Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 28 - Man talk

Kalau ada yang kangen sama Prasetyo, dia ada disini. Lagi grogi karena lagi mau ijab kabul sama Aimi. Disini Tio curhat abis-abisan. Jadi bucin deh dia pokoknya. Enjoy guys.

***

Rafi duduk bersama Tio di balkon kamar hotel. Calon adik iparnya ini benar-benar gelisah dan gugup. Sekalipun dia berusaha menutupinya. Dia sendiripun tidak dalam kondisi yang baik, tapi dia tahu dia tidak boleh egois. Ini pernikahan adik kesayangannya.

"Tarik napas Yo." Rafi tersenyum.

"Gue baik-baik. Ada rokok?"

Rafi tersenyum lagi. "Baik-baik tapi minta rokok. Nggak boleh, nanti gue diomelin Aimi."

"Lo yakin dan siap?"

"Gue malah takut Aimi yang berubah pikiran Raf."

"Maksudnya?"

"Suka nggak suka, ada saatnya gue memang merasa berbeda dengan Aimi. Ini kalau gue boleh jujur sama lo."

"Jujur deh. Gue dengerin. Lagian nggak mungkin tiba-tiba gue nggak setuju kok setelah semua persiapan merepotkan ini." Rafi mencoba melucu.

"Sorry ya, kalau cuma lo yang nggak setuju gue bawa lari Aimi."

Lalu Rafi tertawa. Tawa miris, karena dia harusnya bisa lebih keras kepala mempertahankan Dara seperti Tio pada Aimi.

Lalu mata Tio menerawang. "Ya terkadang, gue memang merasa dunia gue dan Aimi itu beda Raf bagaimanapun juga. Gue belum terbiasa dengan tempat tinggal dia sama lo dihotel begini, atau kenyataan setiap kali gue mau belanja ke mall manapun atau menginap di hotel manapun itu semua punya Aimi. Terkadang itu terasa aneh." Tio menelan salivanya. "Dan gue takut, Aimi merasa nggak nyaman atau dia merasa kurang, dengan apa yang gue punya sekarang atau dia berfikir, kalau gue cuma ingin apa yang dia punya. Gue juga takut gue nggak mencintai dia cukup banyak jadi dia pergi pada akhirnya."

"Kemarin dulu, mungkin gue bisa dengan gampang bilang kalau memang gue dan Aimi nggak jodoh, ya sudah. Mau bagaimana lagi." Tio menghela nafasnya. "Tapi sekarang, beneran deh kalau Aimi bukan jodoh gue, gue bakalan naik banding ke atas langit begging-begging biar Tuhan setuju dia jadi jodoh gue."

"I'm head over heals for your sister. Sampai dititik rasanya nggak kepikiran kalau sehari aja nggak lihat dia. Lo tau kan Aimi pacar pertama gue, cinta pertama gue. Jadinya, kadang, susah percaya juga kalau dia juga cinta sama gue. Apalagi dengan semua latar belakang keluarga kalian. Dia bisa pilih laki-laki manapun selain gue Raf yang secara finasial lebih, atau tampangnya lebih oke, atau apapun lah. Tapi kenapa gue coba? Gue siapa emangnya? Cengeng ya?" Tio meringis miris. Lalu melanjutkan lagi.

"Ini kayaknya gue kemakan omongan temen gue. Dia bilang cinta pertama itu pasti nggak bisa kejadian. Jadi begitu Tuhan bilang lain, gue minder sendiri. Kayak to good to be true."

"Sekarang gue cuma berdoa, Aimi nggak kena wedding cold feet dan berubah pikiran dan batalin semuanya."

"You really love her." Rafi tersenyum miris.

"Yes I do."

"Is not a question." Rafi menghela nafasnya berat. Pikirannya sudah melayang tanpa bisa dia kontrol lagi. "Apa dulu, waktu lo pertama jatuh cinta, lo selalu wondering dia lagi apa kalau malam?"

"Gue selalu penasaran dia lagi ngapain kalau lagi nggak sama gue Raf. Bahkan, wanginya dari jarak beberapa meter aja udah bikin jantung gue nggak karuan." Tio terkekeh geli mengingat itu semua.

"Do you miss her, because you can't be with her?" Kali ini mata Rafi mulai menerawang. Dia menyenderkan tubuhnya ke belakang.

"Iya lah."

Pusaran ingatan bagaimana malam-malamnya jadi lebih terasa panjang dan menyiksa karena dia belum bisa menemukan Dara mulai berulang. Atau bagaimana dia sengaja membeli bedak bayi yang wanginya sama dengan Dara lalu dia simpan di ruangannya. Atau sepatu heels Dara yang sudah gadis itu kembalikan ke kantor, tetap Rafi simpan di lemari dalam ruangannya. Atau bagaimana dia sudah selesai merenovasi kamar mandi kantornya, tapi bayangan tentang Dara masih ada disana. Dia bahkan mendekor ulang area sekertaris didepan ruangannya. Tapi senyum konyol gadis itu tidak mau pergi. Dia benar-benar seperti pesakitan gila.

"Does it feel hurt sometimes?"

"Yes, sometimes. Waktu gue tahu Brayuda sahabat konyol lo juga cinta sama dia, atau waktu gue tahu gue nggak bisa lindungin dia dari Arya Dirga. It really did hurt." Tio memberi jeda. "Tapi justru karena rasa sakit itu, gue jadi sadar kalau gue benar-benar sudah jatuh cinta."

Prasetyo tidak tahu, bahwa kalimat terakhirnya itu menikam Rafi tepat di dada. Dia bukan hanya gagal melindungi Dara, dialah yang menyakiti gadis itu berulang kali, dia bahkan mengusirnya pergi. Mungkin Nat benar, hatinya terlalu lama mati. Hingga dia tega berbuat keji.

"Raf, kok jadi lo yang pucat sekarang? Lo nggak apa-apa?" Tio menatap Rafi heran.

Rafi memaksakan senyumnya. "Nggak apa-apa." Dia melirik jam ditangannya. "Hayuk lah. Siap-siap. Biar adik gue nggak bisa kemana-mana lagi. Jaga dia baik-baik Yo. Gue percaya lo bisa."

"For the rest of my life, I will."

Rafi tertawa. "Gila gue jadi iri sama Aimi dan Yuda."

"One day Raf, one day. Kita diciptakan berpasang-pasangan kan."

***

Prosesi acara pun dimulai. Belakangan ini Rafi memang kehilangan kontrol dirinya, tapi dia paham benar, hari ini dia tidak boleh mengacau. Jadi, dia mengenakan topengnya. Berusaha menutupi bahwa sesungguhnya pikirannya sedang tidak berada ditempat yang benar.

Adiknya sudah berdiri berdampingan di pelaminan. Dia tidak melepaskan pandangannya sedikit pun. Ingin merekam moment ini. Sebagian perasaannya sedih, karena tahu Aimi sudah akan tinggal bersama Prasetyo. Tapi sebagian lagi haru. Aimi terlihat begitu cantik dan bahagia. Prasetyopun sama sumringahnya. Wajah ragu yang sebelumnya dia lihat sirna sudah. Dia juga heran sendiri, karena waktu Cynthia menikah, dia bahagia pastinya, tapi tidak seperti ini. Saat ini semua rasa seolah mengaduk-aduk dadanya. Lalu pertanyaan Nathalia berputar lagi. 'What do you want Raf?'

"Bang." Cynthia merangkulnya dari samping. Satu tangan kembaran Aimi itu sudah terlilit di lengannya. "She's so happy. Aku dulu kayaknya nggak sebahagia itu sama Jamal waktu resepsi."

Rafi diam saja, matanya sudah berpindah ke Cynthia. "I'm sorry, aku nggak melakukan apa yang mau aku lakukan dulu."

"Apa?" Cynthia sudah dirangkul Rafi mendekat.

"Harusnya, aku bisa bilang sama Ayah dan Mami, kalau perjodohan kamu dan Jamal itu konyol. Kalau kamu nggak cinta Jamal." Rafi berusaha menelan salivanya. "I didn't stood by you. I didn't do what I should do, I'm sorry." Rafi mencium puncak kepala Cynthia.

Cynthia terkekeh ringan. "Perjodohan itu sucks Bang. But, in the end is not that bad. I love him now, karena sebenernya Jamal udah ngebet sama aku dari waktu pernikahan dulu dan...lucu juga kucing-kucingan di awal pernikahan. Jadi lebih penasaran." Cynthia masih tersenyum sambil menghela nafasnya. "I have my own love story, so did Aimi and we hope...you will have it soon."

Cynthia menatap Rafi. "Kata Aimi, kamu uring-uringan belakangan ini? Ada masalah sama kantor?"

Rafi menggeleng. Keluarganya tidak pernah tahu apa yang terjadi, mereka hanya tahu sosok El Rafi yang menikah dengan pekerjaan. Dan Rafi tidak ingin itu berubah. Biar saja, ini dia simpan sendiri.

"Hai Cynthi, Raf." Sudah ada Arkandra Wijaya menepuk punggung Rafi. "Mesra banget."

Rafi tersenyum sambil melepaskan rangkulannya dari Cynthia lalu menjabat tangan Arka dan Lelana istrinya.

"Hai Lan, you look so gorgeous darling. Where is James? Where?" Cynthia meledek Arka sambil terkekeh geli. Lana sudah merangkul sahabatnya dari Aussy dulu sambil memutarkan matanya.

"Cyn, jangan mulai deh. Lo tahu Arka cemburu buta dari jaman dulu sama si James." Lana berbisik pada Cynthia yang langsung tertawa geli.

"Emang James diundang?" Sahut Arka penasaran yang langsung disambut dengan gelakan Cynthia lagi.

"Raf, tadi aku ketemu sama sekertaris kamu yang dulu itu didepan." Lana mencoba mengalihkan pembicaraan. "Yang waktu kita makan malam. Siapa namanya?"

Dahi Rafi mengernyit heran. "Dara?"

"Iya, iya Dara. Dia cantik deh dandan begitu. Aku hampir nggak kenalin, sampai dia sapa aku tadi." Kalimat Lana berhenti karena Rafi sudah pergi.

***

Kalau ada yang bertanya-tanya apakah benar ini Arkandra Wijaya dan Lelana Gunadi dari The Stepsister? Ya ya, memang benar. 

Ada bagian dimana Arkandra ngerjain proyek Grand Mulia di The Stepsister. Jadi pendanaan proyek itu adalah dari kantornya El Rafi Darusman. Mereka kerja sama saat itu. Perusahaannya Arkandra adalah kontraktor yang disewa untuk membangun jaringan hotelnya Darusman di beberapa tempat. Penanam modal satunya lagi si Jacob, business partnernya Rafi di luar negeri sana. Si sensitif yang marah-marahin Dara. Begitulah ceritanya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro