Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Permintaan Maaf

Safira terbangun dari tidurnya, pening masih menguasai kepalanya. Memijitnya perlahan untuk mengurangi nyeri.

Rasa mual kembali mendera perutnya, memaksanya untuk berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isinya.

"Uhuk ... uhuk ... akh, perutku rasanya kram," keluhnya.

Safira berkumur beberapa kali dan membasuh wajahnya agar lebih segar. Gadis itu menatap ke arah kaca di depannya. Wajahnya sedikit pucat setelah muntah.

Ketukan di pintu membuat fokusnya teralihkan. Ia bergegas keluar dari kamar mandi dan membuka pintu.

Melihat asisten rumah tangganya yang menatap dengan cemas. "Non Fira gak apa-apa?" tanyanya sambil meremat jemarinya.

"Aku gak apa-apa, Bi. Kenapa?" tanya gadis itu balik.

"Syukurlah, Bibi kira Non sakit. Ayo sarapan dulu, Non. Ini udah hampir jam sepuluh, keburu siang," ajak si asisten rumah tangga.

Safira menutup pintu kamar dan berjalan mengekori pembantunya. Menuntun gadis itu ke meja makan.

Ruangan itu tampak sepi, hanya ada dirinya dan si pembantu. Wanita yang tampak sudah tua itu membantu mengisi piring kosong milik Safira.

"Makasih, Bi." Safira tersenyum setelahnya ia mulai melahap sarapannya perlahan.

"Semalam Non ke mana aja? Tuan panik karena Non belum pulang." Safira tersedak sarapannya.

Ia baru teringat, bukankah semalam dirinya diganggu oleh beberapa orang? Bagaimana caranya bisa sampai ke rumah? Ia meletakkan alat makan miliknya.

"Bi, siapa yang anter Safira pulang?" tanyanya. Asisten rumah tangganya menggeleng pelan, ia tidak tahu siapa yang mengantar anak majikannya.

Selera makan Safira mendadak hilang. Ia meninggalkan meja makan sebelum menghabiskan sarapannya.

Kembali ke kamar dan langsung meraih ponsel yang masih ada di dalam tas miliknya. Ponsel itu mati karena kehabisan daya.

Ia meraih charger dan mencolokkannya ke ponsel, mencoba menghidupkan ponsel miliknya.

Safira duduk sambil mencoba mengingat kejadian tadi malam. Otaknya seakan kosong, ia tidak dapat menangkap apa pun.

Sampai tiba-tiba suara notifikasi masuk membuyarkan lamumannya. Nomor tidak dikenal.

"Siapa?" pikir Safira, gadis itu membuka pesan dan terkejut dengan isinya.

Ia langsung menelepon pemilik nomor asing itu untuk memastikan. Selama beberapa menit hanya nada sambung yang terdengar sampai akhirnya sebuah suara menginterupsi. "Halo!"

Safira terdiam, dirinya masih tidak percaya. Ia bahkan terlalu takut untuk membalas sapaan dari seberang.

"Kenapa diem aja? Kaget?" tanyanya karena Safira hanya diam.

"Kamu dapat nomor aku dari mana?" Suara Safira bergetar ketika mengatakannya.

"Dari bokap lo, gimana keadaan lo? Masih pusing? Lain kali telpon gue kalau mau mabuk lagi," kekehnya dari seberang.

"Jangan pura-pura baik, apa maksud kamu nolongin aku semalam? Masih belum puas melihatku dan Nathan menjauh? Kali ini apalagi rencana kamu?" sentak Safira.

Terdengar helaan napas dari seberang. "Udah baik gue mau nolongin lo, dan balasan lo malah kayak gini?"

"Aku sama sekali tidak butuh bantuan kamu, jangan pura-pura dekat denganku. Kamu mungkin bisa menipu Papa dan Nathan, tapi tidak dengan aku. Kali ini apa rencanamu, Gema?" Napas Safira tersengal marena emosi.

"Udah ditolongin malah nyolot, nyesel gue nolongin lo. Tahu kayak gini mending gue pura-pura gak lihat lo semalem dan biarin lo dilecehin sama berandalan itu!" Gema langsung mematikan sambungan teleponnya sepihak.

Safira terkejut mendengar lelaki itu membentaknya dan mematikan sambungan. Gema terdengar sangat marah.

"Apa aku terlalu berlebihan? Apa Gema memang menolongku dengan tulus tadi malam?" pikirnya.

Safira mengacak rambutnya sendiri. "Akh, sudahlah. Lebih baik aku mandi untuk menyegarkan otak."

*****

Safira mengembuskan napas berulang kali guna menghilangkan gugup. Kini ia tengah berdiri di depan pintu rumah Gema.

Ia ragu untuk mengetuk pintu itu. "Apa aku pulang aja, ya? Tapi nanggung banget, tinggal ketemu dan ngasih ini aja, kok."

Otak dan hatinya tengah berseteru kini, namun akhirnya hatinya yang menang. Dengan perasaan gugup gadis itu akhirnya mengetuk pintu rumah Gema.

Tak lama seorang wanita yang umurnya berkisar dua puluhan itu muncul di balik pintu yang telah terbuka.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.

"Saya mau cari Gema. Dia ada, Mba?" balas Safira cemas.

Wanita yang adalah asisten rumah tangga itu menyusuh Safira masuk sementara dirinya akan memanggilkan majikannya.

"Duduk dulu, biar saya panggilkan Aden." Setelahnya ia melenggang pergi meninggalkan Safira sendirian di ruang tamu.

Gadis itu duduk dengan perasaan gugup. Ia meremat ujung gaunnya hingga kusut, terlalu takut bertemu dengan Gema.

"Ngapain lo ke sini?" Sebuah suara membuatnya tersentak karena terkejut. Ia mendongak dan mendapati Gema tengah berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.

"Aーaku mau minta maaf, gak seharusnya aku marahin kamu. Makasih karena udah nolongin aku. Ini buat kamu." Safira meletakkan sebuah paper bag ke atas meja.

"Ya udah, aku pamit pulang dulu. Di makan, ya. Kuenya enak, kok," imbuhnya lalu bergegas pergi.

Gema menahan tangannya, membuat Safira berbalik. "Thanks," kata Gema. Ia tersenyum melihat paper bag yang dibawa Safira.

Gadis itu tertegun. Ia belum pernah melihat Gema tersenyum sebelumnya. Jantungnya mendadak berdebar, ia menyukai senyum manis Gema yang jarang terlihat. Hal itu kembali membuatnya gugup.

"Sorry gue tadi ngebentak lo, gue cuma kesel aja karena lo nuduh gue yang engga-engga." Gema menggaruk tengkuknya dengan sebelah tangan.

"No problem, kalau gitu aku pamit." Lagi-lagi Gema menahannya.

"Biar gue anter." Safira tertawa mendengarnya. Hal itu membuat Gema bingung dan bertanya.

"Kamu aneh, jarak rumah kita dekat jadi buat apa kamu anterin aku pulang? Aku bisa jalan kaki, rumah kita cuma beda dua blok," kekeh Safira.

Gema langsung menepuk dahinya. "Bego!" batin lelaki itu. Entah apa yang ada di pikirannya kini.

Gema mengantar Safira sampai ke depan pintu. Gadia itu tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan, berpamitan untuk pulang.

Setelah kepergian Safira, Gema langsung menutup pintu rumahnya dan menyandarkan diri di balik pintu. "Dasar cewek aneh," gumamnya.

Gema meraih paper bag yang tadi dibawa oleh Safira dan berjalan ke kamar. Membuka isi dari paper bag tersebut.

Kue yang terlihat enak. Gema memotongnya kecil lalu memasukkannya ke dalam mulut. "Enak juga kuenya, beli di mana dia?" pikirnya.

Gema dengan segera menghabiskan potongan demi potongan sponge cake pemberian Safira tadi.

Mereka tidak menyadari jika itu adalah awal kedekatan yang sebentar lagi akan terjalin di antara keduanya.

To be continue ....


Halo semua aku comeback
Gimana sama part ini?
Hayo siapa yang ngira kalo yg nolongin Safira kmren itu Nathan?
Pdhl mah bukan, tp si Gema

Loh, Gema knp nolongin Safira, ya?
Kok, dia mendadak baik
Hayoloh kesambet apaan tuh anak wkwk

Oh iya, sekedar info
hari ini adalah hari terakhir aku update cerita ini di bulan ini krna ak ada kesibukan lain
doakan biar urusannya cpt slsai, ya
biar ak bisa lanjutin lg cerita ini

Btw makasih buat yg udh ngikutin cerita gaje ini dri awal smpe skrng
thanks buat yg udh sllu komen dan vote

Udh segitu aja, jgn lupa tinggalkan jejak setelah baca
Cukup pencet bintang di pojok bawah dan komen sebanyak-banyaknya, hehe

24/07/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro