Part 11
"Ketika aku ingin menghindar, tetapi kenapa takdir justru membuatku berada lebih dekat dengan gadis itu? Dia layaknya sebuah berlian di dalam kotak kaca. Begitu indah dipandang, tetapi tidak terjamah oleh jari-jariku."
- Aaron Maxwell -
--------------------
Sebuah helikopter mendarat dengan mulus di landasan. Pintu terbuka, Aaron yang pertama kali muncul dan memeriksa kondisi di luar. Setelah dipastikan aman, ia berjalan menuruni tangga dan memberi isyarat pada Arabella untuk turun. Seorang pengawal lain terlihat menenteng dua buah koper besar berisi pakaian Arabella dan Aaron.
Di sana, seorang lelaki berbadan tegap sudah menjemput mereka. Usai berbasa-basi sejenak, lelaki itu membukakan pintu mobil untuk Arabella dan Aaron. Bersiap membawa mereka ke villa milik Osvaldo di private islands.
Aaron membuka tutup botol air mineral dan menyodorkannya pada Arabella. "Minum."
"Thanks." Arabella menerima botol dan meminumnya beberapa teguk.
Arabella menyandarkan punggung ke kursi. Perjalanan hari ini cukup melelahkan. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Bahkan, sejak di dalam helikopter Arabella lebih banyak diam, tidak cerewet seperti biasanya. Perpisahannya dengan sang ayah membuat gadis itu merasa kesepian.
Meski hanya perpisahan sementara, tetapi sejak kecil Arabella tidak pernah berada jauh dari Osvaldo. Terkadang, Arabella membenci keadaan. Kenapa ia harus terlahir di lingkungan keluarga yang setiap hari harus bertaruh dengan nyawa? Kalau saja ia bisa memilih, mungkin terlahir dari keluarga sederhana rasanya akan membuat ia bahagia ketimbang bergelimang harta tetapi berada dalam sangkar emas.
Tidak membutuhkan waktu, mereka sampai di bangunan minimalis tetapi terkesan megah. Villa berlantai dua dengan dinding berlapis batu marmer. Di sekitar villa, tumbuh pohon-pohon kelapa dan beberapa jenis pohon yang biasa tumbuh di daerah pantai. Di kejauhan, deburan ombak terdengar mendamaikan hati.
Tiga orang maid menyambut kehadiran Arabella. Arabella mengenal mereka semua. Mereka bertugas membersihkan villa dan memasak setiap pagi hingga sore. Setiap pukul 17.00, mereka akan pulang ke rumah masing-masing yang sudah disediakan oleh Osvaldo. Peraturan itu sengaja ditetapkan oleh Osvaldo agar ia bisa menikmati kebersamaan bersama keluarganya ketika berlibur tanpa gangguan orang lain.
Meskipun private island, tetapi ada banyak orang yang tinggal di sana, dan semuanya merupakan orang-orang kepercayaan Osvaldo. Mulai dari para maid, serta pengawal-pengawal pilihan yang bertugas untuk mengamankan kondisi pulau, terutama villa.
"Anda sakit, Nona?" tanya Aaron ketika dilihatnya Arabella berjalan gontai menuju kamar di lantai dua.
Gadis itu menggeleng. "Aku hanya sedikit lapar."
"Saya akan meminta maid untuk membawakan makanan ke kamar Anda."
"Tidak perlu. Aku ingin tidur sebentar. Nanti, saat jam makan siang aku turun ke meja makan. Siapkan dua porsi."
"Dua porsi?"
Arabella menghentikan langkah di anak tangga ke enam. Ia berbalik menatap Aaron yang hampir saja menubruk tubuh rampingnya karena berhenti mendadak. "Satu untukmu. Aku tidak biasa makan sendirian."
"Mulai sekarang Anda harus membiasakannya."
"Aaron, aku kesepian."
"Tugas saya hanya sebatas menjaga keselamatan Anda. Jika Anda kesepian, itu di luar tanggung jawab saya."
"Kau terlihat menjaga jarak denganku sejak kemarin." Arabella mengerucutkan bibir. "Kau takut aku menginginkan jawaban atas pertanyaan kedua?"
"Bukan begitu—"
"Sorry to say, aku sudah tidak membutuhkan jawaban itu lagi. Setelah aku pikir-pikir, memaksamu menjawab pertanyaan kedua membuatku terlihat seperti gadis yang tidak laku." Arabella terkekeh, melambaikan tangan di depan wajah.
"Baguslah jika Anda paham." Aaron menghela napas lega.
Arabella kembali melanjutkan langkah menaiki tangga. "Lagipula, selera kita berbeda. Kau tidak menyukai bocah sepertiku, begitu pula sebaliknya. Pria dewasa sepertimu bukanlah seleraku."
"Hemmm ...." Aaron bergumam membenarkan.
"Ngomong-ngomong, bulan depan usiaku genap delapan belas tahun. Apa menurutmu Dad sudah memperbolehkanku pulang? Aku tidak mungkin merayakan ulang tahun sendirian di sini, bukan?"
"Walaupun harus merayakan di sini, saya bisa mempersiapkan perayaan ulang tahun untuk Anda. Saya bisa mengundang para maid dan beberapa pengawal untuk meramaikannya."
"Kau bercanda? Ayolah, aku sudah melewatkan sweet seventeen dengan acara yang membosankan bersama Dad dan pengawalnya. Lalu kapan aku bisa merayakan hari special bersama lelaki yang special juga?"
"Tunggu sampai Louis Hilton melamar Anda." Aaron membuka pintu kamar Arabella, masuk dan memeriksa seluruh sudut ruangan tanpa ada yang terlewat, memastikan jika semua aman. Termasuk kamar mandi dan walk in closet.
"Aaron, bisakah kau berhenti menyebut nama itu?" seru Arabella sembari mengempaskan tubuh ke atas ranjang yang empuk. "Aku merasa seperti seorang gadis yang sedang berkhayal tentang pangeran impiannya."
"Itu lebih baik daripada bergaul dengan para lelaki yang hanya ingin memanfaatkan Anda." Aaron balas berteriak dari dalam kamar mandi. "Anda terlalu polos untuk bisa memahami hal itu."
Terlalu polos? Arabella menaikkan kedua alis. Dan ketika sebuah pertanyaan melintas di dalam benaknya, refleks ia beranjak dari tempat tidur dan berdiri menghadap cermin besar yang terpasang di dinding. Mengamati tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Ketika dilihatnya Aaron masuk kembali ke kamar, Arabella lekas bertanya, "Kau yakin aku terlihat polos?"
Aaron hanya bergumam singkat, mendekat ke arah nakas dan memeriksa semua laci. Aman, tidak ada benda mencurigakan ataupun sesuatu yang membahayakan nonanya.
"Hei, kau tidak mendengarkanku bicara?" dengus Arabella. Gadis itu bergegas menarik Aaron dan meminta lelaki itu berdiri tepat di sampingnya.
Aaron menghela napas berat, "Nona, biarkan saya menjalankan tugas saya sebagai pengawal yang bertanggung jawab atas keselamatan Anda."
"Five minutes." Arabella menggenggam tangan Aaron erat-erat, menatap pantulan tubuh mereka di dalam cermin. "Apa bocah polos sepertiku mampu memikat hati Louis Hilton?"
"Bukankah ayah Anda sudah mengatakan hal itu?"
"Aish, dengarkan aku dulu. Begini, kau tahu kan, sekarang banyak fenomena wanita-wanita yang hobi merayu suami orang?"
"Lalu?"
"Bagaimana jika Louis Hilton tergoda dengan wanita lain karena aku terlalu membosankan di matanya. Aku tidak berpengalaman dalam menjalin sebuah hubungan, dan—"
"Biarkan semuanya mengalir seperti air. Jalani saja, dalam sebuah hubungan yang terpenting adalah komunikasi dan rasa saling percaya."
"Tidak," bantah Arabella. "Aku butuh belajar."
"Maaf, Nona. Saya sibuk."
"Sebentar, Aaron!" Arabella menarik jaket kulit yang dikenakan Aaron. "Sebelum aku menjadi tunangan Louis, aku perlu belajar menjadi seorang kekasih yang baik."
"Nona Ara, sudah saya katakan tadi. Semuanya akan berjalan secara alami." Aaron kembali menghela napas, mulai mencium aroma tidak beres jika dilihat dari gelagat Arabella. Pertanyaan konyol apa lagi yang akan diajukan bocah itu?
"Hanya kau yang bisa membantuku. Aaron, please! Jadilah kekasih pura-puraku agar aku bisa belajar menjadi kekasih yang baik untuk Louis."
Benar dugaan Aaron, bocah itu mengajukan permintaan konyol. "Maaf, Nona. Saya tidak bisa melakukannya."
"Ayolah, Aaron! Hanya berpura-pura. Setidaknya sampai aku tidak lagi disebut polos dan bisa mengalahkan daya tarik wanita-wanita di luar sana."
"Anda tidak perlu belajar untuk menjadi menarik, karena pada dasarnya Anda sudah menarik."
"Kau mengatakan itu hanya untuk menghiburku dan agar kau bisa terlepas dari penawaranku. Baiklah kalau kau menolaknya." Arabella melepaskan Aaron, membuka tirai jendela dan mengawasi suasana di luar villa. "Di antara pengawal yang berjaga di luar sana, pasti ada yang tidak keberatan menjadi kekasih pura-puraku."
"Nona Ara!"
"Hem?" Arabella mengangkat bahu, memamerkan senyum menggoda pada Aaron. "Mungkin aku perlu menyeleksi mereka satu per satu."
Aaron mematung di tempatnya. Ucapan Arabella membuat hatinya terasa panas. Entah kenapa. Mungkin karena ia tidak rela jika gadis polos itu menjadi kelinci percobaan para lelaki. Aish, dasar bocah! Sebegitu antusiaskah Arabella terhadap perjodohan yang ditentukan dengan Louis Hilton sehingga ia bersemangat untuk belajar menjadi seorang kekasih yang baik?
Jadi, hal mana yang membuat Aaron merasa panas? Arabella yang ingin menjadikan pengawal lain sebagai kekasih pura-pura? Atau karena Arabella terlihat begitu mendambakan Louis menjadi calon suaminya? Damn it! Sepertinya Aaron mulai tidak waras.
"Sebenarnya aku sudah mengantuk, tetapi ini hal penting yang tidak bisa ditunda. Oke, akan tidur setelah menyeleksi para pengawal itu." Arabella melenggang santai di hadapan Aaron, bersiap keluar dari kamar.
Namun, Aaron dengan kasar menarik lengan Arabella. Mata tajamnya berkilat emosi, mencengkeram lengan Arabella erat-erat. Entah kekuatan dari mana, dalam hitungan detik Aaron mendekap tubuh gadis itu. Kedua pasang mata itu saling beradu pandang.
Arabella bagai terhipnotis oleh mata elang milik Aaron, terdiam sembari membalas tatapan lelaki itu. Detik selanjutnya, tubuhnya serasa tersengat arus listrik ketika Aaron merunduk dan mengecup bibirnya. Kecupan singkat, tetapi memberikan sensasi asing yang mengalir di dalam pembuluh darahnya.
"Apa itu juga yang ingin Anda pelajari dari kekasih pura-pura Anda?" Aaron melepaskan dekapannya, kemudian berbalik dan meninggalkan Arabella.
Arabella terjajar ke belakang hingga kakinya membentur ranjang dan tubuhnya ambruk di atas kasur yang empuk. Napas gadis itu memburu, jantungnya berdetak sangat cepat. Hanya kecupan singkat, tetapi mampu meluruhkan seluruh sendi-sendi tubuh Arabella.
Jari-jari lentik Arabella menyentuh bibir, lantas matanya terpejam. Ah, bibir hangat milik Aaron bahkan masih terasa hingga saat ini.
"Apa itu juga yang ingin Anda pelajari dari kekasih pura-pura Anda?"
Kalimat Aaron tadi! Apa artinya Aaron menyetujui permintaan Arabella untuk menjadi kekasih pura-puranya? Ah, kenapa Arabella menjadi berdebar-debar seperti ini?
***
To be Continued
Yang masih nungguin, coba kasih emote love di sini ❤❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro