak dan berubah-ubah. Bagaimana Rafi tidak marah, orang-orangnya tidak bisa menemukan Dara. Sebelumnya Rafi tidak pernah gagal dalam hal mencari orang. Sesulit apapun itu, Rafi dan Niko selalu punya cara. Tapi track record pencarian orang-nya dirusak oleh Dara. Gadis itu hilang lagi setelah muncul sejenak lalu menolak dan menampar Rafi. Belum lagi ciuman itu, yang rasanya selalu datang menyiksa Rafi setiap malam. Atau bagaimana Dara menangis. Rafi benar-benar berantakan.

Lalu Rafi kembali ke atas ring, boxing. Sudah lama Rafi tidak melakukan kegemarannya itu karena lututnya yang cedera. Dan Hilman juga Brayuda tahu benar bahwa dokter sudah melarang Rafi untuk naik ke atas ring lagi. Tapi Rafi tidak perduli. Ya, sebenarnya berolahraga itu baik, tapi jadi membahayakan karena Rafi seolah tidak mau berusaha melawan lawannya. Dia membiarkan dirinya sendiri dipukuli. Sampai akhirnya Brayuda sendiri turun tangan menghadapi Rafi, jadi dia bisa mengkontrol apa-apa yang tubuh Rafi bisa terima. Lalu Rafi marah karena sahabatnya itu ikut campur.

Karena semua alasan itu Hilman menyerah, akhirnya dia memberi tahu dimana Dara dan membuat Rafi berjanji agar laki-laki itu tidak menyakiti Dara lagi. Nathalia belum tahu tentang ini. Tapi untuk Hilman, ini adalah sesuatu yang harus dia lakukan. Dia yakin Nat akan mengerti.

Kembali ke Dara. Ya, gadis itu sama sekali tidak tahu bahwa dia sudah diawasi. Atau pada kenyataan bahwa saat ini Rafi berusaha mendapatkannya kembali bagaimanapun caranya. Seperti pagi ini di kampusnya.

"Ibu panggil saya?" Dara sudah tiba di ruangan administrasi kampus menghadap Ibu Wiwik. Jantungnya berdebar. Apa ada masalah dengan beasiswanya?

"Dara, selamat."

"Oh, selamat apa Bu?" Dara tidak mengerti.

"Pengumuman beasiswa sudah keluar. Kamu dapat beasiswa penuh sampai akhir tahun ajaran."

"Maksudnya?"

Perempuan itu tersenyum lebar. "Saya tahu ini seperti mimpi, tapi ini kenyataan Dara. Kamu dapat beasiswa penuh. Selamat ya. Jadi kamu fokus belajar saja."

"Loh, masa sih Bu? Pengumuman ujian kan belum keluar. Dan setahu saya program beasiswa penuh sudah dihapuskan. Jadi beasiswa diberikan setiap semester pada mahasiswa dengan nilai tertinggi." Dahi Dara mengernyit.

"Nilai sudah ada, tapi memang belum diumumkan. Program itu sudah kembali diaktifkan oleh pihak kampus untuk semester ini. Jadi sekali lagi, selamat ya." Ibu Wiwik sudah berdiri tanda dia harus pergi.

Dara tersenyum tipis, masih merasa aneh. Sekalipun dia juga gembira. "Terimakasih Bu."

Keanehan berlanjut. Beberapa hari kemudian dia berpapasan dengan Daniel di kampus. Lalu laki-laki itu memandangnya gentar dan memilih berbalik arah menghindari Dara. Dara masih marah dan sakit hati atas apa yang terjadi. Jadi Dara tidak terlalu memperdulikan hal itu.

Lalu hal yang lebih aneh lagi terjadi. Ibu Linda sang pemililk kos tempat dia dan Ida tinggal, tiba-tiba jadi baik sekali padanya. Kalau cuma baik mah ya sudahlah. Tapi tiba-tiba dia berkata bahwa dia memberikan diskon setengah harga uang kos mereka dengan alasan lagi musim promosi, atau alasan lebih absurd lagi karena peminat kosnya menurun. Padahal setiap harinya ada saja yang menanyakan kamar kosong di kosannya itu.

"Ra, kok ngelamun sih?" Ida menepuk pundaknya. "Kalau nggak mau gue abisin tuh." Ida melirik semangkuk bakso yang hanya Dara tatap saja.

"Anak kos kayak kita, pantang buang makanan Ra. Lo mikirin apa sih?"

Dara menghela nafasnya. "Aneh deh."

"Apa?"

"Gue tiba-tiba dapat beasiswa penuh dari kampus padahal yang gue tahu program itu udah nggak ada, terus setengah harga uang kos dari Bu Linda, padahal dia paling sering ancem-ancem ngusir kita karena kita suka telat bayar. Kok rasanya aneh ya." Dara sengaja tidak menyebutkan kejadian Daniel. Karena dia tidak mau Ida khawatir atau mengamuk pada Daniel hingga jadi ribut lagi.

"Itu namanya beruntung, bukan aneh. Alhamdulillah, bersyukur banyak-banyak sama Allah."

Dara mulai menyendok baksonya. "Da, kalau susah, nggak bisa makan, kerja serabutan, tidur di bangku taman atau di teras masjid, itu biasa ada di kamus bahasa gue. Tapi beruntung? Itu jauh Da. Nggak ada tuh yang namanya beruntung."

"Heh, kun fayakun. Kalau Tuhan mau lo beruntung, lo mau apa? Ngomong sana sama Tuhan. Ya Tuhan, jadikanlah aku orang yang tidak beruntung selamanya." Ujar Ida kesal pada temannya ini.

"Ihh, bukan gitu maksud gue."

"Dara, yang namanya hidup itu muter Ra. Kadang ada diatas, kadang dibawah. Anggap aja lo lagi ada diatas sekarang."

"Duh Ida, gue bisa kuliah gini, ketemu temen baik kayak lo, bisa kerja di minimarket, itu hidup gue udah diatas Da."

Ida mengernyitkan dahinya. Dia memang tidak tahu bagaimana hidup Dara dulu di Jakarta, tapi masa sesusah itu? "Lo aneh ah ngomongnya. Banyak bersyukur aja Ra. Biar ditambah nikmatnya sama Tuhan nanti."

Dara menggeleng kesal karena temannya ini tidak mengerti maksudnya.

"Udah ah, yuk cepetan kita balik ke toko. Sebelum mas Don nyariin."

Sesampainya di minimarket itu, Doni si supervisor toko menyambutnya dengan senyum yang cerah, secerah mentari siang ini.

"Dara dan Ida. Saya punya kabar baik. Mumpung toko lagi sepi saya kasih tahu ya."

"Apa Mas?"

"Jadi, tadi saya ditelpon oleh Bapak Andre dari kantor pusat. Alhamdulillah, akhir bulan ini akan ada bonus untuk kita semua."

Ida langsung bersorak gembira. Sementara dahi Dara mengernyit lagi.

"Kenapa Mas? Kan belum THR-an? Skema bonus hanya ada di musim lebaran. Apa sebelum-sebelumnya juga ada bonus seperti ini? Kayaknya setahun setengah kerja disini saya cuma dapat bonus saat lebaran deh."

"Ya elah Raa, mulai deh. Bersyukur Ra, biar ditambah. Jangan malah nanya-nanya." Ujar Ida.

"Saya juga tanya itu pada Pak Andre. Tapi profit kita tahun ini sedang dalam kondisi baik, jadi untuk memotivasi karyawan, bonus ditambahkan untuk tahun ini. Ya, belum tentu tahun depan kejadian lagi. Mangkanya saya nggak mau nanya-nanya lagi. Nanti dibatalin lagi."

Dara masih diam sementara Ida sudah bernyanyi riang sambil berlalu ke ruang ganti. Mas Don pun sudah kembali ke kasir bersiap menyambut pengunjung.

'Apa mungkin, gue bisa lebih diatas lagi? Kalau hidup itu roda, harusnya hanya ada atas dan bawah kan? Nggak ada paling atas atau atas banget. Ini rasanya berlebihan, persis seperti dulu ketika gue kerja di....apa mungkin? Nggak mungkin. Nggak ada hubungannya. Pasti.' Dara menghela nafasnya. 'Ya sudahlah, lagian keberuntungan ini juga bikin semua orang di sekitar gue happy. Ya kan?'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro