Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

38. Peduli

Di ruangan yang hampir seluruhnya berwarna putih, terbaring lelaki di atas ranjang dengan keadaan tidak sadarkan diri.

Salah satu punggung tangannya tertempel selang yang terhubung dengan flabot infus. Terdapat selang untuk alat bantu pernapasannya. Dia adalah Nathan.

Safira, gadis yang membawanya ke rumah sakit itu duduk termangu di kursi yang ia pindah ke samping brankard tidur Nathan. Memandang lelaki yang tidak sadarkan diri itu dengan tatapan sendu dan berkaca-kaca.

Ia raih jemari Nathan yang terbebas dari jarum infus, menggenggamnya erat dan sesekali ia kecup punggung tangan lelaki itu.

Suasana di ruangan itu hening, sunyi, tidak ada suara yang terdengar selain tetesan air di flabot infus.

Tak lama kemudian decitan pintu terdengar, pertanda jika seseorang membuka pintu ruangan dan masuk.

Langkah kakinya yang mendekat semakin terdengar jelas hingga ia berhenti, tepat di samping Safira.

"Makan dulu, Saf. Lo belum makan dari tadi siang." Ia menyodorkan satu kantung plastik pada Safira yang berisi makanan, dapat terlihat isinya karena plastik itu bening.

Safira menoleh lalu menggelengkan kepalanya. "Aku gak lapar, Raf." Atensinya kembali fokus pada sosok Nathan.

"Lo harus tetep makan, Nathan pasti gak suka kalau tahu lo kayak gini," kata Rafa bersikeras.

Ia menyodorkan kantung plastik itu, menggoyangkannya di depan wajah Safira. Gadis itu menghela napas panjang lalu merebutnya dengan gesit hingga membuat Rafa terkejut.

Ia membuka kantung plastik lalu mengeluarkan isinya. Mulai memakan burger yang dibeli Rafa dengan malas, nafsu makannya benar-benar hilang kali ini.

Tentu saja, bagaimana mungkin dia bisa makan dengan nyaman sementara Nathan masih dalam keadaan tidak sadarkan diri? Namun, Safira tetap mengunyah dan menelannya meski enggan.

Rafa menyodorkan sebotol air mineral yang sudah ia buka tutupnya. Safira meraih botol tersebut lalu meminumnya.

Ia meletakkan sisanya di atas meja yang ada di samping brankard Nathan. Kembali menoleh pada Rafa yang masih setia berdiri di samping kirinya.

"Kenapa Nathan gak sadar juga, Raf? Tadi dokter bilang apa sama kamu?" tanya Safira lirih.

Kedua netranya kembali memanas, siap memuntahkan lahar bening yang bernama air mata. Namun ia berusaha sekuat mungkin membangun benteng pertahanan agar lahar itu tak bisa lolos dari pelupuk matanya.

Rafa mendesah. "Karena benturan dari benda tumpul yang cukup keras di kepalanya, Nathan kena gegar otak ringan, itu yang dibilang dokter tadi."

Safira terkejut mendengarnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, pertahanan yang ia bangun runtuh seketika.

Menangis dalam diam, tidak ada suara isakan yang terdengar, namun semua orang yang melihatnya akan segera tahu jika ia menangis karena bahunya bergetar hebat.

"Ini semua salahku, kalau aja kalian gak datang dan nolong aku ini gak akan terjadi. Harusnya aku denger apa kata Nathan untuk gak berurusan lagi sama Gema. Aku bego."

Safira memukul kepalanya sendiri berulang kali. Kini isakannya mulai terdengar meski tertahan.

Rafa yang melihatnya langsung menahan lengan gadis itu agar tidak memukul kepalanya lagi. "Ini bukan salah lo, jadi jangan nyalahin diri sendiri. Apa dengan menyakiti diri lo sendiri Nathan bakal bisa sembuh, engga, 'kan?"

Rafa merangkul bahu Safira, memeluk dan mengusap punggungnya, mencoba untuk menenangkan.

Rafa mengurai pelukannya dengan Safira, menatap mata gadis itu dalam-dalam. "Nathan itu sayang sama lo, Saf. Bahkan meskipun dia bersikap jahat dan kasar sama lo sebenarnya dia yang paling peduli sama lo. Dia nyuruh gue buat jagain lo ngegantiin dia. Lo inget waktu gue kasih makanan? Itu dari Nathan, dia gak benar-benar lepas tangan lo, selalu awasin lo dari jauh."

Safira menerawang jauh, mencoba mengingat segala kenangannya bersama Nathan. Sekali lagi, liquid bening meluncur bebas di pipinya.

Ia menggeser kursinya mendekat ke arah Nathan, tangannya terulur untuk membelai wajah damai lelaki itu.

"Thank you for all, Nathan. I miss you, cepet sadar. Jangan biarin aku nunggu kamu terlalu lama," lirihnya.

Rafa yang melihat kedekatan keduanya merasa sesak di dada. Sejujurnya, ia sedikit menaruh harap pada sosok Safira.

Sosok gadis yang mampu membuat fokusnya pecah, gadis yang terus menerus berlarian dalam benaknya setelah pertemuan tak sengaja mereka di kantin.

Wajah dan hati Safira yang polos membuatnya penasaran dan tertarik. Namun hal itu hanya bisa ia pendam seorang diri karena dirinya sadar jika Safira bukan untuknya.

Ia menepuk bahu Safira. "Gue harus balik, lo gak apa-apa sendirian di sini?" tanyanya.

Safira mengangguk pelan. Ia sudah pernah menunggu Nathan di rumah sakit, jadi ia pikir tidak masalah menunggu lelaki itu sendirian di sana.

Rafa akhirnya memilih pamit, sejujurnya ia tidak tega meninggalkan Safira sendirian, namun hatinya terlalu lembek jika melihat interaksi Safira dengan Nathan.

Lelaki itu berhenti di depan pintu kamar rawat Nathan. Memandang Safira sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari sana lalu mendesah.

"Udah, Raf. Relakan dia. Takdirnya bukan bersamamu," batin Rafa mengingatkan diri sendiri.

To be continue ....


Strong bgt sih Rafa 😂😂
gmn sma part ini?
masalahny ga kelar2 yak wkwk

Ak up segini dulu, klo part ini rame bsk ak double up
pai all, jgn lupa tinggalkan jejak yaa

18/08/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro