Part 13
Hai.. Jangan lupa vote & ramaikan dengan komen.
Happy Reading
❤❤❤
.
.
.
"Yeah, sepertinya aku mulai gila. Bagaimana mungkin gadis polos itu mampu membangkitkan sisi liarku hanya dengan sebuah kecupan singkat?"
- Aaron Maxwell -
---------------------
Satu minggu di pulau sangatlah membosankan. Arabella menjejakkan kaki di atas pasir pantai. Mata abu-abunya tertuju pada bintang-bintang yang menghias langit. Malam itu suasana sangat cerah. Bulan sabit bersinar menerangi kegelapan, sesekali sekelompok awan tipis berarak dan sesaat menghalangi cahaya turun ke bumi.
Ombak berdebur, air laut menyapa kaki telanjang Arabella. Terasa dingin. Hampir sepuluh menit ia berdiri di sana. Ia merindukan ibu dan ayahnya. Arabella berharap, salah satu bintang di langit sana merupakan jelmaan sang ibu, memandang putrinya dari kejauhan. Ya, itu cukup mengobati kerinduan di hati gadis itu.
"Nona Ara, kita kembali ke villa sekarang. Anda sudah terlalu lama berada di sini. Udara malam sangat dingin." Aaron yang berdiri lima meter di belakang Arabella, bersuara.
"Sebentar lagi, Aaron." Terdengar helaan napas berat. "Aku masih ingin melepas rindu."
"Anda bisa melihat bintang dari balkon kamar."
"Sensasinya berbeda ketika melihatnya di lepas pantai."
Angin bertiup kencang, rambut panjang Arabella berterbangan di bahunya yang terbuka. Dress warna putih berbahan Silk Chiffon di tubuh gadis itu tersingkap, menampakkan sebagian pahanya yang mulus. Ia menyilangkan kedua lengan di depan dada, hampir menggigil.
"Nona Ara, anginnya terlalu kencang."
"Sebentar saja, Aaron. Jangan bersuara lagi, aku butuh ketenangan."
Aaron menurut, lelaki itu terdiam. Namun, selang beberapa detik, Arabella merasakan sebuah jaket menutupi punggung dan kedua bahunya. Aroma musk khas Aaron menguar dan mengganggu indra penciumannya.
"Mundurlah, jangan terlalu dekat dengan pantai. Air laut akan membuat rasa dingin bertambah dua kali lipat."
Napas Arabella tertahan saat Aaron menyentuh kedua pinggangnya, kemudian membimbingnya mundur beberapa langkah. Jari-jari Aaron serasa arus listrik yang menyengat tubuh Arabella. Hanya sentuhan kecil, tetapi berefek besar. Sensasi asing mengalir deras di dalam pembuluh darah gadis itu.
"Thanks," ucap Arabella dengan suara tercekat. Ia menoleh ke belakang, bersamaan dengan Aaron yang juga sedang menatapnya tanpa ekspresi.
Arabella menggigit bibir bawahnya, jantungnya mulai berdetak cepat. Entah kenapa, tatapan Aaron berbeda dengan biasanya. Mata elang yang bersorot tajam, tetapi terasa lembut dan mendamaikan hati. Tatapan yang menjanjikan sebuah rasa aman. Ah, tidak hanya itu, entahlah ... Arabella terlalu sulit untuk mengartikannya.
Arabella bergegas memalingkan wajah. Menunduk, mengamati seekor kepiting kecil yang berjalan cepat di atas pasir. Arabella sibuk menerka perasaan asing yang menghampirinya, ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Aaron, lelaki pertama yang mampu membuat jantung Arabella berpacu dengan cepat. Inikah yang dinamakan cinta?
"Aaron," lirih Arabella. Suaranya hampir tidak terdengar, berlomba dengan debur ombak dan desau angin malam.
"Hemmm ...."
"Bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Silakan?"
"Aku mempunyai seorang teman laki-laki. Dan entah kenapa, setiap kali berdekatan dengannya, jantungku selalu berdetak cepat. Menurutmu, kenapa bisa begitu?"
"Kemungkinan besar Anda jatuh cinta padanya."
"Jika benar itu cinta, apa yang harus aku lakukan?"
"Ada dua opsi. Melenyapkan perasaan itu, atau menunggu lelaki itu mengungkapkan perasaan cintanya pada Anda."
"Tidak ada pilihan bagiku untuk menyatakan cinta terlebih dulu?"
"Anda seorang wanita. Ada beberapa hal yang bisa saja terjadi jika Anda melakukan itu."
"Apa?"
"Pertama, dia akan memanfaatkan Anda dengan mengatasnamakan cinta. Kedua, dia merasa tidak nyaman dikejar, dan akhirnya dia memilih untuk menjauh."
"Bagaimana jika kami berbeda kasta? Dia tidak mungkin memiliki nyali untuk mengungkapkan perasaannya. Lalu, apa aku harus menyembunyikan cinta ini sampai mati?"
"Kalau begitu Anda harus memilih opsi pertama. Melenyapkan perasaan itu."
Arabella berdecak. "Tapi aku berharap kami akan menyatukan cinta."
"Alam akan menentangnya."
"Kenapa?"
"Karena kalian berbeda. Dan Anda berhak mendapatkan lelaki yang lebih dari dia."
"Tapi aku mencintainya, Aaron."
"Cinta sebuah hal yang wajar dialami oleh remaja seperti kalian. Percayalah, setelah menikah dengan Louis Hilton, Anda akan mengerti. Yang terpenting dalam sebuah hubungan bukanlah cinta, melainkan kesetiaan dan rasa saling percaya."
"Aish ... kau tidak mengerti, Aaron."
"Sudahlah, Nona. Jangan mengajak saya berdebat tentang cinta. Saatnya pulang." Aaron meraih pergelangan tangan Arabella dan menariknya perlahan. Membawa gadis itu menjauh dari garis pantai. Hawa di sana semakin terasa dingin.
Keduanya melangkah beriringan. Arabella melirik tangan Aaron yang masih menggandeng pergelangan tangannya. Apa Aaron tidak merasakan debaran lembut yang sama seperti Arabella? Ah, cinta tidak berbalas memang menyakitkan, bukan?
Ingin rasanya Arabella berkata jujur bahwa lelaki yang ia maksud tak lain adalah Aaron. Akan tetapi, Arabella tidak bisa melakukan itu. Seperti yang sudah dijelaskan Aaron, Arabella tidak ingin lelaki itu merasa tidak nyaman dan akhirnya memilih pergi menjauh. Oke, cukup berdekatan seperti ini tanpa tahu perasaan yang sebenarnya, itu lebih baik.
Arabella merapatkan tubuh pada Aaron, bergelayut manja di lengan kekar milik lelaki itu. Akan tetapi, sepertinya Aaron merasa keberatan. Dengan hati-hati ia menyingkirkan jari-jari lentik Arabella.
"Nona, jika orang lain melihatnya, mereka akan berpikiran yang macam-macam."
Arabella mendengus. "Memangnya kenapa? Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya bergelayut pada lelaki yang aku cintai."
"Lelaki yang Anda cintai?"
"Eh, maksudku ini hanya simulasi. Kau kekasih pura-puraku, 'kan? Jadi tidak ada yang salah." Arabella kembali bergelayut manja.
Aaron menghentikan langkah, tepat di undakan tangga dekat pantai. "Bukan berarti kita harus melakukan semua hal yang dilakukan pasangan kekasih. Ada baiknya jika kita berdiri di wilayah masing-masing agar di antara kita tidak ada yang melampaui batasan."
Arabella mendengus. Duduk santai di salah satu anak tangga dengan kedua tangan menopang dagu. Mata abu-abunya mengarah pada wajah berahang tegas dan ditumbuhi bulu-bulu halus yang tercukur rapi. "Terlambat, Aaron. Kau sudah melampaui batasan ketika pertama kali menciumku."
"Itu sebuah jawaban, bukan ciuman."
"Sudah kepalang basah, terjun saja sekalian." Arabella beranjak dari anak tangga. Entah darimana ia mendapatkan keberanian, gadis itu mengalungkan lengan di leher Aaron. Jaket di bahunya terlepas dan meluncur ke bawah.
"Nona Ara, jangan konyol."
"Ajari aku berciuman. Aku tidak ingin Louis berselingkuh hanya karena aku tidak pandai berciuman."
"Anda bisa belajar nanti pada Louis Hilton."
"Kenapa kau menolak? Kau tidak suka berciuman denganku karena aku tidak pandai berciuman seperti si Pirang?"
"Sudah saya katakan, kita harus menciptakan batasan."
"Persetan dengan batasan, aku hanya ingin belajar menjadi kekasih yang baik." Arabella berjinjit dan mengecup bibir Aaron. Namun, ketika dirasanya Aaron tidak bereaksi, Arabella mengurungkan niat. Ia mundur selangkah, lalu tersenyum miris. "Maaf, tidak seharusnya aku memaksamu. Dan sekarang aku terlihat seperti gadis murahan? Oke, lupakan saja. Kita pulang sekarang."
Gadis itu membalikkan tubuh. Melangkah menaiki undakan tangga mendahului Aaron. Merasa menjadi gadis paling bodoh di dunia karena untuk kesekian kali ia menawarkan diri kepada Aaron. Dan lelaki itu sama sekali tidak tertarik padanya. Ya, mungkin Aaron tidak memiliki hasrat pada gadis yang usianya terpaut sepuluh tahun dengannya. Baiklah, sepertinya Arabella harus mengambil opsi kedua. Melenyapkan perasaan cinta di hati.
Arabella menjejakkan kaki sembari menghitung anak tangga sesuai langkahnya. Sementara Aaron masih mematung di tempat semula. Mata elangnya terpaku pada tubuh ramping tetapi berisi, memiliki lekuk tubuh yang sempurna, serta nampak padat di beberapa bagian. Rambut panjang berwarna kecokelatan bergerak tertiup angin. Kulit halus itu terlihat semakin indah ketika bermandikan cahaya rembulan.
Bukankah dia sesosok gadis yang memiliki kecantikan sempurna? Bodoh jika Aaron menolak gadis sesempurna itu. Argh, Aaron bisa apa ketika Arabella menawarkan diri? Menerimanya, itu tidak mungkin, semesta jelas menolak cinta berbeda kasta. Tidak, Aaron memastikan diri bahwa debaran lembut yang acapkali menyapa, itu bukanlah cinta. Hanya sekadar kekaguman atas makhluk seindah Arabella.
Tubuh indah itu melangkah gemulai, semakin membangkitkan hasrat dalam diri Aaron. Tidak. Tidak. Tidak. Berulangkali Aaron membantah, tetapi sayang kakinya berkhianat. Melangkah cepat mengejar Arabella, kemudian menarik gadis itu ke dalam rengkuhan lengan kekarnya.
Gadis itu tersentak, tetapi Aaron tidak memberikan kesempatan untuk berteriak. Sebelum gadis itu sempat memprotes, Aaron sudah terlebih dulu membungkam bibirnya dengan ciuman. Bukan lagi kecupan singkat, melainkan pagutan lembut dengan sedikit hasrat yang menggebu.
Jangan salahkan Aaron, Arabella yang terlebih dulu memancingnya. Menawarkan sebuah hasrat dengan kecupan singkatnya. Ya, tepat saat Arabella mengecup Aaron beberapa saat lalu, telah mampu membangkitkan sisi liar lelaki itu. Sialnya, Aaron kini terlalu lemah untuk menolak pesona kecantikan yang terpancar di antara sinar rembulan.
***
To be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro