Part 4
"Tidak perlu cemburu, di antara aku dan Aaron tidak akan pernah terjadi apa-apa. Asal kau tahu, aku tidak menyukai lelaki dewasa seperti Aaron."
- Arabella Smith -
--------------------
Tepat saat pukul 23.00, bel berbunyi. Aaron melihat layar intercom yang menampilkan situasi di depan pintu apartemen. Carrolyn-kekasih Aaron-nampak berdiri di sana. Aaron menggerutu, kenapa Carrolyn harus datang ketika ia sedang menyembunyikan Arabella? Waktu yang tidak tepat.
"Carrol, aku sedang sibuk. Kau bisa datang lain kali," ucap Aaron setelah pintu terbuka.
"Sibuk? Kesibukan apa yang membuatmu menolak kehadiran kekasihmu? Aku sangat merindukanmu, beberapa hari ini kau jarang pulang dan sangat sulit dihubungi."
"Pekerjaan baruku sangat menyita waktu. Aku harus fokus untuk melindungi putri boss-ku. Bisa kita tunda pertemuan kita sampai akhir pekan?"
"Aku merindukanmu. Malam ini aku tidur di sini." Tanpa permisi, Carrolyn masuk ke apartemen. Berjalan melenggang menuju kamar.
Aaron mengacak rambut frustrasi. Wanita keras kepala itu tidak mau mendengarkannya. Astaga, bagaimana Aaron bisa fokus mengawasi situasi jika kekasihnya berada di sini?
"Aaron!" teriak Carrolyn dari dalam kamar. "Jadi kesibukan ini yang membuatmu tidak menginginkan kehadiranku malam ini?"
Entah apa yang membuat Carrolyn berteriak histeris. Aaron bergegas menyusul kekasihnya ke dalam kamar. Dan ia terhenyak saat melihat Carrolyn menunjukkan sebuah benda berwarna pink. Damn! Arabella! Bagaimana mungkin bocah itu meninggalkan bra miliknya di atas tempat tidur Aaron?
"Aku bisa menjelaskannya."
"Menjelaskan apa? Di mana wanita simpananmu itu?" Carrolyne melempar bra ke atas ranjang. Tubuh langsingnya melangkah cepat menuju kamar mandi, tetapi ia tidak menemukan siapa pun.
"Dia hanya bocah remaja, putri boss-ku yang harus aku lindungi keberadaannya."
Wajah Carrolyne memerah, tidak mempercayai ucapan Aaron. "Lalu kau apakan bocah itu? Kau menelanjanginya, begitu?"
"Sudah kukatakan, dengarkan dulu penjelasanku." Aaron menarik lengan Carrolyne, membawa wanita itu kembali ke dekat tempat tidur. Ia mengambil dress milik Arabella yang tertinggal di sana dan menunjukkannya pada Carrolyne.
"What happened?"
"Pakaian bocah itu terkena tumpahan cokelat. Kami tidak punya waktu untuk membeli pakaian baru, karena itu aku meminjamkan kemeja milikku. Dan aku sama sekali tidak tahu kalau bocah itu meninggalkan bra miliknya di sini."
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Kenapa kau membawa dia ke sini? Itu mencurigakan."
"Mansion boss-ku diserang dan beliau memintaku untuk menyembunyikan putrinya di tempat yang aman."
"Kau serius? Tidak melakukan apa pun dengannya?" Nada suara Carrolyn mulai menurun.
"Jangan berpikir gila. Mana mungkin aku melakukannya dengan gadis ingusan seperti dia? Dia sama sekali bukan type-ku." Aaron menyentuh dagu kekasihnya dengan lembut. Matanya mengerjap seolah meyakinkan bahwa Carrolyn satu-satunya wanita dalam hidup Aaron.
Carrolyn mendekat pada Aaron, kemudian mengalungkan lengan di leher lelaki itu. Bibir yang dipoles lipstik merah menyala itu mendesah manja, "Kau hanya menginginkanku, benar begitu?"
"Tidak perlu bertanya lagi, kau satu-satunya milikku."
Wanita berambut pirang itu tersenyum lebar. Detik selanjutnya, ia menarik wajah Aaron lalu mencium lelaki itu penuh gairah.
***
Arabella mengucek mata, berusaha mengumpulkan kesadaran. Sesaat, ia heran kenapa bisa tertidur di kamar asing yang entah berada di mana. Ruangan itu bercat putih dengan beberapa furniture seperti meja dan lemari. Tatapan Arabella tertuju pada foto di dinding sebelah kanan. Ah ya, ia sedang berada di apartemen Aaron.
Beberapa saat lalu ia sudah tertidur lelap, tetapi suara teriakan wanita yang mungkin sedang marah, sangat mengganggunya. Arabella mengusap perutnya. Lapar di tengah malam. Mendadak ia teringat sisa steak di restoran. Ah, ini semua gara-gara Aaron, Arabella kekurangan asupan makan malam yang mengakibatkan perutnya terasa keroncongan.
Gadis itu melirik ke atas nakas, berharap ada toples kacang almond seperti di kamar mansion. Kosong, bahkan botol air minum pun tidak tersedia di sana. Menyebalkan sekali, Aaron tidak pandai melayani tamu. Sebagai tuan rumah, seharusnya Aaron menyiapkan seluruh keperluan tamunya di dalam kamar.
Kenyataannya, Aaron justru bersikap tak acuh. Setelah Arabella masuk ke kamar, Aaron sama sekali tidak mengetuk pintunya meski hanya untuk mengantarkan segelas susu cokelat. Dan sekarang, Aaron pun membiarkan tamunya kelaparan.
Arabella menyingkap selimut dan turun dari ranjang. Keluar dari kamar dan bersiap berteriak meminta pertanggungjawaban. Namun, suaranya tertahan saat ia melihat tontonan live di kamar pengawalnya.
Arabella melebarkan mata. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, ia melihat Aaron sedang berciuman dengan seorang wanita berambut pirang. What the hell! Arabella kelaparan sementara Aaron justru sedang bersenang-senang? Menyebalkan sekali! Sekarang apa yang harus ia lakukan? Menggedor pintu dan mengacaukan ciuman panas mereka?
Tidak, cara itu bukanlah tata krama seorang Princess seperti Arabella. Oke, abaikan saja mereka. Arabella hanya perlu mencari sesuatu untuk mengisi perut. Ia pun membuka kulkas. Ada banyak minuman kaleng yang tersedia di sana, serta beberapa buah apel dan jeruk.
"Tidak ada kacang almond juga," gerutu Arabella.
Sederet telur di dalam kulkas mengundang perhatian Arabella. Sepertinya mengisi perut dengan omelette bukanlah ide buruk. Arabella mengambil dua butir telur dan membawanya ke pantry. Ia termenung. Masalahnya, ia tidak tahu bagaimana cara membuat omelette.
Arabella menatap pintu kamar Aaron, berharap lelaki itu sudah mengakhiri cumbuannya dengan Si Rambut Pirang. Ah, percuma, barangkali kegiatan mereka sudah sampai di tahap ranjang.
"Jadi begitu caramu menjaga nonamu? Awas saja, aku laporkan pada Dad dan kau bisa dipecat." Arabella menghela napas kasar.
Oke, Arabella akan mencoba membuat omelette sendiri, semoga saja berhasil. Ia mengambil sebuah pan dan meletakkannya di atas kompor. Lalu apalagi? Mungkin minyak zaitun, kebetulan minyak itu terletak tidak jauh dari pantry. Setelah menyalakan kompor, Arabella menuang beberapa sendok minyak ke dalam pan.
Arrabella pernah mendengar perbincangan para maid, ketika memasak harus menunggu sampai minyak panas. Oke, kali ini Arabella akan mempraktekkannya. Tidak sia-sia ia memiliki hobi menguping pembicaraan orang lain, setidaknya ia mendapat sedikit ilmu yang akan berguna suatu saat.
Gadis itu menatap telur di tangan. Bagaimana cara membuka telur? Oh, astaga, kenapa sesulit ini? Ia harus bertindak cepat sebelum pan gosong karena terlalu panas. Ia membenturkan telur ke permukaan pantry, benturannya terlalu keras hingga telur hancur dan cairan berbau amis itu mengotori tangannya.
Arabella mengernyit, cairan kental itu terlihat menjijikkan. Tapi ia tidak punya waktu banyak, perutnya semakin lapar. Ia pun bergegas mengambil satu telur yang lain, membenturkannya secara perlahan. Ketika sudah terlihat retakan di cangkang, Arabella membawanya ke atas pan dan berusaha membuka cangkang itu. Berhasil, putih telur dan kuningnya meluncur cepat, mendarat di pan hingga minyak panas itu terpercik ke tangan Arabella.
Gadis itu memekik, refleks melemparkan cangkang telur ke atas pan. "Ahhhh!!!"
Teriakan Arabella mengundang perhatian Aaron. Hanya dalam hitungan detik Aaron sudah berada di dekat Arabella dan dengan sigap mematikan kompor. Lantas ia merangkul pinggang Arabella dan membawa gadis itu ke wastafel.
"Tengah malam membuat kekacauan di dapur," dengus Aaron sembari menggosok telapak tangan Arabella di bawah kucuran air. Membersihkan sisa-sisa telur di tangan sekaligus meredakan rasa perih akibat percikan minyak.
"Mengacau katamu? Aku kelaparan!"
Aaron meraih tisu dan mengelap tangan Arabella. "Kenapa tidak mengatakan pada saya?"
"Bagaimana mungkin?" Arabella memutar bola mata jengah, ingin mengatakan sejujurnya tetapi ia merasa malu sendiri karena sudah mengintip Aaron bercumbu dengan si Pirang. "Aku pikir bisa melakukannya sendiri."
"Dan kenyataannya seorang Princess seperti Anda hanya bisa membuat kekacauan di dapur." Aaron memeriksa tangan nonanya. "Apa Anda terluka?"
"Bekas percikan minyak panas itu terasa perih." Arabella menunjuk beberapa ruam merah di tangannya.
"Tanganmu tidak akan diamputasi hanya karena terkena percikan minyak." Itu jelas bukan suara Aaron.
Arabella menoleh ke belakang, menemukan seorang wanita yang sedang menggigit sebuah apel. "Si Pirang itu kekasihmu?" tanya Arabella pada Aaron.
"Namanya Carrolyn."
Arabella mengangguk dan tersenyum. "Hai, Carrol."
Wanita bertubuh langsing serta bibir merah menyala itu tidak memperlihatkan wajah bersahabat. Sepertinya Carrolyn tidak menyukai kehadiran Arabella. Mungkin karena Arabella tanpa sengaja merusak acara intim sepasang kekasih itu.
"Duduklah, Nona. Saya akan mengobati luka Anda." Aaron menuntun Arabella dan mendudukkan gadis itu di kursi, kemudian mengambil salep dari first aid box. Dengan hati-hati mengoleskan salep itu di luka kecil Arabella.
"Terima kasih."
"Anda ingin makan apa, biar saya buatkan."
"Omelette."
"Oke, tunggu sebentar."
Arabella tersenyum, duduk bertopang dagu sembari memperhatikan Aaron menyiapkan omelette untuknya. Si Pirang, eh ... Carrolyn berdiri di samping Aaron, memasang wajah masam.
"Jadi dia yang kau sebut bocah remaja?" Carrolyn melirik Arabella dengan sudut mata.
"Usianya baru 17 tahun, aku bertanggung jawab atas keselamatannya," tukas Aaron. Tangannya bergerak lincah memotong daun bawang.
"Kau terlihat perhatian padanya."
"Perhatian? Tidak juga. Ini hanya wujud tanggung jawabku sebagai pengawalnya."
Didengar dari percakapan mereka, Arabella bisa menebak jika Carrolyn menaruh rasa cemburu. Karena Aaron melindungi Arabella? Tidak, itu bukan alasan yang tepat. Arabella melebarkan mata karena teringat sesuatu. Ia meninggalkan dress dan bra di kamar Aaron! Astaga, Carrolyn pasti berpikir yang tidak-tidak.
"Hei, Carrolyn. Tidak perlu cemburu, di antara aku dan Aaron tidak akan pernah terjadi apa-apa. Asal kau tahu, aku tidak menyukai lelaki tua seperti Aaron."
Aaron menaikkan kedua alis, menatap Carrolyn dan berucap, "Kau dengar itu? Dia tidak menyukaiku, begitu pula sebaliknya."
"Kau yakin?"
Aaron memecahkan dua butir telur ke dalam mangkok. Ia mendekatkan wajah ke telinga Carrolyn dan membisikkan sesuatu. "Anak kecil bukanlah seleraku."
Arabella mendengus. Aaron menyebutnya anak kecil? Hanya karena ia baru menginjak usia 17 tahun? Entah kenapa itu terdengar menyebalkan. Ditambah lagi, Carrolyn menatap Arabella dengan tatapan meremehkan. Aih, si Pirang itu!
***
To be Continued
Thanks yang udah vote & komen
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro