43. Leader
Nathan sudah rapi dengan kaus berwarna hitam yang membalut tubuhnya, dipadu dengan ripped jeans dan jaket kulit berwarna senada dengan kausnya.
Lelaki itu sibuk menyisir rambutnya di depan cermin, namun pada akhirnya ia mengacak rambutnya lagi hingga berantakan.
"Begini lebih bagus," katanya pada bayangan dirinya sendiri di cermin.
Hari ini akan pergi ke basecamp untuk mengembalikan jaket dan atribut anggota geng. Nathan benar-benar mendengarkan kata Safira untuk keluar dari sana.
Setelah dirasa rapi, ia menyambar kunci motor yang ada di atas meja dan keluar dari kamar. Kedua orang tuanya sudah berangkat ke kantor jadi ia tidak perlu repot-repot mencari alasan untuk keluar dari rumah.
Ia memanaskan mesin motor sebelumnya karena kendaraan beroda dua tersebut sudah lama tidak ia gunakan.
Asisten rumah tangga Nathan yang kebetulan lewat langsung menghampiri anak majikannya tersebut dan bertanya, "Aden mau ke mana? Masih sakit jangan keluyuran, nanti dimarahin sama Nyonya loh."
Nathan menempelkan telunjuk ke bibirnya sendiri. "Kalau bibi gak bilang Mama gak bakal tahu, jadi jangan ember," katanya memperingati.
Si asisten rumah tangga hanya bisa membuang napas kasar. Ia kembali meneruskan langkahnya menuju ke rumah, jika Nathan ketahuan keluar rumah oleh kedua orang tuanya, maka ia tidak mau ikut campur.
Setelah dirasa cukup, Nathan mengenakan helm dan menaiki kuda besi miliknya tersebut. Melajukan motor dengan kecepatan rata-rata membelah lautan kendaraan di jalan yang kini sudah lumayan ramai.
*****
Lelaki itu memarkirkan motornya lalu turun, masuk ke dalam basecamp yang ternyata cukup ramai. Sudah sejak lama ia tidak mampir ke tempat itu, ia jadi rindu berbincang ringan dengan teman-temannya, namun ia sudah memantapkan pilihan untuk keluar dari geng motor. Ia tidak ingin melanggar janjinya lagi.
"Nathan, udah lama gak lihat lo. Gimana kabar? Ke mana aja baru muncul?" tanya seorang lelaki yang mengenakan kaus biru, ia merangkul bahu Nathan dan menepuknya pelan.
Nathan hanya diam tak menjawab. Setelahnya ia dituntun oleh lelaki tadi untuk masuk ke ruang utama, di sana telah banyak orang yang berkumpul.
"Tumben pada ngumpul rame banget, ada apa?" tanya Nathan yang tampak penasaran. Sejujurnya ia ingin segera pergi, namun rasa penasaran membuatnya tinggal lebih lama.
"Kita kumpul di sini untuk cari kandidat yang cocok sebagai ketua karena Gema ditangkap polisi, kebetulan lo dateng Nath. Kita udah mutusin buat jadiin lo ketua baru kita," kata salah satu lelaki yang ada di sana.
"Apa?" Sontak saja Nathan terkejut dengan hal itu, jika saja Safira tidak melarangnya, jika saja ia tidak berjanji untuk keluar mungkin dengan senang hati ia akan menerimanya.
Namun semuanya berbeda, ia sudah terlanjur berjanji, ia tidak ingin Safira marah lagi. Lagipula dirinya masih belum pulih benar untuk menjalani aktivitas berat.
Nathan menggeleng, ia menolak dengan tegas keputusan yang dibuat oleh teman-temannya. Baginya Safira yang terpenting saat ini, ia tidak ingin gadis itu kembali khawatir, terlebih geng motornya sering terlibat tawuran dengan kelompok lain yang membuat Nathan selalu pulang dalam keadaan babak belur.
Namun semua orang tampak kecewa dengan keputusan Nathan. Mereka semua mendesak lelaki itu agar menyetujui keputusan yang telah dibuat. Geng itu akan hancur bila tanpa pemimpin.
"Gue gak bisa, gue udah janji sama cewek gue bakal ninggalin geng ini," lirih Nathan. Sejujurnya ia terlihat bingung.
Lelaki berkaus biru tadi menghampiri Nathan dan menepuk bahu lelaki itu. "Kita janji bakal tutup mulut kalau lo masih gabung di kelompok ini, pacar lo gak akan tahu. Please, kita butuh leader, Nath," mohonnya.
Nathan menatap ke arah semua temannya bergantian. Ia mencoba berpikir sejenak, merenungkan keputusan yang menurutnya cukup sulit.
Akhirnya ia membuang napas pasrah dan mengangguk. Menerima tawaran sebagai pemimpin baru geng motor yang telah berdiri lebih dari sepuluh tahun itu.
Semua orang tampak gembira mendengarnya. Beberapa dari mereka keluar untuk memberitahukan kabar baik tersebut.
Lelaki berkaus biru tadi tersenyum, ia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya, sebuah kain yang bertuliskan "leader" lalu mengikatnya di lengan atas sebelah kiri Nathan.
"Thanks, Bro!" katanya lalu menepuk punggung Nathan. Lelaki itu hanya tersenyum tipis membalasnya. Semoga saja ia tidak salah memilih keputusan yang berakhir membuat Safira kecewa.
*****
Sudah satu minggu Nathan menjabat sebagai ketua yang baru. Kelompok itu makin menjadi-jadi di kota, bahkan kini mereka beraksi lebih berani lagi, tidak ada ketakutan dengan polisi ketika menjalankan aksi. Bahkan banyak anak-anak muda yang kini mulai bergabung dengan geng yang dipimpinnya.
Dan hari ini dua anggotanya pulang ke basecamp dalam keadaan kusut dan penuh lebam. Nathan yang melihat itu langsung bertanya. Alasan yang sama seperti dirinya dulu, dikeroyok oleh tim lawan.
Anggota lain yang melihat temannya dipukuli tentu saja tidak terima. Mereka ingin membalas dendam.
Nathan pun sama marahnya, lelaki itu kini menyiapkan pasukan yang ia miliki untuk segera pergi dan menyerang musuh yang telah melukai anggotanya.
Nathan yang kejam dan bengis dalam pertempuran telah terlahir kembali. Lelaki itu bahkan memukul dan mencederai lawan tanpa ampun, tanpa rasa bersalah yang hinggap karena melukai seseorang.
Setelah hampir tiga jam lamanya bertarung, akhirnya kelompok Nathan pulang dengan membawa bendera kemenangan.
Meski semuanya terluka dan beberapa harus masuk ke rumah sakit karena cedera yang parah, namun mereka tidak memedulikannya dan memilih berpesta merayakan kemenangan.
Nathan bahkan menyuruh beberapa anggota untuk memborong beberapa camilan di minimarket, semuanya berpesta dengan riuh di basecamp.
Sementara di sisi lain, Safira tengah cemas karena Nathan tak kunjung mengangkat teleponnya. Hari ini lelaki itu memiliki jadwal check up, namun ia tidak datang. Pembantu di rumahnya juga bilang jika Nathan pergi keluar sejak semalam dan belum kembali.
Gadis itu mencak-mencak di dalam kamar, kesal sekaligus khawatir pada Nathan, lelaki itu baru saja sembuh dari sakitnya, seharusnya ia lebih banyak beristirahat daripada main.
*****
Nathan melirik ponsel miliknya yang sedari tadi sengaja ia matikan. "Ini udah jam berapa, ya?" tanyanya pada diri sendiri.
"Bro, ini jam berapa?" Nathan bertanya pada temannya yang ada di sebelah.
Lelaki itu mengambil ponsel yang ada di saku celananya lalu melihat jam. "Udah jam lima sore, kenapa? Lo mau cabut?"
Nathan berpikir sejenak, ia tak ingat jika hari ini adalah jadwal check up dengan dokter, ia bahkan lupa tidak mengabari kekasihnya sendiri. Ia tersenyum lalu menggeleng. "Baru juga jam lima, pesta masih belum usai, lanjut lagi sampai tengah malem!" teriaknya lalu ikut menghambur ke arah teman-teman yang lain.
To be continue ....
Ck, Nathan emg gak prnah bljr dri pengalaman
nnti ditinggalin Safira lagi nangesss
dsr bocah labil :v
Btw ak kembali membawa kelanjutan kisah Nathan awokwok
gmna sama part ini?
Greget gak? kurang panjang?
Happy reading kawan, jgn lupa tinggalkan jejak yaw
ak berharap ketika tamat, cerita ini tembus minimal 10k view lah 😂😂
Adoh adoh, kejauhan ngayalnya
promosi aja mls tp mau banyak pembaca
siapa? Aku 😂😂
22/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro