Part 22
“Aku terperangkap dalam hubungan tidak jelas ini. Menyakitkan, tetapi sialnya aku justru menikmati rasa sakitnya.”
- Arabella Smith -
---------------------
Arabella menggigit bibir bawahnya, berbaring miring dengan siku bertumpu di atas ranjang, sementara sebelah telapak tangan menyangga kepala. Menatap lelaki yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Pemandangan yang selalu ia lihat di pagi hari. Sungguh, ini sangat menyenangkan.
Ya, sejak pertama kali Arabella menyerahkan mahkotanya pada Aaron, percintaan panas itu selalu terulang setiap malam. Meski Arabella sampai detik ini tidak pernah tahu, Aaron menganggap hubungan ini dengan sebutan apa. Arabella juga tidak pernah tahu bagaimana perasaan Aaron, apakah lelaki itu juga memiliki perasaan yang sama seperti yang dirasakan Arabella? Atau Aaron hanya menganggap Arabella sebagai wanita pemuas hasrat lelakinya?
Jemari Arabella terulur menyentuh bulu-bulu halus yang tercukur rapi di rahang tegas Aaron. Terdengar helaan napas berat, ketika Arabella menyadari satu hal. Bukankah Aaron hanya mencintai Carrolyn? Dan itu berarti Arabella tidak berarti apa-apa di mata lelaki itu. Menyedihkan, bukan?
Tidak, Arabella tidak pernah menyesal meski harus menyembunyikan perasaan cintanya. Yang ia tahu, ia merasa nyaman saat Aaron mendekap tubuhnya. Ia bahagia ketika Aaron meneriakkan namanya di antara penyatuan tubuh mereka. Dan ia merasa menjadi seorang wanita seutuhnya ketika Aaron berkali-kali membawanya ke puncak kenikmatan.
Arabella menyukai kebebasan ia lakukan bersama Aaron. Ia bukan lagi boneka porselen yang diletakkan di dalam kotak kaca seperti saat ia dikekang oleh ayahnya. Kini, Arabella menjadi wanita dalam artian sesungguhnya. Dan Aaron lah satu-satunya lelaki yang mampu memberikan kebebasan dan kebahagiaan itu.
Arabella merapatkan tubuh pada Aaron. Dengan hati-hati, ia mengecup bibir lelaki itu. Aaron yang sudah terlatih bersiaga oleh gerakan sekecil apa pun, tergesa membuka mata. Ia hampir saja membanting tubuh Arabella kalau saja gadis itu tidak bergegas menyapanya.
"Selamat pagi," ucap Arabella sembari mengakhiri kecupannya.
"Oh, sepertinya saya ketiduran lagi." Aaron memijit keningnya, berusaha meninggalkan tempat tidur tetapi Arabella terlebih dulu mendekapnya.
"Masih terlalu pagi untuk meninggalkan kamarku, hum?"
"Nona Ara, saya harus mengecek kondisi villa."
Arabella semakin mendekap tubuh kekar itu erat-erat. "Sudah banyak pengawal lain yang berjaga di luar villa. Tugasmu menjagamu. Di sini."
"Tapi, jika saya terlalu sering menghilang dari pandangan pengawal lain, mereka akan mencurigai saya."
"Tidak akan ada yang tahu, tenang saja."
"Saya harus pergi, Nona."
"Please, Aaron. Peluk aku. Lima menit saja."
"Lima menit yang akan bertambah menjadi enam puluh menit?"
Arabella tersenyum. "Hem ... Anggap aja ucapan selamat pagi."
"Nona Ara ...." Aaron mendesis sembari memejamkan mata. Pasrah ketika jari-jari lentik Arabella mulai bergerak memberikan sentuhan nakal.
"Enjoy it ...." Arabella mengedipkan sebelah mata. Namun, gerakannya terhenti saat ponselnya berdering. Arabella meraih ponsel di sisi ranjang, nama Osvaldo terpampang di layar. Entah apa yang membuat lelaki tua itu menelepon putrinya sepagi ini.
"Saya harus pergi."
"No!" Arabella menggeser layar ponsel. Tidak lupa untuk menyalakan mode speaker dan meletakkan ponsel di atas bantal. Tubuhnya bergerak membelakangi Aaron, lantas ia menarik tangan Aaron dan memposisikan lengan kekar itu agar mendekapnya erat-erat. Posisi yang sangat nyaman.
"Hello, Princess." Suara berat di seberang sana menyapa putri kesangannya.
"Hai, Dad. Miss you."
"Miss you too, Princess. Bagaimana pagimu? Menyenangkan?"
"Hehem ... pagiku selalu menyenangkan." Arabella merasakan tubuh Aaron menegang. Bukan hanya karena sensasi kulit mereka yang bersentuhan tanpa penghalang, tetapi suara Osvaldo terdengar mengerikan di telinga Aaron.
Bagaimana seandainya Osvaldo tahu bahwa saat ini putrinya sedang berada dalam dekapan seorang lelaki yang tengah bergairah? Mungkin Aaron bisa mati detik ini juga.
"Kau menikmati kesendirianmu tanpa teman?"
"Yeah, Dad. Aku mulai terbiasa dengan kondisi ini. Setidaknya di sini tidak ada desingan peluru dan dentingan mata pedang yang beradu. Aku merasa nyaman." Arabella mengusap lengan Aaron, menenangkan. Memastikan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Kau benar-benar baik-baik saja, Princess?" Osvaldo mendesah kasar. Yah, barangkali instingnya sebagai seorang ayah mulai mencium aroma tidak beres.
"Dad bicara apa? Dad bisa tanyakan pada Aaron. Aku sudah mulai kerasan tinggal di pulau ini. Tidak masalah kalaupun harus tinggal di sini dalam waktu yang lama." Arabella mulai merasakan embusan napas hangat di tengkuknya. Aaron menyurukkan wajah di sana.
"Ini untuk pertama kalinya aku melepasmu pergi. Bersama orang asing."
"Dad, Aaron bodyguard terlatih, bukan? Kenapa kau harus meragukannya? Aku pasti selamat berada dalam perlindungannya."
"Seharusnya begitu." Terdengar helaan napas berat lagi. "Tapi seharusnya aku juga sadar, dia laki-laki dan kau perempuan."
"Percayalah, Dad! Aaron menjagaku dengan baik."
"Sayangnya, sekarang aku tidak semudah itu mempercayai lelaki." Untuk ketiga kalinya, Osvaldo menghela napas kasar. "Bagaimana cara memberitahumu?"
"Dad, what happened?"
"Aku hampir saja tertipu oleh Louis Hilton."
"Louis Hilton?"
"Louis menyukaimu, itu benar. Hanya saja, aku mendapat laporan dari mata-mata, sebenarnya Louis merupakan sekutu lawan."
"What?"
"I'm sorry, Princess. Aku hampir saja salah memilihkan pangeran untukmu."
"Tidak perlu minta maaf, Dad. Dan tidak perlu mencemaskanku lagi. Aku sudah dewasa, sepertinya aku sudah menemukan pangeranku sendiri." Arabella merasakan benda asing menyentuh pahanya. Ia menggigit bibirnya perlahan, lantas dengan suara tertahan ia mengakhiri pembicaraannya dengan sang ayah. "Dad, Alsen memanggilku. Sepertinya dia sudah menyiapkan sarapan untukku. Bye, Dad!"
Sambungan terputus, Arabella membanting ponselnya ke sembarang arah. Sementara Aaron sudah mendekapnya dengan sangat erat sampai-sampai Arabella tidak bisa bergerak.
"Sudah menemukan pangeran sendiri?" tanya Aaron dengan nada dingin. "Seharusnya saat ini Anda sedang tidur bersama pangeran Anda, bukan bersama saya."
"Hei, kau cemburu?"
"Cemburu? Untuk apa cemburu?" Aaron tersenyum sinis, membalik tubuh Arabella dan menyentuh dagunya. "Siapa pangeran yang Anda maksud? Jason?"
"Please, Aaron! Sekarang bukan saat yang tepat untuk memperdebatkan hal itu, oke?" Arabella menyentuh wajah memerah Aaron, lantas mencium bibirnya penuh gairah.
Jika sudah begitu, Aaron tidak bisa lagi menolak. Mereka mengawali pagi dengan berbagi kenikmatan. Saling mengisi ulang energy yang membuat mereka bersemangat menjalani hari.
***
"Tuan Osvaldo meminta saya untuk menjemput kalian." Seorang lelaki berperawakan tinggi besar yang merupakan tangan kanan Osvaldo, sore itu datang menemui Arabella dan Aaron.
"Kenapa mendadak begini?" protes Arabella.
"Saya tidak tahu, Nona. Saya hanya menjalankan perintah Tuan Osvaldo."
Arabella dan Aaron saling berpandangan. Tentu saja Arabella keberatan jika harus meninggalkan pulau. Kemungkinan besar, di rumah ia tidak bisa memperlihatkan kedekatannya dengan Aaron. Bagaimana ini? Tidur tanpa ucapan selamat malam dari Aaron? Pagi yang membosankan karena semalaman harus bergelung di bawah selimut seorang diri?
"Apa karena Louis Hilton?"
"Sepertinya demikian. Tuan Osvaldo tidak bisa lagi mempercayai siapa pun, termasuk pada Aaron."
"Aku harus menelepon Dad sekarang." Arabella menggeser slide layar ponsel, melakukan panggilan keluar.
"Orang suruhanku sudah sampai di situ?"
"Dad, aku tidak ingin pulang sebelum permasalahan di situ selesai. Aku bosan melihat pertikaian yang memakan banyak korban."
"Why? Kenapa kau berubah, Princess? Kau yang dulu merasa keberatan karena harus berjauhan denganku, sekarang malah tidak ingin pulang?"
"Dad!"
"Jangan membuatku mencurigaimu, Princess."
"Dad!"
"Aku tidak mempercayai siapa pun, termasuk Aaron ataupun pengawal yang lain."
"Dad lihat, aku baik-baik saja. Aaron menjagaku dengan baik."
"Pulang sekarang!" Nada suara Osvaldo naik satu oktaf. "Aku tidak mempercayai siapapun."
Sambungan telepon diputus secara sepihak. Arabella menatap ponselnya dengan lesu.
"Saya akan menunggu kalian di depan. Harap jangan membuang waktu, karena masih banyak hal lain yang harus saya kerjakan." Orang kepercayaan Osvaldo mengangguk hormat pada Arabella, kemudian undur diri.
"Mari, Nona. Saya akan membantu Anda berkemas." Aaron menyentuh pundak Arabella.
Arabella mendongak, bertatapan dengan Aaron. "Apa mungkin Dad mengetahui hubungan kita?"
"Semoga saja tidak."
"Kau sudah memastikan tidak ada kamera tersembunyi di kamarku, 'kan?"
"Setiap hari saya selalu memeriksanya. Aman."
"Baguslah. Aku takut kalau-kalau Dad tahu jika setiap malam kita tidur bersama."
"Tidak perlu cemas, Nona. Sekalipun Tuan Osvaldo tahu, dia tidak akan menyakiti Anda."
"Aku mencemaskanmu, Aaron. Apa yang akan Dad lakukan seandainya dia tahu ini?"
"Membunuh saya, mungkin."
"Aaron ...." Arabella megerjap sayu.
"Jangan terlalu dipikirkan. Ketika pertama kali saya menyentuh Anda, artinya saya sudah mempersiapkan diri untuk menerima konsekuensi seandainya Tuan Osvaldo mengetahui kesalahan saya."
Arabella menggenggam tangan Aaron erat-erat. "Jika Dad menghukummu, maka Dad juga harus menghukumku. Karena di sini aku juga berperan dalam kesalahan yang kita lakukan."
"Percayalah, semua akan baik-baik saja, Nona." Aaron mengacak puncak kepala Arabella dengan gemas. "Saya akan mempertanggungjawabkan perbuatan saya tanpa melibatkan Anda."
"Aaron ...."
"Trust me, Princess." Aaron mengecup bibir Arabella singkat. "Saya akan membantu Anda berkemas."
Aaron melangkah menuju kamar, sementara Arabella bergeming di tempatnya. Gadis itu mengusap bibir, kecupan Aaron selalu mampu memberikan debaran aneh di dadanya. Ia menoleh, menemukan Aaron sudah berada di anak tangga teratas.
Arabella menghela napas kasar. Dad tidak akan membunuh Aaron, 'kan?
***
To be Continued
Next?
Ayo donk ramaikan komennya biar aku semangat 😁😁😁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro