Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 01

Rintik hujan malam ini berangsur-angsur menderas membasahi jalanan kota Seoul. Gemerlap cahaya lampu mulai membayang pada air yang menggenang. Salah satu bis kota berhenti di halte dan seorang gadis melompat turun, bergegas menuju tempat berteduh. Gadis itu mengenakan pakaian casual, rambut hitam sebahu dan sepatu kets membuat langkahnya terlihat ringan.

Di bawah lindungan halte, dia mengeluarkan sebuah payung berwarna hijau cerah, membukanya kemudian berjalan secepat ia bisa menembus rinai hujan. Pukul sembilan malam di jalan kecil di sisi timur sebuah taman yang terbengkalai cukup sepi dan gelap. Beberapa lampu jalan kehilangan fungsinya, sisanya mengeluarkan pendar lemah dan gelisah.

Awalnya hanya ada derap langkah yang dihasilkan sepatu gadis itu. Sisanya adalah derai butiran hujan menerpa atap maupun derum kendaraan di jalan raya belakang sana. Tetapi beberapa saat kemudian, gadis itu mendengar suara lain. Derap langkah kaki, berat dan diseret. Gadis itu sontak menoleh seraya menahan nafas. Dalam sekejap mata, satu bayangan bergeser ke samping, berlindung pada bayangan pepohonan di tepi jalan. Seseorang mengikutinya. Tidak diragukan lagi. Firasatnya sangat buruk sehingga ia nyaris berniat mengetuk pintu salah satu rumah di kawasan sepi itu dan meminta perlindungan. Tetapi beberapa rumah dalam satu garis jalan memancarkan aura tertutup yang kuat dengan pagar-pagar terkunci. Lampu-lampu bahkan suram dan tidak ada satu jiwa pun terlihat di sana.

Tidak jauh lagi, pikir gadis itu.

Rumahnya tidak jauh lagi. Hanya tinggal satu blok. Siapa tahu sosok di belakangnya bukan penguntit yang berniat buruk, hanya kebetulan orang yang satu jalur dengannya.

Memacu langkah, matanya kini terfokus ke depan, pada jalan basah dan guyuran hujan. Tak lama, perasaan dikuntit kembali menggerayangi punggungnya, membuatnya gelisah. Gadis itu mulai berlari kecil, derap kakinya mengundang perhatian seorang nenek tua yang baru saja membetulkan posisi tirai ruang tamunya. Tanpa maksud apa-apa, si nenek mengintip ke luar, ke halaman, dan menembus pagar besi rendah hingga bisa melihat sosok gadis itu melesat lewat. Payungnya yang berwarna cerah cukup mencolok di kegelapan.

Itu adalah pemandangan yang tidak cukup wajar tapi juga tidak terlalu aneh. Di bawah cuaca hujan, banyak pejalan kaki mempercepat langkah bahkan hingga nyaris berlari. Nenek itu berpikir orang yang lewat barusan hanyalah seorang pekerja yang terburu-buru ingin tiba di rumah.

Dia baru saja akan mundur dari jendela sewaktu satu sosok lain berjalan cepat. Kali ini seorang pria, tubuhnya yang tegap menunjukkan bahwa dia pria dewasa. Jaket kulit hitam, topi merah menyala, tanpa membawa payung. Jarak dirinya dengan jalan tidak memungkinkan dia mengenali wajahnya. Lagi pula hanya satu sisi yang bisa terlihat. Nenek itu mengernyit sekilas, merasa aneh. Tetapi memutuskan untuk mengabaikan dan mundur kembali ke tengah rumah.

🌟🌟🌟

Hanya deru nafasnya yang memenuhi gang selebar satu setengah meter sepanjang dua puluh meter ke depan. Jika ia bisa keluar dari mulut gang dan belok kanan ke jalan yang lebih lebar dan padat dengan rumah-rumah, gadis itu akan tiba ke rumahnya dengan selamat. Dia menoleh panik, wajahnya pucat pasi, dicekam ketakutan akan kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya, atau bahkan mungkin nyawanya sendiri.

Pria itu menyeringai samar, kali ini nyaris melompat bagai kucing pemburu menyambar mangsa. Panik dan bingung karena serangan mendadak, gadis itu memekik, tidak berkonsentrasi pada payungnya hingga terjatuh ke tanah, serangan itu cepat hingga ia nyaris tidak menyadari apa yang terjadi. Pria besar itu mencengkeram leher si gadis, menekannya ke dinding. Topi merah di kepalanya menyamarkan wajah. Terlebih gang itu cukup gelap.

"Si-siapa kau?" Gadis itu mengerang. Terisak, air mata mencoreng wajahnya yang lelah dan berselimut ketakutan.

"Serahkan barang berhargamu!" pria itu mendesis dengan suara mengerikan.

Hanya seorang bajingan kecil biasa, gadis itu menahan nafas, meski ada kelegaan yang sangat samar dan tidak pada tempatnya.

"Ambillah," ia menjatuhkan tasnya. Di dalamnya ada dua ponsel dan sejumlah uang. Tapi itu tak sebanding dengan nyawa.

"Tapi lepaskan aku ... " suaranya makin tenggelam oleh rinai hujan menimpa atap dan seluruh objek di permukaan tanah. Tiba-tiba pria itu mengeluarkan tawa terkekeh yang menakutkan. Mata gelapnya bersinar kejam, mirip mata iblis di film horor yang buruk.

"Kau pikir aku akan melepaskanmu?" desisan lagi, penuh teror.

Dalam benak gadis itu, yang semakin kabur dalam kegelapan dan cengkraman ketakutan, terlintas beberapa berita yang pernah ia baca di surat kabar dan berita televisi tentang peristiwa penyerangan sekaligus pembunuhan dengan korban semuanya perempuan. Ada tiga kasus, dua dari korbannya ditemukan tewas dan satu sekarat namun bisa diselamatkan dan memberikan kesaksian pada polisi. Sayangnya, korban tidak mengenali wajah si penyerang. Satu-satunya hal yang dia ingat dan menjadi petunjuk bagi polisi adalah bahwa penyerang itu adalah seorang pria bertopi merah.

Sudah sebulan lebih polisi memburu pelaku bertopi merah tapi belum ada titik terang, mereka kekurangan petunjuk dan aksi dilakukan di tempat gelap dan sepi dengan pemilihan korban secara acak. Siapa pun pelakunya, dia pasti psikopat yang melakukan aksinya dengan rapih. Kini, pria bertopi merah yang menjadi buruan polisi berdiri di depannya, siap merampok dan merenggut nyawanya.

Tidak, dia tidak ingin mati di tempat menyedihkan seperti ini.

"Tolong .... " suara gadis itu tidak bisa keluar dengan benar. Sia-sia, malam gelap dan hujan kian menderas. Bahkan serangga malam pun tak mengeluarkan suaranya. Suara tawa lagi, terkikik, membuatnya bergidik. Pria gila ini tertawa, menikmati ketakutan korbannya. Satu kilatan keperakan muncul sewaktu pria itu mengambil sesuatu dari balik jaket kulit yang membalut tubuhnya.

Sebilah pisau.

Tersentak, merintih tanpa daya, gadis itu memejamkan mata. Mencari kenangan terbaik yang bisa dia ingat di akhir hidupnya yang singkat.

Ada suara-suara derap yang cepat, tergesa, dan suara-suara samar lain di tengah hujan. Erangan mirip keledai digorok menggema di lorong sepi. Darah beraroma logam muncrat ke wajah si gadis. Matanya yang terpejam tidak bisa melihat kengerian apa pun. Aroma darah ini menandakan bahwa dirinya mungkin sudah mati di tangan si pria bertopi merah, dengan leher tersayat, ditemukan oleh polisi di sebuah gang sepi dan basah, kemudian dimuat di pojok bawah harian surat kabar. Mungkin inilah akhir hidupnya.

Tapi, apakah kematian bisa didapatkan tanpa rasa sakit? Kenapa dia tidak merasakan sakit apa pun. Ragu-ragu, gadis itu membuka mata. Hujan menyerang pandangan, membuatnya mengerjap cepat. Apa yang terpampang di depan mata seketika mengundang jeritan dari mulutnya. Darah memang mengalir di wajah, tapi bukan miliknya, melainkan darah pria bertopi merah.

Satu sosok lain, hitam tinggi menjulang, mengunci leher pria bertopi merah dengan lengannya yang kukuh. Pisau itu telah jatuh ke tanah. Si penyerang tampak sekarat di bawah tekanan pria lain yang menyerangnya dari belakang. Kemunculannya yang tiba-tiba dan tak terduga merupakan teror lain bagi gadis yang nyaris menjadi korban.

Sosok yang lain itu mengenakan jas hujan hitam, panjang dan lebar, dengan tudung besar menutupi kepala serta sebagian wajahnya. Kegelapan di dalam gang lagi-lagi membuat gadis itu gagal mengenali pria yang bisa dikatakan telah menolongnya. Membeku oleh rasa shock, dia hanya bisa bersandar di tembok yang dingin, mengawasi pergerakan pria bertudung hitam, yang tanpa suara kembali menghujamkan satu senjata berkilat, menyayat leher pria bertopi merah, memastikan bajingan tengik itu tewas dengan cara paling menyedihkan. Meringkuk di gang gelap dan sepi, dalam kubangan darahnya sendiri. Sosok pria tinggi itu menggunakan sol sepatunya untuk menggulingkan tubuh korban setengah memeriksa apakah dia benar-benar sudah tewas. Kemudian, tanpa memutar tubuh maupun wajah untuk melihat pada gadis yang telah dia selamatkan, pria itu mengibaskan tangan perlahan sambil menunduk, menyembunyikan wajahnya.

Itu adalah isyarat untuk mengusir seseorang.

Ancaman teror itu masih membelenggu setiap inchi tubuh gadis itu. Bahkan seluruh tubuhnya gemetar hebat. Menyadari baru saja lolos dari lubang maut, dia tidak bisa berpikir lagi selain memyambar tas dan payungnya, lantas berlari tersandung-sandung keluar dari mulut gang. Tangisan tertahan dari mulutnya teredam oleh deru angin dan hujan. Dan ia tidak menoleh lagi ke belakang untuk melihat siapa sebenarnya sang penolong, ia bahkan tidak memiliki kesempatan berterima kasih padanya. Semuanya terjadi begitu cepat dan sangat menakutkan daripada mimpi buruk mana pun.

Seorang pria yang tidak punya wajah, maupun identitas. Jika itu adalah seseorang yang hidup, ia seharusnya memiliki bayangan. Tetapi, ia tidak memilikinya, karena saat berjalan di kegelapan, bahkan bayangan pun menghilang.

Setelah gadis malang itu berlari keluar dari mulut gang dan lenyap di tikungan,  pria berjas hujan membungkuk untuk meraup darah korban yang tergeletak di kakinya. Dengan darah itu, dia menulis sesuatu di tembok kusam yang jadi pembatas gang. Hujan mungkin memudarkan jejak tulisan, tapi ia pastikan masih ada sisa yang bisa terbaca. Dia menunduk, menatap untuk detik demi detik hening pada tubuh korban yang meringkuk. Pemandangan itu cukup mengerikan, anehnya ... dia tidak memiliki perasaan takut, ngeri, atau rasa tidak nyaman lainnya yang terkait tentang sesuatu yang salah. Seolah-olah membunuh pria bertopi merah itu adalah hal mendesak yang pantas dilakukan.

Sebelum ada mahluk lain memergoki dirinya, pria berjas hujan bergegas pergi meninggalkan korban. Langkahnya cepat dan tanpa suara, memilih jalur gelap dan sepi melewati jalan-jalan sempit.

Kemanusiaan nyaris sekarat, tapi tidak sepenuhnya mati. Bentuknya kadang menakutkan, kadang menjelma menjadi wujud keindahan. Aku manusia biasa pada satu sisi, dan ada bayangan lain yang menjadi bagian diriku.

Terkadang dunia nyaris seperti gang gelap dan buntu, penuh sampah busukAku harus menyingkirkan beberapa sampah, agar tidak ada manusia yang teracuni olehnya. Jika tidak, akan ada banyak korban terkubur sampah-sampah itu.

Bagaimana menurutmu? Membunuh seorang pembunuh?

Pada satu jalan yang paling gelap, pria itu menarik tudung jas hujan yang ia kenakan. Menyingkap satu wajah tampan, garis rahang tegas, hidung lancip dan bentuk mulut yang menawan. Senyum misterius terukir di sudut bibirnya dan sepasang matanya berkilau indah dengan warna ruby cerah.

Aku seorang pembunuh. Tetapi, hanya para penjahat yang menjadi korbanku. Selama tidak ada keadilan yang tanpa ampun diterapkan untuk menghukum mereka, aku akan menyingkirkannya dengan caraku.

Di mata dunia, mungkin aku adalah penjahat. Tetapi yang kulakukan hanyalah membantu membuang sampah busuk dunia.

Aku membantu membereskan kekacauan.

Akulah ... Fox.

🌟🌟🌟

(Tbc)

Falling for The Villain
Shenshen_88

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro