Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 3

"Usia tujuh belas tahun. Dia layaknya bunga yang sedang mekar, dan kumbang akan berlomba-lomba ingin menghisap madunya."

- Aaron Maxwell -

--------------------

Arabella melirik jam di pergelangan tangan kanan. Pukul 20.00 waktu setempat, belum terlalu larut untuk bersantai dan menyantap menu makan malam di sebuah café. Malam itu, ia baru saja selesai berjalan-jalan di mall, membeli satu set accessories untuk kado ulang tahun salah satu temannya.

Suasana café cukup ramai. Arabella mengedarkan pandangan ke sekitar tempat duduknya. Di sebelah kanan, sekumpulan remaja asyik menikmati burger dan minuman soda. Sementara di sebelah kiri meja, seorang anak berusia sekitar tujuh tahun, bersemangat mengoceh menceritakan kegiatan sekolah pada ayah dan ibunya. Oke, yang paling menyebalkan di mata Arabella adalah meja di depan Arabella. Seorang lelaki yang bersikap sok romantis menyuapkan sepotong daging untuk sang kekasih.

Arabella mendengus. Seharusnya ia tidak mengambil tempat duduk di dekat pasangan itu. Astaga, bagaimana mungkin mereka tega bermesraan di hadapan seorang gadis yang menikmati menu makan malamnya seorang diri. Seketika Arabella mengutuk Aaron.

Ya, Aaron menolak ajakan Arabella untuk makan bersama. Lelaki itu lebih memilih berjaga di luar ruangan café. Dari pintu kaca, Aaron leluasa mengawasi nonanya. Menggunakan insting dan mata elangnya untuk mendeteksi setiap bahaya yang sewaktu-waktu mengancam nyawa Arabella.

It's okay, setidaknya selama beberapa hari sejak Aaron menjadi pengawal, lelaki itu tidak membosankan. Di balik sikap dinginnya, Aaron merupakan pribadi menyenangkan ketika diajak berbicara. Meski Aaron lebih mengarah ke type seorang pendengar setia.

Arabella menghirup aroma khas steak daging yang baru saja disajikan di atas meja. Tampilan menggiurkan, dilengkapi dengan makanan pembuka berupa salad yang terdiri dari irisan kecil wortel, alpukat, daun selada, paprika merah, tomat, serta kacang polong.

Secangkir cokelat panas mengepul di tengah meja, menguarkan aroma harum yang menggugah selera. Baiklah, saatnya Arabella mengalihkan perhatian dari keromantisan sepasang kekasih yang membuat ia merasa iri. Tatapan Arabella terpusat pada irisan steak berlumur mushroom sauce favoritnya.

Oh, astaga! Entah sampai kapan Arabella harus duduk dan menikmati makan malam seorang diri. Menunggu sampai ksatria pemberani hadir dalam hidupnya? Membosankan!

Arabella mengiris steak, lalu membawa potongan kecil itu ke dalam mulut. Tekstur daging lembut dan terasa juicy. Sangat memanjakan lidah, terlebih jika dimakan ketika perut dalam keadaan lapar. Di suapan kelima, Arabella terpaksa meletakkan sendok di atas piring karena Aaron terburu-buru masuk dan menghampirinya.

Lelaki dengan T-shirt hitam itu membungkuk dan berbisik tepat di telinga Arabella. "Tuan Osvaldo baru saja menelepon. Mansion diserang musuh, dan beliau meminta saya untuk membawa Anda ke tempat yang aman. Malam ini Anda tidak bisa pulang."

Serentetan kalimat itu membuat Arabella membeliakkan mata lebar-lebar. "Kau bercanda?"

"Saya serius, Nona. Kita harus segera pergi dari sini."

"Bisa tunggu sebentar? Aku belum selesai makan."

"Tidak bisa, Nona. Kita tidak tahu jika seandainya musuh saat ini sedang mengincar Anda."

"Tiga menit saja."

"Dan menjadikan ini sebagai makan malam terakhir Anda?" Aaron menarik lengan Arabella agar beranjak dari kursi. Kemudian, lelaki itu mengambil beberapa lembar uang dari dompet dan meletakkan di atas meja.

Arabella meraih cangkir dan mencoba meminum cokelatnya, tetapi sayang Aaron terlebih dulu menarik lengan wanita itu. Alhasil, minuman itu tumpah dan membasahi dress putih Arabella, kemudian cangkirnya lepas dan terjatuh hingga pecah berkeping-keping.

Arabella menggerutu saat Aaron menyeretnya meninggalkan café. Mereka melangkah cepat setelah sesaat lalu menjadi pusat perhatian pengunjung lain.

"Tidak bisakah kau bersikap lembut sedikit? Lihat, pakaianku kotor dan terasa lengket," ucap Arabella setelah duduk di mobil. Dress yang semula putih bersih, telah berubah warna oleh noda cokelat.

"Maaf, Nona. Besok saya akan menggantinya." Aaron memasang seatbelt di tubuh Arabella. "Saya akan membawa Anda ke tempat yang aman.

***

"Ini apartemen milikmu?" tanya Arabella sembari mengedarkan pandangan di ruang tamu.

Ruangan bercat putih itu dilengkapi satu set sofa kulit berwarna hitam. Sementara dindingnya terlihat polos tanpa pajangan apa pun, terkecuali satu buah pigura berukuran tidak terlalu besar. Pigura itu berisi foto Aaron bersama seorang gadis berambut panjang.

"Jangan keluar dari tempat ini tanpa seizin saya. Dilarang berdiri di dekat jendela, apalagi sampai membuka tirainya." Aaron menjelaskan secara singkat dan jelas.

"Oke, lalu bagaimana pakaianku? Aku tidak mungkin tidur tanpa mengganti pakaian, 'kan? Bisa-bisa semut mengerubungiku karena bekas tumpahan cokelat ini."

"Saya tidak memiliki pakaian wanita. Tapi saya akan mencarikan pakaian saya yang sekiranya bisa Anda pakai."

"Oke."

"Di sini ada 2 kamar. Anda akan tidur di kamar sebelah kanan, dan kamar saya ada di sebelah kiri. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, Anda bisa mengetuk pintu kamar saya. Mengerti?"

"Oke, aku mengerti. Tapi ... apa menurutmu tempat ini cukup aman untuk bersembunyi?"

"Apartemen ini memiliki system keamanan yang paling baik dibanding apartemen lain."

Arabella membuntuti Aaron ke ruangan selanjutnya, dapur yang merangkap ruang makan. Lelaki itu mengambil satu botol air mineral dan membuka tutupnya, lalu memberikannya pada Arabella. Sementara ia sendiri lebih memilih satu kaleng minuman soda.

"Bagaimana keadaan Dad? Aku mencemaskannya." Arabella menenggak air mineral untuk menenangkan diri.

"Tidak perlu mencemaskannya. Anda tahu sendiri seberapa tangguh ayah Anda, beliau pasti bisa mengatasi masalah ini."

Arabella menghela napas kasar. Meski yang dikatakan Aaron ada benarnya, tetapi Arabella tidak bisa berhenti mencemaskan ayahnya. Ingat peristiwa 15 tahun yang lalu, saat mansion diserang dan ibunya menjadi korban? Ia harap, kali ini semua baik-baik saja. Arabella belum siap kehilangan sang ayah.

"Saya akan mencarikan pakaian untuk Anda. Tunggu sebentar," ucap Aaron sembari membuang kaleng minuman soda ke tempat sampah.

Alih-alih menunggu Aaron, Arabella justru membuntuti lelaki itu masuk ke kamar sebelah kiri. Kamar minimalis dengan konsep black and white. Dinding bercat putih, ranjang hitam dengan selimut berwarna senada terhampar di atasnya. Di sudut ruangan terdapat sebuah lemari besar tempat Aaron menyimpan pakaian.

Aaron menggeser slide pintu lemari, nampak kemeja dan jas yang tergantung rapi di sana. Lelaki itu berpikir sejenak, kemudian memilih-milih yang sekiranya cocok dipakai Arabella. Dan pilihannya terjatuh pada sehelai kemeja putih. Aaron mengambilnya dan kembali menutup pintu lemari. Ia membalikkan badan dan terhenyak saat menemukan Arabella tengah berdiri di belakangnya.

"Pakai ini." Aaron menyodorkan kemeja pada Arabella. "Lain kali jangan masuk ke kamar orang lain sembarangan."

"Hehem ... terima kasih." Arabella membuka kancing dress yang dikenakannya.

"Apa yang Anda lakukan?"

Arabella menghentikan gerakan jemarinya dan menatap Aaron polos, "Kau menyuruhku mengganti pakaian, 'kan?"

"Di hadapan saya?"

"Memangnya kenapa?"

Aaron menghela napas kasar, tidak mengerti jalan pikiran gadis itu. "Jangan lupa, saya seorang lelaki."

"Aku tahu, lalu masalahnya di mana? Aku tahu kau tidak akan berani berbuat macam-macam padaku. Kau sudah berjanji pada Dad untuk melindungiku dan membawaku pulang dalam keadaan utuh." Arabella menaikkan kedua alis lalu melanjutkan gerakan jemarinya. Membuka kancing satu per satu.

Aaron mengacak rambut frustrasi. Sebegitu lugukah gadis ini? It's okay, Aaron memang tidak tertarik pada bocah ingusan seperti Arabella, tetapi bukan berarti Arabella tidak memberi batasan di antara mereka.

"Saya tunggu Anda di luar." Aaron bergegas keluar ruangan sesaat sebelum Arabella meluncurkan dress yang dipakainya ke lantai.

Dering ponsel di saku celana Aaron mengalihkan perhatian lelaki itu. Bosnya kembali menelepon.

"Kau di mana?" tanya Osvaldo di seberang sana.

"Di apartemen."

"Putriku baik-baik saja?"

"Anda tidak perlu cemas. Nona Arabella baik-baik saja. Bagaimana kondisi mansion?"

"Penyusup berhasil dikalahkan. Untuk sementara biarkan Arabella berada di sana sampai aku memastikan kondisi aman."

"Baik, Tuan."

"Jaga putriku baik-baik. Dia satu-satunya milikku, aku tidak segan-segan menghabisimu jika kau gagal melindunginya."

"Saya mengerti."

Sambungan telepon diputuskan secara sepihak. Aaron meletakkan ponsel di atas meja makan, tepat saat Arabella keluar dari kamar.

"Dad menelepon?" tanya Arabella. Jari-jari lentik gadis itu mengancingkan kemeja putihnya.

"Tuan Osvaldo mencemaskan Anda. Beliau sudah bisa membereskan penyusup yang menyerang mansion."

"Syukurlah." Arabella merapikan rambut panjangnya dengan kedua tangan.

"Anda bisa istirahat di kamar sebelah." Aaron menyibukkan diri, berpura-pura mengambil apel dari dalam kulkas. Dengan sudut mata ia melirik Arabella. Kemeja milik Aaron terlihat kebesaran di tubuh ramping gadis itu.

"Oke, terima kasih bajunya." Kaki jenjang itu melangkah ke pintu kamar sebelah.

Begitu pintu tertutup dan tubuh gadis itu tak lagi terlihat, Aaron menghela napas. Semoga gadis itu tidak keluar dari kamar sampai besok pagi.

***

To be Continued

Thanks yang udah vote & komen..

Di Karya Karsa udah update sampai part 10 ya.. Yang udah keburu penasaran bisa meluncur ke sana 🥰🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro