Part 9
"Mencecap manisnya bibir gadis polos itu bukanlah keinginanku, tetapi kenapa ini terasa seperti candu?"
- Aaron Maxwell -
--------------------
Tubuh Arabella gemetar, matanya terpejam rapat. Setelah beberapa jam yang lalu ia dibuat penasaran akan penawaran Jason, kali ini semuanya terjawab. Aaron yang dengan pandai memberikan jawaban. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan perbuatan. Tidak pernah terlintas dalam benaknya, Arabella akan memberikan ciuman pertamanya untuk pengawalnya. Lelaki dewasa yang Arabella pikir tidak mampu membuat ia tertarik oleh sebuah pesona.
Baiklah, lupakan saja lelaki tua di dalam benak Arabella. Semua anggapan itu dipatahkan Aaron hanya dalam hitungan detik. Dan Arabella harus mengakui, jika kenikmatan itu tidak hanya bisa didapat dengan lelaki yang sebaya dengannya.
Argh! Seperti apa Arabella harus mengatakannya? Pagutan bibir Aaron begitu memabukkan. Lelaki itu memperlihatkan kelihaiannya dalam hal berciuman. Arabella hanya bisa terdiam, lebih memilih untuk menikmati ketimbang membalas ciuman Aaron. Ah, tubuh Arabella terasa lemas.
Ketika Aaron menekan tengkuk Arabella untuk memperdalam ciuman, Arabella semakin tidak berdaya. Permainan Aaron serupa arus listrik tegangan tinggi. Menyengat seluruh tubuh, menciptakan desiran yang mengalir deras ke dalam pembuluh darah, dan membuat jantung Arabella berdetak semakin cepat. Perasaan asing yang tidak akan pernah dilupakan Arabella seumur hidupnya.
Lalu, bagaimana dengan Aaron sendiri? Lelaki itu mengumpat dalam hati, menyesal karena telah mengambil keputusan gegabah. Mencium bocah yang tidak lain adalah nonanya? Membayangkannya saja tidak pernah!
Awalnya hanya kecupan ringan. Detik kelima sejak bibir mereka bersentuhan, Aaron ingin mengakhiri kecupannya. Namun, ketika berusaha menjauhkan wajah, ia justru melihat mata Arabella terpejam. Dan bibir tipis berwarna pink alami itu terlihat begitu mengundang. Di antara redupnya cahaya lampu, wajah berkulit putih dengan rona merah di pipi itu semakin memancing hasrat di dalam diri Aaron. Ah, persetan dengan status di antara mereka! Aaron ingin menjawab lebih mendalam atas pertanyaan pertama yang diajukan bocah polos itu!
Sialnya, tubuh gemetar Arabella malah semakin membuat Aaron merasa tertantang untuk menaklukan gadis ini. Damn it! Bahkan di saat seperti ini jantung Aaron tidak bisa diajak kompromi, berdetak cepat seolah ia lelaki yang baru pertama kali berciuman dengan seorang gadis.
Shit! Aaron mengumpat dalam hati. Hei, bocah polos! Bersyukurlah karena kita berciuman dalam situasi seperti ini sehingga aku tidak memiliki kesempatan untuk menyeretmu ke atas ranjang!
Sembari memagut bibir Arabella, Aaron mencoba membagi titik fokusnya untuk mengamati suasana sekitar. Sepertinya, musuh yang tadi mendekat, terkecoh dan tidak menemukan tempat persembunyian mereka. Di kejauhan terdengar suara riuh baku tembak. Nampaknya, orang-orang Osvaldo berhasil memberikan serangan balik. Bisa dipastikan, lawan kocar-kacir dan pihak Aaron menguasai medan.
Oke, meski ada sedikit rasa menyesal karena harus mengakhiri ciuman mereka, tetapi Aaron ingin bersikap professional. Aaron melepas pagutan bibirnya. Masih dengan sebelah tangan menopang tengkuk Arabella, Aaron menepuk pipi Arabella perlahan.
Gadis itu membuka mata, mengerjap dan mengajukan tatapan protes. "Kenapa berhenti?"
"Anda sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaan Anda. Apa itu belum cukup?" tanya Aaron dengan napas memburu.
"Hem?"
"Anda bertanya di saat yang tidak tepat."
Arabella berusaha menetralkan detak jantungnya. Debaran itu masih terasa. "Baiklah, mungkin lain kali aku akan bertanya di tempat yang lebih nyaman."
"Anda sudah mendapat jawaban sehingga tidak perlu bertanya lagi." Aaron menyingkirkan tangannya dari tengkuk Arabella. Mengambil pistol yang tergeletak di rerumputan dan kembali bersiaga.
"Aaron, kau belum menjawab pertanyaanku yang kedua."
Aaron menghela napas kasar. Apa yang meracuni pikiran bocah itu sehingga berani berpikiran nakal. Jangan terpengaruh, Aaron! Mungkin mulai detik ini ia harus menjaga jarak dengan Arabella.
"Jangan harap saya mau menjawabnya. Apa Anda sudah gila?" Mata elang Aaron mulai berkeliling, mengecek kondisi sekitar. Aman. Dari kejauhan, ia melihat anak buahnya berlari-lari menuju ke arahnya.
"Jadi kau keberatan? Oke, tidak masalah. Aku bisa mendapat jawaban dari lelaki lain."
Refleks, Aaron mendorong Arabella ke badan mobil dan mengarahkan pistol ke dada kiri gadis itu. "Saya akan membunuh Anda jika Anda berani melakukan itu."
Bukannya takut, Arabella justru tersenyum menggoda. "Kau cemburu?"
"Cemburu? Pada bocah ingusan seperti Anda?"
Arabella menyentuh kedua pundak Aaron, senyumnya semakin lebar. "Sometimes, akan kutunjukkan kalau aku bukan sekadar bocah."
"Ingatlah pada Louis Hilton jika ide gila itu melintas di benak Anda."
"Singkirkan senjatamu, Aaron. Anak buahmu akan melihat kita."
Aaron mendengus, menyimpan pistol di pinggang dan menarik Arabella agar keluar dari tempat persembunyian.
Seorang lelaki muda yang merupakan anak buah Aaron, mengangguk hormat padanya. "Musuh berhasil dipukul mundur. Anda bisa membawa Nona Arabella pulang, sementara kami akan mengurus sisa-sisa kekacauan di lokasi."
"Bagus. Kalian bisa melakukan penyisiran dan pastikan tidak ada yang lolos."
"Siap, Tuan."
Aaron menggandeng tangan Arabella, berjalan menyusuri jalan setapak menuju mobil yang diparkir tidak jauh dari gedung tua. Melewati deretan pohon maple dan pot-pot bunga yang mulai kelihatan retak.
Anak buah Aaron sibuk membereskan mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitar gedung. Aroma anyir mulai menyengat hidung, membuat suasana semakin terasa mencekam. Aaron melangkah di belakang Arabella, sesekali memberikan arahan ke mana mereka harus berjalan. Meski medan sudah dikuasai, tetapi ia masih meningkatkan kewaspadaan kalau-kalau masih ada musuh yang bersembunyi di balik pohon.
Sesampai di dalam mobil, Aaron mengatur posisi sandaran kursi mobil sehingga Arabella bisa merebahkan diri dengan nyaman. "Sejak semalam Anda belum tidur. Istirahatlah."
"Hem ... apa kau tidak punya rencana untuk mampir ke hotel sebentar?" Arabella berbaring telentang di kursi, menatap langit-langit mobil.
"Untuk apa?" Suara Aaron terdengar datar.
"Menjawab pertanyaan kedua, tentu saja."
"Tidak ada pertanyaan kedua."
"Atau kau ingin menjawabnya di dalam mobil saja?"
"Lupakan kegilaan itu. Waktunya beristirahat." Aaron membuka jaket yang dikenakan, lantas menyelimutkan benda itu ke tubuh Arabella.
"Aaron, aku butuh jawaban."
"Jangan bertanya lagi. Dan mungkin ini terakhir kali saya mengawal Anda. Saya sudah gagal menjalankan misi. Membuat nyawa Anda terancam dan artinya Tuan Osvaldo akan memecat saya."
Arabella terkekeh sembari memejamkan mata. "Kau tidak akan dipecat, Aaron. Percayalah padaku."
***
Osvaldo bertubi-tubi melayangkan tinju ke wajah dan perut Aaron hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Sudut bibir Aaron terluka, sementara pipinya membiru.
"Kau hampir membuat putriku kehilangan nyawa!" Suara Osvaldo menggelegar ke seluruh penjuru ruangan. "Sudah kuperingatkan sebelumnya, jika kau membawa pulang Arabella dalam keadaan tergores meski hanya sedikit saja, aku akan membunuhmu!"
"Dad!" Arabella muncul dan dengan sigap berdiri di depan Aaron. "Sudahlah, jangan diperpanjang lagi. Yang penting aku sudah kembali dengan selamat, dan aku tidak terluka."
"Aku harus memberinya pelajaran!" Osvaldo menuding Aaron. Wajahnya semakin memerah.
Aaron menyentuh kedua pundak Arabella dan menggeser gadis itu ke samping, menjauh dari hadapannya. "Saya pantas mendapatkan hukuman ini."
"Dad, Aaron tidak bersalah. Aku yang meminta dia berjaga di luar mansion, karena aku ingin diberi kebebasan."
"Dan tidak seharusnya Aaron menurutimu. Dia bekerja untukku."
"Ayolah, lupakan saja kejadian beberapa saat lalu. Anggaplah itu pelajaran untuk kami agar lebih berhati-hati." Arabella memasang wajah manja, berusaha membujuk ayahnya. Tidak tega melihat Aaron menanggung hukuman meski sebenarnya Arabella yang terlebih dulu membuat kesalahan.
"Mana mungkin aku bisa melupakannya? Putriku dijadikan sandera! Bertaruh antara hidup dan mati! Kau belum mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang ayah!" Kepalan tangan Osvaldo kembali melayang ke depan.
Aaron tidak menghindar, tetapi Arabella justru bergerak lebih gesit. Gadis itu menghambur pada Aaron lalu memeluk tubuh kekar itu erat-erat. Alhasil, pukulan Osvaldo mendarat di pundak putrinya. Salah sasaran.
"Aaron tidak bersalah, Dad! Berhenti menghukumnya!" Arabella berseru.
Osvaldo mundur selangkah, tidak menyangka jika Arabella akan mengambil tindakan berbahaya seperti itu. "Arabella!"
"Aaron sudah menyelamatkanku! Insiden itu terjadi karena kesalahanku, jika Dad ingin menghukum Aaron, maka aku juga pantas mendapatkan hukuman yang sama!"
"Astaga, sejak kapan putriku berani membela pengawalnya?" Osvaldo meremas rambut frustrasi. Akhirnya, ia memilih untuk meninggalkan Aaron dan Arabella. Pemandangan di hadapannya sangat sulit dipercaya. Arabella menjadikan tubuhnya sebagai tameng atas kemarahan sang ayah demi membela Aaron.
Sepeninggal Osvaldo, Aaron berusaha melepaskan diri dari dekapan Arabella. Gadis itu meringis menahan sakit di bagian pundaknya.
"Anda sudah gila? Anda tidak sadar jika tindakan yang Anda lakukan sangat membahayakan?"
"Jangan cerewet. Ah ... ini sangat sakit."
"Kembali ke kamar, saya akan mengobatinya." Tanpa permisi, Aaron meraih tubuh Arabella ke dalam gendongan dan membawa gadis itu ke kamar.
Arabella menyandarkan kepala di dada Aaron. Kapan lagi ia memiliki kesempatan merasakan seorang lelaki yang menggendongnya ala bridal style? Cukup romantis, bukan? Meski hubungan mereka tidak lebih dari seorang nona dan bodyguard-nya.
***
To be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro