16. Jagalah aku dan kamu
Happy Reading.
•••••••••
Apakah kalian pernah membaca sebuah cerita mengenai karakter antagonis yang kembali ke masa lalu untuk balas dendam ataupun melakukan kebaikan agar tidak dibunuh di masa depan.
Pasti kalian pernah, karena seorang Soojin juga pernah membaca cerita klise seperti itu, hanya saja, dirinya tidak menyangka akan bernasip sama seperti karakter antagonis lain.
Tunggu. Soojin antagonis? Apakah kalian setuju?
Tentu saja Soojin menyetujui bahwa dia adalah karakter antagonis yang berubah hanya karena cintanya tidak terbalas, sungguh ironis, soojin ingin sekali marah pada dunia, pada takdirnya yang sungguh menyebalkan.
Dia seharusnya sudah menikmati hidupnya sebagai wanita biasa yang bekerja sebagai penjual, mempromosikan dengan senyuman.
Tunggu. Apakah Soojin menginginkan hal itu?
Soojin menggeleng, sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya, dia ingin karirnya tidak hancur, dia ingin bisa bekerja lebih baik di kehidupannya ini. Namun Soojin tidak bisa mengulangi adegan yang sama walaupun dia berkata bahwa hatinya kuat.
Tidak. Soojin hanya takut, rasanya seperti trauma yang menghantam tubuhnya dengan keras hingga membuatnya hancur berkeping-keping.
Soojin hanya takut jatuh ke dalam lubang yang sama, perempuan cantik itu hanya ingin kehidupan normal, jauh dari bahaya dan penyesalan.
Apakah dia bisa berharap semuanya akan berjalan dengan baik?
"Sooji..
Soojin merenung dan bergidik ngeri jika saja semuanya kembali pada kehidupan sebelumnya, semuanya akan sia-sia.
"Kang Soojin!"
Perempuan itu kaget ketika seseorang menepuk mejanya dengan keras, seperti dirinya kembali ke dunia nyata, Soojin menatap pemuda tampan di depannya.
"Ya, apa?" Pertanyaan keluar dengan refleks dari bibir tipisnya, sementara pemuda di depannya mengernyit.
"Bagaimana bisa seorang guru melamun di depan muridnya?" Pemuda berkata dengan sarkas, sindiran pedas seperti biasa padahal status mereka sudah berubah.
"Aku tidak melamun, hanya memikirkan sesuatu." Sanggah Soojin dengan menggosok tangannya. Ah, dia seperti teringat kehidupan dulu mengenai kebiasaannya.
Sementara pemuda beranting itu mendengus. "Lebih baik kita sudahi pelajarannya, aku tidak mau waktuku terbuang hanya karena gurunya tidak berada di tempat." Sindiran pedas itu lagi.
Soojin menghela nafas dan menatap pemuda itu. "Maaf, Seojun, aku hanya tidak enak badan hari ini." Balasnya dengan rasa bersalah.
"Katakan"
"Huh? Apa?" Soojin berkedip bingung menatap Seojun, pemuda beranting itu mendengus.
"Katakan apa yang kau pikirkan." Ulang Seojun dengan kesal, sepertinya mood pemuda itu jadi buruk.
Soojin mengerti dan menopang dagunya. "Aku tidak memikirkan.."
"Bohong." Potong Seojun dengan dengusan. "Sekarang jangan basa basi, cepat katakan padaku." Katanya penuh ketidaksabaran, tentu saja membuat Soojin mengernyit.
"Tunggu, kenapa kau jadi penasaran?" Tanya perempuan cantik itu curiga, masalahnya, biasanya Seojun akan masa bodo tentang apapun itu kecuali Jukyung.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Jukyung." Kata Soojin cepat membuat Seojun menaikkan alisnya. "Apa? Kenapa kau sebut Jukyung?" Tanyanya emosi.
"Aku pikir kau mencurigaiku akan berbuat sesuatu dengan Jukyung." Kata Soojin dengan mengangkat bahunya, sementara pemuda beranting langsung bersidekap dengan bersandar di kaki sofa.
"Kau pikir aku seburuk itu? Apakah aku terlihat seperti penjaga Jukyung?" Seojun bertanya dan langsung dijawab anggukan oleh Soojin tanpa pikir panjang.
"Serius aku seperti itu?"
Soojin mengangguk lagi, membuat Seojun menatapnya tidak percaya namun tidak menampik.
"Sudahlah, lupakan saja soal Jukyung." Seojun mendengus merasa bad mood karena pembicaraan ini terlihat berbelit-belit seperti benang kusut, padahal dia hanya penasaran apa yang sedang dipikirkan perempuan dihadapannya.
Kemudian mereka berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing di tengah ruang tamu yang penuh banyak camilan, sepertinya ruang tamu rumah Seojun akan menjadi saksi kondisi awkward dari dua sejoli itu.
"Oppa? Eonni?"
Dua sejoli langsung melihat sumber suara, terlihat Gowoon menatap mereka dengan tanda tanya dan kecurigaan.
"Bukan kah kalian... Pacaran?" Pertanyaan itu seolah menyadarkan mereka akan statusnya sekarang, Seojun langsung berdehem dan menjawab.
"Tentu saja, kenapa kau bertanya begitu?" Kakak laki-laki dari Gowoon itu tampak berusaha tenang walaupun sejujurnya dia sedikit cemas.
"Kalian terlihat datar, bahkan tidak ada romantisnya." Gowoon berkata dengan lugas dan sangat mengena dua sejoli itu.
Soojin berdehem. "Gowoon, pacaran tidak harus romantis." Katanya dengan lidah sedikit kaku karena menyebut kata pacaran. Seojun mengangguk. "Ya benar, kami hanya menjalaninya seperti biasa." Tambahnya dengan senyuman secerah matahari yang membuat Gowoon mual.
"Benarkah?"
Dua sejoli itu mengangguk bersamaan, lalu Gowoon hanya mengangguk dan kembali masuk ke kamarnya, sebelumnya dia hanya lewat untuk ke dapur.
Setelah tubuh Gowoon menghilang dari pandangan mereka, Soojin menatap kesal kearah Seojun. "Aku sudah bilang ini tidak akan berjalan mulus." Katanya dengan helaan nafas.
Seojun menatap perempuan di depannya, kemudian membuka salah satu cemilan keripik. "Tidak ada ruginya jika bersamaku, percayalah." Kata Seojun dengan nada penuh percaya diri, justru membuat Soojin semakin sangsi padanya.
•••••••••••
"Pesan tteokbokki-nya, bi." Teriak Seojun lalu mendapat anggukan dari bibi penjual, kemudian pemuda itu menatap perempuan dihadapannya.
"Jadi.. kau melihat kalung di leher Jukyung?" Tanya Seojun dengan tangan bersidekap di dadanya, sementara perempuan yang sudah jelas adalah Soojin mengangguk, akhirnya dia menceritakan ini semua dengan Seojun setelah pemuda itu mengantarnya pulang namun malah berbelok di kedai favorite Seojun.
"Kau sudah taukan sebelumnya? Lagipula mereka juga sudah mengaku kalau pacaran."
Soojin mengangguk lagi lalu menatap Seojun. "Kau benar tidak apa-apa?" Tanyanya prihatin, maksudnya saling prihatin satu sama lain.
"Tentu saja tidak, bagaimana denganmu?" Tanya Seojun dengan menaikkan sudut bibirnya penuh ejekan. Namun bukan dibalas dengan sikap Soojin yang biasanya, malah perempuan itu cenderung merenung.
"Aku tidak tau Seojun, awalnya aku biasa namun ternyata setelah melihat kalung itu aku hanya merasa takut, aku tidak ingin jatuh kembali." Katanya dengan gemetar, dia melihat tangannya dan ada rasa ingin menggosoknya kasar.
Seojun menatap perempuan dihadapannya dengan helaan nafas. "Kang Soojin." Panggilnya dan membuat perempuan itu kembali fokus padanya. "Kau tau alasan aku meminta hubungan ini adalah bukan hanya untukku saja, tapi ini untukmu juga." Tambahnya lagi yang membuat Soojin menatap bingung.
"Apa maksudnya?"
Saat Seojun ingin menjawab tiba-tiba tteokbokki-nya datang dan diletakkan diatas meja, pemuda itu tersenyum kepada bibi penjual lalu kembali menatap Soojin. "Kita sama-sama keluar dari takdir menyedihkan yang pernah dialami." Katanya dengan merenung sebentar.
"Kau dan aku, kita bersama saling menjaga satu sama lain, makanya aku berharap kau bercerita padaku tentang masalahmu, begitupula aku." Kata Seojun sambil makan satu tteokbokkinya.
Sementara Soojin tampak tertegun, menatap pemuda itu dengan kagum sekaligus tanda tanya. "Kenapa kau mau melakukan ini?" Tanyanya dengan penasaran.
"Senasip." Jawab Seojun cepat dan singkat, hal itu membuat Soojin terkekeh, antara miris dan menyedihkan.
"Baiklah, aku berharap padamu Seojun, jagalah aku dengan baik, maka aku akan menjagamu juga." Kata Soojin dengan nada menggoda sebelum mengambil salah satu tteokbokki milik Seojun.
Seojun sama sekali tidak protes dan makan lagi, mereka makan di piring yang sama, anggaplah itu awal dari perjalanan mereka yang memulai untuk menjaga satu sama lain dan keluar secara bersamaan dari takdir yang menyedihkan.
"Ngomong-ngomong hubunganmu dengan Suho bagaimana?"
Pertanyaan itu membuat Seojun terdiam dan mendelik kearah Soojin. "Biasa saja, akukan sudah bicara padanya." Katanya dengan ketus dan membuat perempuan itu tertawa.
"Baguslah, kalian berdua memang seharusnya berteman, kan?" Soojin berkata dengan masih menggoda, hal itu mendapat dengusan dari Seojun.
"Daripada memikirkan itu, pikirkan hubungan kita yang datar ini." Kata Seojun mengutip tanggapan dari adiknya, Gowoon.
Soojin mengangguk setuju. "Aku lebih suka kita bersikap santai saja, bagaimana?"
"Untuk sekarang aku setuju."
Sementara itu tidak jauh dari tempat dua sejoli itu berada, seorang perempuan sedang memandangi mereka dengan penuh dendam.
"Kang Soojin, aku akan membuat hidupmu dipenuhi dengan tangisan."
To be continued.
1000 kata dan ini full interaksi mereka, karena author sedang memikirkan bagaimana kedepannya, maaf banget lama, seperti biasa otak ini sudah lama tidak di upgrade. Aku harus baca ulang biar nyambung.
Btw lagu ost True beauty yang jadi inspirasi buatku, salah satunya Fall in You, aku masih dengerin sampe sekarang huhu
Happy weekend semua ~~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro