Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Pacar

Safira, gadis itu tengah membagikan brosur di pinggir-pinggir jalan karena kedai tempatnya bekerja tengah mengadakan sebuah promo besar-besaran.

Cuaca yang terik membuat buliran keringat meluncur dengan mulus di kulitnya. Brosurnya masih sisa lumayan banyak.

Mengipasi dirinya dengan sisa brosur, gadis itu tampak pesimis hari ini. Ia tak bisa kembali sebelum brosurnya habis.

Tiba-tiba saja seseorang dengan kostum ayam datang dan membantunya membagikan brosur yang ada di tangannya.

Banyak anak-anak yang datang menyeret orang tua mereka untuk berfoto bersama ayam raksasa itu.

Safira tertawa lepas melihat orang yang berkostum ayam tersebut tampak kewalahan menghadapi anak-anak serta beberapa orang yang ingin berfoto dengannya.

Tak hanya itu, ia juga memberikan beberapa aktraksi agar orang-orang yang lewat tertarik sementara Safira akan membagikan brosurnya.

Dalam waktu cepat, brosur tadi telah habis. Safira memutuskan untuk istirahat sejenak di trotoar jalan karena lelah.

Ayam tadi mengampirinya dan memberikannya air mineral. Safira mengucap terima kasih dan membuka botol lalu meminumnya.

Keduanya duduk di atas trotoar. "Makasih udah bantuin aku," kata Safira sambil mengelus kepala ayamnya.

Sang ayam tadi menyandarkan kepalanya di pundak Safira, mengingatkan gadis itu pada Nathan setelah lelaki itu memberi pelajaran pada lelaki yang berani mengganggunya.

Setelahnya sang ayam berdiri dan memberikan tangannya pada Safira. Gadis itu meraihnya, namun tak disangka sang ayam menariknya membuat Safira bertubrukan dengan badannya.

Sang ayam mengeratkan pegangannya pada Safira agar gadis itu tetap di dekatnya. Ia membuka kostum kepala ayamnya.

Safira terkejut karena seseorang berkostum ayam tersebut adalah Nathan. Ia hendak pergi tetapi Nathan mencegahnya.

"Maaf." Satu kata yang meluncur dari bibir Nathan membuat Safira tertegun.

"Maaf gue gagal nepatin janji gue buat jagain lo. Semuanya cuma salah paham. Gue ... gue gak pernah nyuruh mereka buat bully lo."

Nathan mendekap Safira, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher si gadis. "Maaf," lirih Nathan sekali lagi.

Tanpa bisa dicegah, air mata Safira turun dengan sendirinya, membuat basah kostum ayam yang dikenakan Nathan.

Lelaki itu melepasjan dekapannya. Menangkup wajah Safira dan mengelap bekas air mata gadis itu. "Don't cry," katanya sembari menenangkan Safira.

Nathan melepaskan kostum ayamnya, membawa Safira ke mobil miliknya yang terparkir di seberang jalan.

Membuka pintu mobil dan menyuruh Safira untuk masuk kemudian menutupnya. Ia meletakkan kostum miliknya ke dalam bagasi lalu menaiki mobilnya.

Melajukan mobilnya membawa Safira entah ke mana. Gadis itu diam tak bertanya atau pun memperotes tindakan Nathan.

Setelah hampir tiga puluh menit berkendara, Nathan menghentikan mobilnya di sebuah taman yang tampak tak terawat. Dapat dilihat dari rumput yang telah mengering serta tanah yang sedikit tandus.

Lelaki itu turun dari mobil dan mengajak Safira ke taman tersebut. Keduanya duduk di bawah pohon besar yang hampir mati.

Safira melirik ke arah tangannya yang masih digenggam erat oleh Nathan. Lelaki itu tak melonggarkan cekalannya barang sedetik pun.

"Gue mau jelasin semuanya biar lo gak salah paham lagi sama gue." Nathan memulai pembicaraan. Safira hanya diam mendegarkan karena ia tahu Nathan belum menyelesaikan perkataannya.

"Waktu itu gue ada di basecamp saat mereka bully lo. Yang lo liat bukan gue tapi ketua gue yang nyamar jadi gue. Mungkin lo ngira itu gue karena jaket yang dia pakai, terlebih dia jalan bareng Maurin. Gue dijebak .... " Nathan menghela napas sejenak.

"Maurin itu sepupunya. Gue gak tahu dari mana dia bisa tahu tentang lo, tapi gue pikir Maurin udah ngehasut dia buat nyerang lo." Genggaman tangan Nathan mengencang setelahnya.

"Setelah gue tahu kejadian itu, gue buru-buru datengin lo buat minta maaf, tapi lo malah ngehindar dari gue." Safira langsung menggaruk tengkuknya merasa bersalah.

"Gue udah ketemu ketua gue dan milih buat keluar dari kelompok dia demi bisa bareng lo terus, Saf. Gue sayang sama lo dan gak mungkin akan berbuat sesuatu yang akan nyakitin hati lo."

Safira dapat merasakan darahnya berdesir dengan cepat. Ia terharu mendengar pengakuan Nathan.

Safira kembali menangis, kali ini air mata kebahagiaan yang luruh dari matanya. Ia memeluk Nathan dan menenggelamkan wajahnya di dada lelaki itu.

"Makasih, Nath. Makasih udah selalu ada dan selalu ngelindungin aku. Maaf aku udah salah paham."

Nathan mepelas pelukan Safira. Keduanya betukar tatap selama beberapa saat, terpana akan pesona masing-masing.

Nathan mengambil satu tangan Safira dan mengecup punggun tangan gadis itu. "Makasih karena mau bertahan."

Safira menyandarkan kepalanya di bahu Nathan, kedua tangan mereka saling tertaut. Nathan takkan melepasnya kali ini.

Safira tersenyum. Meski hubungan mereka masih semu, tetapi ia bersyukur karena ketulusan Nathan yang diberikan padanya.

Ia tak peduli jika mereka tak memiliki status hubungan yang jelas, asalkan ada Nathan di sisinya sudah membuat hari-harinya begitu berwarna.

Ia berterima kasih pada Tuhan yang telah menghadirkan Nathan di kehidupannya yang abu-abu.

Bertemu melalui sebuah ketidaksengajaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Safira masih teringat ketika ia memaki Nathan dalam hatinya karena telah berbuat tak sopan malam itu.

Melirik Nathan dengan sinis karena menurutnya lelaki itu adalah berandalan nakal.

Safira tersenyum mengingatnya, kenangan pertamanya dengan Nathan yang menurutnya takkan pernah terlupakan.

Lelaki itu beranjak, membuat Safira mendongakkan kepalanya.

"Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!" pesan Nathan sebelum pergi.

"Mau ke mana?" seru Safira yang tak digubris olehnya.

Gadis itu menyandarkan dirinya di pohon sambil menunggu Nathan yang entah ke mana.

Tak lama lelaki itu datang dengan langkah santainya. Mendudukkan diri di depan Safira.

Mengambil salah satu tangan Safira dan menyematkan sesuatu di jari manis gadis itu.

Safira tersenyum melihat sebuah cincin yang terbuat dari akar dan bunga yang melingkar apik di jari manisnya.

"Lo belum punya pacar, 'kan?" tanya Nathan setelahnya.

Safira menggeleng. "Belum punya."

"Sekarang lo punya satu," katanya sambil menunjukkan cengiran yang sangat jarang ia perlihatkan pada orang lain.

"Pakai cincin itu dulu, nanti bakal gue ganti pakai cincin beneran suatu saat nanti," kata Nathan serius.

Safira tersipu malu, gadis itu memukul pelan dada Nathan dan keduanya tertawa lepas.

To be continue ....





Hello all, aku kembali
ciee udah resmi jadian pasangan kita
Gimana nih part ini?
Greget kah? Baper kah?

Aku ngakak sendiri ngetiknya 😂😂
Coba aja my partner juga bisa so sweet gitu yak wkwk
eh tp kan ak jomblo 😂😂

Dahlah, happy reading guys
jangan lupa vote dan komen yang banyak

See you all


24/06/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro