Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Keraguan (2)

Happy Reading

Vote komen

•••••••

Park Chorong, dia adalah sosok pemuda dengan tubuh besar, lebih tepatnya di dominasi oleh lemak, meskipun besar tapi dia tidak menakutkan, hati dia sungguh lembut dan sensitif seperti kulit bayi yang baru lahir.

Tapi walaupun lembut dan sensitif, dia tetap tidak mengerti dengan jalan pikiran salah satu teman genknya yang paling tampan, yang saat ini berada di kelasnya, tepat dibangkunya, sedang menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan tangan yang berada di meja.

"Han Seojun, kembalilah ke kelasmu, sebentar lagi jam pelajaran pertama akan dimulai," rengek Chorong karena frustasi, dari tadi dia sudah memaki bahkan sampai memohon tapi pemuda di depannya sama sekali tidak menggubris.

"Han Seojun." Tangan Chorong menarik-narik lengan Seojun, rasanya dia ingin menangis.

"Kau ke kelasku, aku disini saja." Akhirnya Seojun bersuara tapi itu sama sekali tidak membuat Chorong senang.

"Bagaimana bisa seperti itu? Ayolah Han Seojun, jangan membuatku sulit," rengek Chorong lagi.

Tiba-tiba Seojun menggebrak meja sembari berdiri membuat penghuni kelas termasuk Chorong terkejut, bahkan ada yang nyaris mengompol di celana.

"Baiklah aku akan ke kelas, dasar kau pelit." Marah Seojun atau lebih tepatnya ngambek, dia berjalan meninggalkan Chorong yang hanya bisa mengelus dada, sabar.

"Kenapa sih dengan dia?"

Kemudian di koridor kelas dua Seojun berjalan menuju kelasnya, dia sangat enggan masuk entah mengapa tapi dia juga tidak bisa bolos karena memikirkan ibunya, pasti wanita itu akan sangat kecewa padanya.

Ketika dia masuk kelas, hanya ada beberapa anak yang sudah memakai baju olahraga, sepertinya Seojun lupa kalau jam pertama di hari Jumat adalah olahraga, atau mungkin dia yang sama sekali tidak peduli dengan sekolah.

Seperti mendapat lampu hijau, mungkin dengan ini dia bisa bolos jam olahraga dan tidur di kelas, tapi ingatkan Seojun bahwa guru-guru membencinya, bahkan belum sempat Seojun duduk di kursi dan tidur, ternyata guru olahraganya sudah masuk dan menatap tajam dirinya.

Seojun merutuki dalam hati, bahkan ketenanganpun tidak berpihak padanya.

••••••

Guru olahraga meniupkan peluitnya, beberapa anak tergeletak di lapangan karena satu jam berolahraga.

"Empat puluh lima menit waktu bebas, kalian bisa istirahat ataupun berolahraga lagi, tapi bereskan semua jika kalian ingin bermain bola," ujar guru tersebut kemudian berlalu meninggalkan muridnya.

Hyunkyu, siswa berkacamata berseru. "Ayo kita bermain bola!"

Sorakan demi sorakan menyambut pemuda berkacamata itu, terutama untuk siswa laki-laki yang sudah siap berlari ke lapangan.

"Seojun ayo." Teriak salah satu anak kelasnya, tapi jujur saja Seojun sedang malas, jadi dia hanya melambaikan tangannya, pertanda dia tidak ikut.

Setelah itu matanya melirik kearah kelompoknya Jukyung, terlihat bahwa perempuan itu sedang mengobrol bersama dua perempuan lainnya, Sooah dan Soojin.

"Kau melihat apa?" Tanya seseorang.

"Tidak lihat apa-apa," jawab Seojun cepat, kini tatapannya melihat kearah sumber suara.

"Oh tumben sekali seorang Suho mau menyapa duluan," sarkas Seojun.

Suho yang berdiri disebelah Seojun hanya menatap tanpa ekspresi seperti biasanya, tangannya bersidekap.

"Kau menyukai, Jukyung?"

Pertanyaan itu kembali hadir ditelinga Han Seojun, dan membuatnya tertawa dalam hati, mau mengulang waktu atau tidak, pertanyaan ini pasti keluar.

"Kalau suka memangnya kenapa?" Seojun malah bertanya bukan menjawab, dia menatap Suho dengan pandangan tengilnya.

Suho diam, ekspresinya dingin seperti biasa, mau melihat bagaimanapun Seojun tau bahwa pemuda didekatnya ini tidak suka.

Seojun berdecak, dia mengusap-ngusap rambutnya. "Aku malas mengulang ini, jadi dengarkan baik-baik, kalau kau sudah tau perasaanmu, maka berikan dia perasaanmu, jika kau masih menundanya, jangan harap ada kesempatan kedua," ujar Seojun kearah Suho yang hanya diam mendengarkan.

Persetan dengan Suho yang akan paham atau tidak, ataupun kenyataan bahwa sekarang Seojun mendapatkan kesempatan kedua, yang jelas, Seojun tidak menginginkan kesempatan itu, dia hanya ingin semua ini cepat berlalu. Mungkin.

"Lee Suho, Han Seojun." Taehoon berlari kearah mereka dengan gelisah. "Sepertinya kita dapat masalah."

Seojun menaikkan alisnya. "Kenapa? Aku tidak melakukan apapun hari ini," tanyanya.

Taehoon mengusak rambut frustasi. "Kita dipanggil ke ruang guru, sepertinya masalah di tempat karaoke," ujar Taehoon.

Kini gantian Seojun yang mengusak rambut karena kesal, dia mendecih, mau dimanapun dan mengulangpun tetap saja dia selalu dapat masalah dan dipanggil ke ruang guru.

"Ayo cepat, Sooah-ya dan yang lain sudah duluan," ajak Taehoon.

•••••••

"Han Seojun, tidak bisakah kau melakukan kebaikan satu hari saja?" Tunjuk bapak guru bimbingan konseling tepat di wajah Seojun, sedangkan pemuda itu tidak peduli.

"Ya!!" Bentaknya, semua yang ada disana berjengit.

"Maaf pak, tapi Seojun hanya membantu saya," ujar Soojin menatap gurunya, perempuan bermarga Kang itu berusaha menjelaskan tapi guru itu tetap menyalahkan Seojun.

"Aku tau kau anak baik Kang Soojin, bahkan nilaimu dan nilai Suho tidak beda jauh, kalian anak berprestasi, jadi aku yakin ini semua salahnya, karena dia hanya pembuat onar," sangkal guru itu dan memukul kepala Seojun.

Soojin menggeleng. "Tapi pak, saya berkata yang sebenarnya, bahkan yang lainpun juga tau," ucap perempuan bermarga Kang itu, dia melirik kearah Seojun yang hanya diam saja.

"Benar pak, saya pergi bersama Han Seojun karena Soojin dan Jukyung diganggu oleh salah satu senior dari sekolah lain," jelas Suho.

"Iya pak, kami juga membantu setelah Sooah mendapat informasi bahwa Jukyung dan Soojin mendapat masalah," tambah Taehoon, disampingnya Sooah mengangguk begitupula Jukyung.

Bapak guru itu masih ingin menyalahkan Seojun tapi wali kelas mereka bersuara. "Maaf pak, untuk yang ini izinkan aku mengurusnya, aku akan menjamin mereka," pinta pak guru Han.

Guru bimbingan konseling itu menatap guru Han, lalu kemudian mengangguk. "Jika kejadian ini terulang lagi, saya tau harus menyalahkan siapa." Dia menatap kearah Seojun.

Kemudian guru itu pergi, setelah itu barulah guru Han menatap murid-muridnya. "Hukuman tetap berjalan, setidaknya sampai kalian menyesal dan tidak mengulangi," ujar guru Han.

Murid-murid yang terkena masalah itu hanya bisa mengangguk, minus Seojun tentunya yang masih diam tidak mengatakan apapun.

Diketahui setelah itu guru Han memberikan mereka hukuman menulis kalimat tidak akan mengulangi sebanyak 100 kali, hal itu mereka kerjakan setelah dari ruang guru atau lebih tepatnya waktu yang tersisa selama mata pelajaran olahraga.

Tentu saja mereka mengerjakannya dengan cepat dan kali ini Seojun menulisnya tanpa berbicara, dia benar-benar pendiam sehingga membuat beberapa orang heran, bahkan ketika mengumpulkan ke guru Han, sampai bel pulang sekolahpun Seojun tidak banyak bicara.

Seojun berjalan pulang, dia hanya ingin cepat-cepat di rumah untuk tidur, tapi seseorang memanggilnya.

"Han Seojun,"

Seojun menoleh ketika mengenal suara itu. "Ada apa?" Tanyanya. Langkahnya terhenti menunggu sang pemanggil yang ternyata adalah Jukyung.

"Terimakasih karena sudah menolong aku dan Soojin-ah," ujar Jukyung.

Seojun menatap perempuan dihadapannya, kemudian mengangguk, kalau dulu dia akan meminta imbalan ditraktir tapi kalau sekarang, dia tidak ingin seperti itu, berbicara dengan perempuan ini rasanya membuat hati Seojun menjadi aneh, setengah darinya ingin mengulang perasaan dengan perempuan ini tapi setengah darinya ingin membiarkan, mungkinkah dia benar-benar menyerah?

"Sama-sama." Tangannya menepuk kepala Jukyung, senyumnya terlihat, rasanya kulit tangannya sudah lama tidak menyentuh rambut halus Jukyung.

Terlihat perempuan itu menatap dirinya. "Cukup aneh melihat Han Seojun tersenyum," ucap Jukyung, sedangkan Seojun mendengus.

"Sudahlah aku ingin pulang."

Jukyung tertawa. "Hanya bercanda, sering-sering tersenyum, supaya tidak seram ya,"

Seojun mendengus lagi, "Semoga saja aku bisa tersenyum," batinnya.

Interaksi mereka ternyata dilihat oleh Kang Soojin, perempuan itu hanya diam sebelum, berjalan menyusul Jukyung setelah melihat Seojun cukup jauh.

"Jukyung, ayo pulang bareng," ajaknya pada Jukyung, yang langsung diangguki oleh perempuan cantik itu.

••••••

Kang Soojin tidak pulang, dia ada kerja paruh waktu seperti biasa di cafe setiap kamis, jumat, dan sabtu, tapi terkadang seminggu hanya dua kali, tergantung dengan manajer cafe.

Ketika dia sampai tepat saat itu pemilik cafe ada disana, ibu Hoo Yun, Soojin langsung menghampirinya.

"Ah, Kang Soojin." Ibu Hoo menoticenya.

Soojin membungkuk hormat. "Maafkan kemarin karena aku tidak ke cafe, aku ada masalah," beritahunya penuh penyesalan.

Ibu Hoo tersenyum. "Aku sudah tau Soojin, kemarin Seojun memberitauku," ujar perempuan paruh baya itu.

Terlihat Soojin terkejut. "Seojun memberitaumu?" Tanyanya.

Ibu Hoo mengangguk. "Kemarin dia meneleponku dan menjelaskan semuanya, aku juga terkejut dan bertanya-tanya mengapa kau tidak datang, beruntung sekali kau punya teman sepertinya," ujar Ibu Hoo.

Soojin terdiam, kemarin itu berarti saat dirinya mengucapkan sesuatu yang tidak mengenakkan pada Seojun, tapi pemuda itu masih membantunya.

"T-Terimakasih bu Hoo, aku permisi," ujar Soojin yang diangguki oleh bu Hoo.

Di dalam hati Soojin, dia sungguh bersalah. Jadi selama kerja Soojin sedikit tidak fokus walaupun dia tetap profesional.

Apakah dia harus minta maaf? Tapi saat ini bukan shiftnya Seojun, mungkin besok pemuda itu akan kerja di cafe, jadi saat itulah Soojin memutuskan untuk meminta maaf.

To be continued

Sorry telat up, see you next chap, tinggalkan jejak

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro