Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 14

"Jika benar ini cinta, kenapa harus dengan lelaki itu? Benarkah semesta akan menolaknya karena strata kami berbeda?"

- Arabella Smith -

--------------------

Arabella tidak menyangka Aaron akan memberikan serangan mendadak seperti ini. Dan seperti biasa, pagutan Aaron membuat gadis itu merasakan sensasi asing yang memberikan sebuah kenikmatan tersendiri. Aaron memagut bibirnya dengan lembut tetapi penuh dengan hasrat yang menggebu.

Gadis tidak berpengalaman itu berusaha mengimbangi permainan Aaron. Ah, tetapi Aaron terlalu lihai sehingga Arabella lebih memilih untuk menikmati saja dan sesekali membalas ciuman itu sebisanya. Napas Arabella mulai tersengal hingga terpaksa Aaron mengakhiri pagutannya.

Desah napas mereka saling bersahutan. Perlahan, Aaron mengusap bibir basah Arabella. "Maaf," lirihnya.

Arabella menunduk. Wajahnya memanas. "Tidak apa-apa. Aku menyukainya."

"Tidak seharusnya kita melakukan ini."

"Apa yang salah jika kita sama-sama menginginkannya?"

"Nona Ara-"

Kalimat Aaron terpotong saat Arabella berjinjit dan kembali menyatukan bibir mereka. Saling melumat dan bertukar kenikmatan. Refleks, Aaron menarik tubuh Arabella agar semakin merapat padanya. Tubuh lelaki itu memanas, merasakan sesuatu yang begitu sesak di bawah sana. Tolong, ia takut tidak bisa mengendalikan diri jika Arabella masih berada di dalam dekapannya.

Aaron ingin melepaskan tubuh sang nona, merasa bersalah karena seharusnya ia melindungi, bukan malah memanfaatkan kesempatan untuk bisa mencicipi bibir ranum yang selama ini begitu menggoda. Shit! Baru kali ini Aaron membenci gairahnya yang meluap-luap.

Dering ponsel di saku celana Aaron menginterupsi kegiatan mereka. Menyadarkan Aaron dari kegilaan yang melenyapkan akal sehatnya. Lelaki itu melepaskan pagutannya sembari mundur selangkah. Ia mengambil ponsel dan melihat nama Carrolyn muncul di layar.

"Ya, Carrolyn ...," ucap Aaron sembari menetralkan desah napasnya.

"Kapan kau kembali ke New York? Aku merindukanmu."

"Aku belum bisa memastikan."

Terdengar Carrolyn mendesah kecewa di seberang sana. "Sudah kubilang, lebih baik kau mundur dari pekerjaan itu. Pekerjaanmu terlalu menyita waktu dan sekarang membuat kita berjauhan?"

"Tidak akan lama. Percayalah."

"Dan membiarkan aku sendirian dan kesepian di kamarku?"

"Dua atau tiga minggu lagi aku akan mengunjungimu. Sekarang aku sedang sibuk. Nanti aku telepon lagi." Aaron mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku celana.

"Dia tidak benar-benar sendirian di kamarnya," ucap Arabella.

"Maksud Anda?"

"Dia tidur dengan laki-laki lain."

"Tidak mungkin. Saya mengenal Carrolyn, dan dia tidak mungkin mengkhianati saya."

"Aku memang tidak berpengalaman soal cinta. Tapi sebagai sesama wanita, aku bisa memahami jika Carrolyn bukan wanita lemah lembut yang hanya puas dengan satu lelaki."

"Tidak mungkin."

"Jika kau ingin membalas dendam padanya, aku tidak keberatan membantumu."

"Maksud Anda?" Aaron mengerutkan dahi. "Anda ingin membunuh Carrolyn untuk saya?"

"Tentu saja tidak, mana mungkin aku mengotori tanganku." Arabella menggigit bibir bawahnya. "Maksudku, pintu kamarku akan selalu terbuka untukmu." Arabella tertawa, membalikkan tubuh kemudian berlari meninggalkan Aaron.

Aaron hanya menggeleng-gelengkan kepala. Bocah nakal itu mulai bertingkah lagi? Telunjuk jari Aaron mengusap bibir, lalu tersenyum. Manisnya masih terasa. Damn! Bisa-bisanya ia lengah dan hampir saja kehilangan kontrol.

Aaron melirik jaket yang tertinggal di belakang. Sebelum menyusul Arabella ke villa, Aaron memungut jaket dari atas pasir, lalu menyampirkannya di pundak. Ia tertegun sesaat, aroma khas Arabella-perpaduan antara aroma jeruk dan bunga chypre-tertinggal di jaket itu. Aroma sensual yang mungkin tidak akan pernah dilupakan Aaron.

Astaga! Setelah ini Aaron harus pandai-pandai mengontrol diri. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada gadis polos yang sudah mengundangnya dengan cara mengatakan pintu kamarnya akan selalu terbuka untuk Aaron. Sebelum terlambat, Aaron harus pandai-pandai mengontrol diri agar gairahnya tidak semudah itu terpancing ketika melihat gesture tubuh Arabella. Bagi Aaron, bertarung dengan hawa nafsu itu lebih sulit dibanding dengan bertarung dengan petarung kelas kakap.

***

Satu bulan berlalu begitu cepat. Ralat! Tidak cepat bagi Aaron. Setiap detik berada di dekat Arabella rasanya seperti satu abad. Bagaimana tidak, seperti yang sudah Aaron pikirkan sejak kejadian malam itu, ia menjaga jarak dengan Arabella. Sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan gadis itu, meski sulit.

"Kau yakin ingin kembali ke New York dan meninggalkanku di sini sendirian?" Arabella bersandar di kusen pintu kamar Aaron, memperhatikan pengawalnya memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam ransel.

"Anda tidak sendirian. Saya sudah menyiapkan pengawal terpilih untuk memperketat penjagaan. Lagipula, saya tidak akan lama."

"Tiga hari lagi aku ulang tahun. Kau tega membiarkanku merayakan ulang tahun sendirian? Tanpa teman, tanpa keluarga."

Aaron menoleh sejenak. "Saya usahakan untuk kembali sehari sebelum Anda merayakan ulang tahun."

"Kau ingin menemui si Pirang?"

"Anda tidak berhak menanyakan itu. Saya bekerja pada Tuan Osvaldo, dan saya sudah meminta izin cuti selama beberapa hari."

"Tidak perlu kau jawab pun aku sudah tahu jawabannya." Arabella berdecak. "Kau lebih mementingkan si Pirang daripada aku."

Sembari menarik ritsleting ransel, Aaron berucap tegas, "Selama saya tidak di sini, jangan menjadi bocah nakal. Jangan memakai pakaian yang terbuka ataupun terlalu menonjolkan lekuk tubuh. Dan-"

"Kau takut aku mengundang lelaki lain ke kamarku?"

"Saya hanya memperingatkan. Itu demi kebaikan Anda."

"Sayangnya aku menangkap nada cemburu dan kalimatmu."

"Cemburu? Pada-"

"Bocah ingusan sepertiku?" potong Arabella. Gadis itu menghampiri Aaron dan menyilangkan kedua lengan. "Bahkan setelah ciuman panas malam itu, kau masih juga menganggapku bocah."

"Sudahlah, Nona. Tidak perlu memperdebatkan hal yang tidak penting." Aaron menepuk pipi Arabella dengan lembut. "Jangan lupa, seluruh sudut rumah terkecuali kamar Anda, terpasang CCTV yang terhubung ke ponsel saya. Jadi, saya harap Anda tidak berbuat macam-macam."

"Oke, asal kau kembali sebelum hari ulang tahunku. Aku ingin merayakannya denganmu."

"Saya usahakan." Aaron meraih jaket kulit dari dalam lemari lalu mengenakannya. Selang beberapa detik, ransel sudah tersampir di pundak lelaki itu. "Saya pergi sekarang."

"Tidak ingin memberikan ciuman perpisahan?" Arabella mengerjap manja.

"Nona Ara, saya sudah berjanji tidak akan mengulangi kekhilafan yang sama."

"Baiklah, kalau begitu kecupan kecil saja."

Aaron menghela napas kasar. Kecupan kecil yang akan memancing hasrat? Tidak lagi! Aaron tidak bisa menyepelekan bocah ini lagi. "Saya buru-buru, Nona."

"Huh, pelit. Sebentar saja." Arabella memegang kedua pundak Aaron, kemudian berjinjit dan memberikan kecupan singkat. "Jangan lama-lama."

"Bocah nakal." Aaron mencubit kedua pipi Arabella, kemudian bergegas meninggalkan gadis itu sebelum ia memiliki keinginan lebih dari sekadar ciuman.

Arabella berjalan membuntuti Aaron, mulutnya tidak berhenti menggerutu. Mengatakan jika ia kesepian tanpa Aaron. Berkali-kali mengingatkan Aaron harus cepat kembali dalam dua hari. Jika tidak, Arabella mengaku akan marah dan memecat Aaron.

"Bye, hati-hati, Aaron!" Arabella melambaikan ketika lelaki itu masuk ke mobil dan bersiap melaju ke landasan helikopter.

Setelahnya, sunyi. Membosankan. Arabella kembali ke kamar, berdiri di balkon sembari menatap sebuah helikopter yang mendarat tidak jauh dari villa. Dan Aaron bersiap pergi dengan helikopter itu. Ada rasa tidak rela karena Arabella tahu, Aaron pergi untuk menemui Carrolyn. Entahlah, yang jelas hal itu telah membuatnya sedih.

Ragu, Arabella men-dial nomor mantan pengawalnya. Begitu terdengar sapaan di seberang sana, Arabella berkata, "Aaron kembali ke New York. Awasi dia ke mana pun dia pergi. Laporkan padaku."

Arabella mematikan ponsel secara sepihak. Tertawa miris. Ada apa dengannya? Kenapa mendadak ia bersikap possessive terhadap Aaron? Cinta telah membuatnya menjadi gila. Arabella tahu, belakangan ini Aaron sengaja menghindarinya. Apa Aaron merasa risih karena Arabella bertingkah seperti wanita gampangan yang dengan begitu mudah mencium lelaki? Entahlah. Yang jelas Arabella penasaran apa yang akan dilakukan Aaron di New York.

Baling-baling helikopter berputar cepat, perlahan tubuh helikopter mengudara dengan suara desingan yang terdengar bising. Terbang semakin tinggi dan semakin jauh. Aaron pergi, bersamaan dengan separuh hati Arabella yang terbawa oleh lelaki itu. Ah, jika ini benar cinta, kenapa harus dengan Aaron?

Arabella menyentuh dadanya. Debaran lembut itu terasa lagi. Ah, cinta memang sulit dimengerti.

***
To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro