Part 21 - Drama
Hai all, gue hanya mengingatkan. Buat yang belum baca The Stolen Kiss (Brayuda-Reyna) hati-hati. Ini spoiler alert. Baiknya baca TSK dulu biar seru. Tapi kalau udah kadung penasaran, ya nggak apa-apa juga sih. Enjoy.
Masih harus sabar dengan Bapak Rafi ya.
***
Brayuda sudah kembali, lalu seperti yang sudah dia duga kawan gilanya itu sudah merencanakan hal gila lainnya yang Rafi tidak tahu. Dia tambah gusar. Dia tahu dia harus bicara dengan Aimi, karena rencana gila Yuda harus dihentikan dan mungkin, mungkin saja Aimi bisa menghentikannya.
"Yud, dimana?" Rafi menghubungi Yuda.
Yuda tertawa diseberang sana. "Gue tahu lo tahu gue dimana Raf. Jangan bercanda. Orang-orang Niko ngintilin gue mulu. Gerah gue."
"Nanda mana?"
"Lo pikir gue akan bikin celaka satu-satunya manusia yang bikin gue hidup sampai sekarang? Selain adik lo pastinya?" Yuda terkekeh. "Kemarin gue punya Reyna Raf, tapi besok, dia sudah pergi. Waktu acaranya Aimi, lo tanya gue soal takdir." Yuda menghela nafasnya. "Jadi lo udah tahu saat itu kalau Reyna ada hubungannya dengan kejadian Annisa dulu. Mangkanya lo nggak suka sama dia. Gitu ya?"
"Yud, lo punya Nanda, punya Aimi, punya gue. Don't do stupid things."
"Reyna is not stupid thing. She is the best thing after Annisa. Ini rasanya sakit Raf." Yuda terkekeh lagi. "Gue cengeng banget kalau soal beginian ya. Gue bahkan udah ngelamar Reyna. She is my life now Raf dan gue tahu lo nggak paham." Yuda menghela nafas lagi. "Serius lo harus jatuh cinta Raf. Baru lo paham bagaimana rasanya."
"Yud, gue ke tempat lo. Okey? Ada yang mau gue ceritain juga. Kita ketemu okey? Atau lo mau ke tempat gue?" Rafi berusaha membujuk Yuda.
Yuda tertawa. "Raf, tolongin gue satu hal. Jagain Nanda ya. Gue titip Nanda."
"Yud..." Hubungan disudahi. "Yuda..."
***
Dara masuk keruangan Rafi pagi itu dan terkejut. Bosnya itu memang sudah seharian kemarin tidak masuk kerja dan pergi dengan Aimi jadi dia tidak melihatnya. Sekarang sudah ada memar di wajah Rafi. Juga ada bekas darah mengering dibibirnya.
"Bapak kenapa?" Refleks Dara menghampiri Rafi yang sedang duduk dihadapan laptopnya.
Rafi diam saja. Lalu Dara keluar ruangan untuk mengambil kotak P3K dan meletakkannya di meja Rafi.
"Maaf, apa bisa saya obati dulu?" Tanpa permisi Dara mendekati Rafi dan membuka kotak P3K itu.
"Nggak perlu."
Langkah Dara terhenti. Dia benar-benar sedih saat ini. Entah kenapa sejahat apapun Rafi memperlakukannya sekarang ini dia tetap tidak suka dengan ekspresi wajah bosnya itu yang seperti terluka.
"Bapak, maaf saya ingin bertanya." Dara menarik nafasnya perlahan. "Apa saya punya salah dengan Bapak?"
Tangan Rafi berhenti. "Banyak." Suaranya datar saja. Matanya masih menatap kosong layar laptopnya.
"Apa Bapak bisa bilang apa salah saya? Jadi saya bisa perbaiki."
"Saya nggak punya waktu. Panggil Nat kesini, sekarang."
Dara hanya mengangguk perlahan lalu pergi dari ruangan. Dia benar-benar tidak paham apa salahnya atau kenapa bosnya itu berubah jadi seperti saat ini.
***
Lima menit kemudian Nat masuk dan terkejut dengan wajah Rafi.
"Raf, what happened?" Nathalia langsung mendekati Rafi.
"Berantem."
"Sama Brayuda?"
Rafi menggeleng. "Baskara, sahabatnya Reyna pacarnya Brayuda."
"Drama banget sih hidup kamu. Sini aku obatin." Nat sudah berada dihadapan Rafi, bersender pada meja kerja Rafi. Laki-laki itu diam saja, duduk di kursi. Membiarkan Nat membersihkan lukanya lagi.
"Katanya Brayuda masuk rumah sakit sekarang? Percobaan bunuh diri, bener nggak sih? Aku denger dari Hilman semalam." Nat bertanya sambil masih menyentuh wajah Rafi.
"Iya."
"Gimana kondisinya sekarang? Aku nengok deh pulang kantor nanti."
"Sudah stabil harusnya, tinggal tunggu dia sadar."
"Terus kenapa muka kamu begitu?"
Rafi mendesah perlahan. Kepalanya mendongak sedikit menatap Nathalia. Mungkin, ini saatnya dia untuk bertanya. "Nat, kamu pernah jatuh cinta?"
Nathalia tertawa. "Ya pernahlah."
"Saya masih nggak paham kenapa Yuda bisa gila begitu sama satu perempuan. Padahal kalau dia mau dia bisa pilih perempuan mana aja." Rafi menggelengkan kepalanya kesal. "Ceweknya juga gitu. Kok bisa Reyna maafin Yuda dan sekarang nggak mau beranjak nemenin Yuda di rumah sakit. Setelah apa yang Yuda lakukan dulu itu. Ck...Mereka sudah gila."
Nat tersenyum. "Wow, aku nggak nyangka kamu jadi penasaran banget soal hati begini." Nat ingin beranjak dari tempatnya berdiri. Lalu tangan Rafi memegang pinggangnya, menahannya pergi.
Kepala laki-laki itu masih mendongak. Entah kenapa, ada luka tak kasat mata disana. Nat bisa melihatnya.
"Nat, kamu tahu kalau Ayah suka sama kamu?"
"Ayah dan Mami kamu itu pasangan yang paling romantis sedunia. Iri banget lah lihatnya. Jadi nggak mungkin Ayah suka sama aku Raf."
"Bukan itu maksudnya. Ayah setuju kalau kamu jadi menantunya."
Mata Nat membelalak, lalu tatapannya melembut. Tangan Nat sudah membelai wajah Rafi perlahan. "Kamu selalu jadi anak yang penurut Raf, kamu sadar nggak? Apa yang kamu mau Raf? Apa? Dan siapa?"
"Saya dididik untuk melakukan bukan apa yang saya mau Nat. Tapi apa yang diperlukan." 'Karena apa yang saya mau, tidak mungkin disetujui oleh keluarga saya. Tidak mungkin.' Rafi melanjutkan kalimat terakhirnya dalam hati sambil menatap Nat sedih.
Nathalia tersenyum mengerti. "Sini, aku tunjukkin. Kalau selalu melakukan apa yang diperlukan itu, tidak bisa bikin kita bahagia. Apalagi ini kaitannya sama hati Raf, perasaan." Nat berdiri tegak dan meminta Rafi juga berdiri.
Mereka sudah berhadapan, dekat sekali. "I will kiss you and you need to feel it, okey?"
Rafi diam saja. Nat mengambil satu langkah, tangannya melingkari leher Rafi. Lalu perlahan dia menyatukan bibirnya dengan laki-laki itu. Tangan Rafi merengkuh tubuh Nat mendekat. Dia memiringkan kepalanya, berusaha merasakan lembut bibir Nathalia. Berusaha mendengarkan detak jantungnya sendiri, berusaha merasakan hatinya atau reaksi tubuhnya atas aksi ini. Tapi, kenapa tidak ada yang dia rasa. Tidak ada.
Pintu diketuk lalu terbuka. Dara disana, menatap mereka berdua terkejut. Rafi tidak berhenti, dia tidak mau melepaskan Nathalia sekalipun Nat sudah berusaha menjauhkan tubuhnya. Dara sadar diri, lalu menutup pintu lagi.
"Raf, gila kamu." Nat melepaskan tubuhnya.
"Lah, kamu yang cium aku."
"Itu Dara tadi masuk."
"Biarin aja."
Lalu Nathalia tertawa menatap Rafi dengan ekspresi tidak percaya. "Mau dilanjutkan sandiwaranya biar tambah hot?" Nat sudah duduk dimeja. "Kita bisa suruh Dara rekam kalau kamu mau."
Kali ini Rafi yang tertawa. "It feels weird. Kissing you like that."
"That's what I mean. We are friend Raf. I care about you of course." Nat menghela nafasnya lalu berdiri lagi. "Pernikahan, bukan permainan Raf, bukan bisnis. You have to do what you want to do, not what you need to do."
Rafi duduk sambil memijit kepalanya.
"Now, I know what you want Raf. But do you?" Nat menepuk pundak Rafi perlahan. Saat ini dia mengerti, apa yang terjadi pada Rafi dan semua penjelasan tentang sikap anehnya.
***
Jantung Dara berdetak lebih cepat atas apa yang baru dia lihat. Jadi Mba Nat dengan Pak Rafi. Itu masuk akal, sangat masuk akal. Tangannya memegang jantungnya sendiri, kenapa ada sakit yang dia rasa. Jauh di dalam. Lalu dia berlari ke kamar mandi, menutup pintu dan mengunci bilik itu.
Dia tidak boleh menangis, untuk apa? Buat siapa? Tapi rasanya begini, seperti mengganjal, menyesakkan. Matanya sudah terpejam, berusaha menghilangkan bayang-bayang wajah bosnya itu. 'Ya Tuhan, dia tidak boleh begini.'
***
Hai hai. Ini Nathalia Kusuma. Sahabat Rafi dan Hilman sejak jaman kuliah dulu. Ibu peri-nya Dara. Nat itu baik hatinya, people person dan dia menjabat sebagai Head of HR di kantornya Rafi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro