Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

39. Dena

Safira baru saja kembali dari kamar mandi, namun dirinya dikejutkan dengan Nathan yang telah membuka matanya.

Ia bergegas mendekat lalu menekan bel agar perawat segera datang. "Nath, kamu udah sadar?" Sorot mata Safira berbinar. Lelaki itu tersenyum tipis melihat gadisnya.

"Ada yang masih sakit? Mau apa?" tanya Safira bertubi-tubi. Nathan hanya bisa menggeleng, ia terlalu lemah hanya untuk menggerakkan bibir.

Tak lama perawat datang, setelah melihat pasien sadar ia bergegas memeriksa kondisi Nathan.

"Gimana, Sus?" tanya Safira.

"Tanda-tanda vital normal, saya panggilkan dokter dulu untuk memastikan kondisi pasien. Saya permisi." Perawat tadi meninggalkan ruangan.

"Mau minum?" tanya Safira lagi. Nathan mengangguk. Safira mengambil segelas air dan sedotan lalu menyodorkannya pada Nathan.

"Syukurlah kamu udah sadar, Nath," batin Safira, ia merasa lega.

Derap langkah kaki kembali terdengar dan kini perawat yang tadi memeriksa Nathan datang bersama seorang wanita yang terlihat masih muda. Ia melakukan pemeriksaan ulang pada Nathan setelahnya.

"Keadaan pasien sudah stabil, hanya saja masih perlu perawatan di rumah sakit selama beberapa hari dan untuk pemantauan karena cedera kepalanya yang lumayan parah," jelas sang dokter.

Safira hanya manggut-manggut mengerti. Dokter juga menjelaskan apa saja yang dilarang dan harus dihindari oleh Nathan selama sakit, ia mengangguk mengerti lalu dokter dan perawat tadi pamit keluar dari ruangan.

Seulas senyum tersungging di wajah Safira melihat kondisi Nathan yang baik-baik saja. Karena terlalu senang, Safira tanpa sadar memeluk Nathan yang masih berbaring.

"Thanks, Nath. Makasih karena udah bertahan," lirihnya.

Nathan terkekeh pelan, ia mengelus rambut Safira lembut sama seperti kebiasaannya dulu.

"Maaf, karena aku lagi-lagi kamu terluka." Wajah Safira terlihat muram ketika mengatakannya.

Nathan menggeleng. Ini bukan salah Safira, ini adalah kemauannya sendiri. Ia sudah berjanji untuk melindungi gadisnya apa pun yang terjadi. Bahkan ia rela membuntuti Safira setiap saat agar gadis itu tidak lepas dari pantauannya.

Nathan sendiri yang telah memilih untuk menghancurkan egonya dan berjalan kembali pada Safira, pada masa depannya.

Ia menyesali perbuatan bodohnya, harusnya ia sadar jika semua itu adalah rencana Gema untuk menghancurkannya.

Kini Nathan tidak ingin mengulangi kesalahannya dengan membiarkan orang yang ia sayangi terluka.

Ia meraih wajah Safira, membelai rahang lembut gadis itu. "Gue yang salah, gue terlalu egois dan gak bisa memahami keadaan lo. Seharusnya lo biarin aja gue mati sekalian, kesalahan gue terlalu banyak ke lo, Saf."

Safira menggeleng. Selama ini dirinya selalu merindukan Nathan, ia yakin suatu saat Nathan akan kembali padanya dan akhirnya saat itu telah tiba. Ia tidak mungkin membiarkan Nathan terluka, Safira tidak sejahat itu.

Safira menatap netra Nathan dengan lekat, begitupun sebaliknya. Atmosfer ruangan mendadak sunyi karena keduanya saling diam.

Sama-sama bertukar pandang, menjelajahi pesona masing-masing sampai suara dehaman mengagetkan keduanya.

"Ekhem, sorry kayaknya gue ganggu acara kalian, ya?" kata Rafa meminta maaf, namun tidak terdengar nada penyelasan dalam kalimat itu.

"Ganggu aja lo, Raf. Selalu datang di saat yang tidak tepat," gerutu Nathan.

Rafa meledeknya, melayangkan tangannya hendak memukul Nathan dengan tenaga yang main-main.

Safira yang melihat interaksi keduanya hanya terdiam, ia sejujurnya masih penasaran bagaimana Nathan dan Rafa bisa berteman akrab seperti itu. Ia belum pernah melihat interaksi keduanya secara langsung sebelum ini merasa sedikit janggal.

"Gimana keadaan lo, Nath? Udah baikan?" Nathan hanya mengangguk samar, kepalanya masih terasa nyeri ketika digerakkan.

"Sejak kapan kalian berdua akrab kayak gini? Dan sejujurnya aku penasaran sama apa yang dikatakan Gema. Dia bilang kamu yang menyebabkan kematian adiknya, maksud Gema apa? Kamu bukan pembunuh, 'kan?" Safira mencicit di kata terakhir, takut menyinggung Nathan.

Kedua lelaki itu saling memandang seolah tengah berbincang menggunakan ikatan batin lalu menatap Safira secara bersamaan, membuat gadis itu salah tingkah.

Nathan menghela napas panjang beberapa kali sebelum menceritakannya. "Namanya Dena, dia cewek yang pendiam dan sedikit misterius sama seperti lo. Rambutnya pendek sebahu, punya lesung pipit yang bikin senyumnya manis."

Mendengar pujian Nathan untuk gadis lain entah kenapa membuat Safira panas, namun ia tetap diam dan mendengarkan Nathan hingga selesai, ia tak boleh cemburu.

"Dulu kita pernah pacaran, gue tertarik sama kehidupan dia yang misterius sampai akhirnya gue tahu ternyata dia adiknya Gema, gue mutusin gabung ke kelompok itu untuk melindungi Dena, dia salah satu anggota juga. Waktu itu, Gema belum menjabat sebagai ketua .... " Nathan menjeda ucapannya.

Ia memandang Safira lekat, Nathan tahu jika Safira kini tengah menahan rasa cemburunya. Wajah gadis itu perlahan memerah, membuatnya terlihat menggemaskan bagi Nathan.

"Dena itu jago berantem, malam itu gue dan Dena dikeroyok sama anggota gangster yang kebetulan musuhan kelompok kita.

Kita berhasil kabur meski berakhir babak belur, tapi entah gimana caranya salah satu dari mereka berhasil nyusulin kita. Dia nargetin gue buat dicelakai, tapi sayangnya Dena malah mengorbankan diri."

Wajah Nathan berubah muram. Ia masih trauma dengan masa lalunya. Kepalanya pusing kala dipaksa mengingat memori yang paling menyedihkan baginya selama hidup.

Ia masih teringat dengan jelas wajah Dena yang meringis kesakitan ketika perutnya ditusuk dua kali oleh musuh.

Nathan yang terlambat membawanya ke rumah sakit membuat gadis itu meninggal di perjalanan.

Hati Nathan retak bagaikan kaca yang tersiram air mendidih. Kehilangan Dena sama hal dengan ia kehilangan dunia.

Nathan hancur, bahkan dirinya yang dulu terkenal sangat ramah pada orang lain berubah menjadi sosok yang dingin dan sulit tersentuh.

Dena adalah cinta pertama yang sulit ia lupakan, namun sejak bertemu dengan Safira ia seolah mendapatkan kembali secercah harapan.

Apalagi kepribadian Safira yang mirip dengan Dena membuatnya semakin tertarik untuk mendekatinya.

Awalnya ia memang penasaran dengan Safira. Namun seiring berjalannya waktu, cinta itu kembali tumbuh, membuat Nathan merasakan ketakutannya kembali.

Hingga akhirnya kebenaran tentang gadis itu terungkap yang membuatnya kembali merasakan patah hati.

Safira menepuk lengan Nathan ketika menyadari lelaki itu melamun setelah menceritakan segalanya.

Awalnya Safira sedikit kecewa mendengar kejujuran Nathan mengenai alasan lelaki itu mendekati dirinya. Namun, Safira memilih mengabaikan hal itu karena ia yakin saat ini Nathan telah yakin dengan perasaannya.

"Jadi karena itu Gema dendam sama kamu? Tapi itu bukan salah kamu, Nath. Semua itu takdir Tuhan." Nathan mengangguk setuju dengan pendapat Safira.

Namun sayangnya tidak dengan Gema. Baginya Nathan tetaplah orang yang menyebabkan kematian adiknya secara tidak langsung.

"Kisah lo udah kayak drama di tivi, Nath," ledek Rafa tiba-tiba.

"Lo tahu, Saf. Waktu kalian berdua berantem dia datang ke gue dan minta tolong buat jagain lo dengan tiba-tiba. Seorang Nathan milih minta tolong sama gue daripada sama temennya yang lain, dan lo tau apa alasan dia milih gue?"

Rafa tidak melanjutkan ucapannya sedangkan Safira menggeleng menanggapi pertanyaan lelaki itu.

"Cuma karena gue nolongin lo di lapangan basket waktu itu," lanjutnya. "Dan karena dia tahu kalau gue juga tertarik sama lo, Saf." Rafa hanya berani mengucapkannya dalam hati.

To be continue ....


Gmna sama part ini?
Skrng udh tau kan alasan Gema benci sma Nathan?
Ini dendam pribadi btw, bukan krna mslah yg Nathan mau out dri kelompoknya :v

Kmren ak blg klo eps sblumnya rame ak bkl double update
tp krna ga rame, gajadi, ya 😂😂

Yok ramaikan lapak yg ini, nnti bneran double up deh klo bneran rame

Oke deh segitu aja, papai all
jgn lupa tinggalkan jejak stlah baca

19/08/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro