Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 - Calon Falila

Teman-teman Falila baru mengetahui latar belakang keluarganya saat mendekati kelulusan SMA, ketika kasus bersama Raisa terjadi. Pasca kejadian tersebut, semua temannya telah terlampau takut untuk mengusik Falila setelah dirinya bersikap nekat akibat memperebutkan seorang cowok. Hanya segelintir orang yang berani mengajaknya bicara, itu pun untuk urusan sekolah yang mendesak.

Beruntungnya kala itu mendekati ujian kelulusan sekolah, hingga hampir semua siswa angkatannya sibuk mempersiapkan diri. Begitu pun Falila yang mendapat pengawasan ketat dari orang tuanya.

Setelah menjalani skors, dia datang ke sekolah murni untuk belajar, lalu langsung pulang ketika jam sekolah berakhir. Jam istirahat dihabiskan di kelas sendirian ataupun pergi ke perpustakaan, disertai pengawasan guru yang diminta khusus oleh Amelia demi keselamatan mental dan fisik anaknya yang sedang tidak ingin diusik.

Alhasil, masa sebelum kelulusan telah dijalani Falila dengan penuh kesuraman. Hasil ujiannya pun tidak begitu memuaskan. Untung saja ujian masuk universitas negeri masih bisa dia lewati dengan baik, akibat tekad kuat untuk segera pergi dari Jakarta demi dapat menenangkan diri.

Efek dari menjauhi dan dijauhi teman-temannya pada akhir masa sekolah, membuat Falila tidak pernah menaruh minat ketika kabar reuni angkatan atau reuni akbar sekolah datang padanya.

Malu, penyesalan, rasa bersalah, urusan yang belum selesai bersama Raisa, dan juga menolak bertemu Ervin. Semua itu adalah beberapa dari banyak alasan yang membuat Falila tidak pernah hadir dalam acara reuni sekolah, terumata reuni SMA.

Falila yang pengecut dan merasa masih membutuhkan waktu, selalu mencari alasan untuk tidak datang. Beberapa dari mereka yang telah mampu memahami alasan di balik sikap nekatnya dulu, berusaha meyakinkan kalau mereka sama sekali tidak peduli lagi dengan kejadian di masa lalu yang juga bukan urusan mereka. Harusnya Falila tidak perlu terlalu khawatir. Tapi, Falila yang masih tidak mendapat respons dari Raisa, bertahan dengan tidak ingin menunjukkan wajah karena merasa belum pantas. Akibatnya, bujukan teman-temannya selalu gagal dan Falila tidak pernah muncul.

Namun, tahun ini berbeda. Beberapa teman yang melihat Raisa memajang sebuah foto bersama Falila di akun sosial medianya, meyakini kalau Falila pasti akan hadir pada acara reuni mereka kali ini.

Memang benar. Begitulah yang terjadi. Kemunculan Falila membuat kaget banyak temannya. Jiwa penasaran pun mulai bermunculan, tapi tertahan ketika mendapati Raisa yang terlihat sangat terbuka dengan kehadiran Falila. Keduanya tampak santai berinteraksi layaknya dulu sebelum pertengkaran masa remaja mereka terjadi. Pemandangan tersebut cukup membuat mulut-mulut penggosip hanya berani berkicau di belakang saja, tanpa menyuarakan langsung di depan mereka.

Kali ini adalah reuni akbar sekaligus ulang tahun berdirinya sekolah. Para panitia reuni sengaja memilih bekerja sama dengan OSIS sekolah untuk merayakan reuni mereka bersamaan dengan ulang tahun sekolah. Tempat acara juga dilakukan di sekolah, dibarengi dengan kegiatan dari OSIS.

Kegiatan tapak tilas menjadi salah satu acara yang diagendakan panitia. Masing-masing kelas juga menampilkan berbagai hal untuk menyambut para alumni serta merayakan ulang tahun sekolah mereka.

"Duh, sumpah, gue kepo, nggak bisa nahan lagi, nih!" keluh seorang teman Falila yang bernama Anid.

"Apaan? Nggak usah nanya kenapa sekarang Falila udah mau duduk bareng kita di sini, ya!" tegur Raisa, terang-terangan memperingkatkan Anid untuk tidak lagi membahas masa lalu.

"Nggaklah! Emang bocil, masih bahas begituan," sanggah Anid. "Bodo amat sama cerita cinta monyet kalian. Yang penting sekarang kita udah happy bareng, bisa sok elit di depan nih bocah-bocah." Matanya melirik ke arah para remaja SMA yang berseliweran di sekitar mereka.

Falila dan beberapa temannya memilih mendatangi salah satu kelas mereka saat berada pada tahun kedua SMA. Kelas tersebut membuka layanan kafe bertema tokoh superhero Marvel. Banyak tamu nongkrong dan temu kangen di sana sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lain.

Falila tersenyum tipis. Tidak merasa tersinggung ketika Anid menyentil tentang kisah konyolnya dulu bersama Raisa. Raisa pun tampak mencibir saja tanpa benar-benar marah mendengar perkataan Anid.

"Karena dari tadi lo ngeliriknya ke gue, pasti berkaitan sama gue, kan?" tembak Falila langsung, menawarkan Anid untuk berterus-terang.

"Bagus kalo lo paham." Anid tampak mengangguk senang dan merasa kalau Falila tidak keberatan apabila dia mengungkapkan rasa penasarannya. "Itu cincin di tangan kiri, pasti ada ceritanya, dong?!" ujar Anid, langsung pada intinya.

Falila yang tadinya sedang menopang dagu di atas meja menggunakan tangan kiri, perlahan langsung menurunkan tangannya ke balik meja.

Raisa yang sempat kaget karena baru menyadari hal yang dibicarakan Anid, langsung refleks menarik tangan kiri Falila untuk mengamati cincin di jari manis wanita itu dengan saksama.

"Ouh, bikin silau banget," ujar Rini, ikut mendekat untuk mengamati berlian yang berada di tengah lingkaran cincin yang dikenakan Falila. "Fixed, nih cewek mau kawin!" lanjutnya dengan wajah kalem yang sangat paham situasi.

"Serius?" Raisa melepaskan tangan Falila karena direbut oleh Anid yang kini tampak menggumamkan rasa irinya melihat cincin Falila. Raisa menatap dengan kening mengernyit kepada Falila. Merasa janggal karena terakhir kali dia bertemu Falila, wanita itu masih tidak mengenakannya. Bahkan saat membahas Ervin, Falila sama sekali tidak mengatakan kalau telah memiliki tambatan hati.

Falila tersenyum agak canggung. Dia mengangguk pelan. "Masih direncanain. Nanti pasti gue bagi kabar baiknya."

"Sama siapa?" tanya Raisa, terdengar waswas. Bahkan kernyitan di keningnya tidak berkurang.

"Duh, Rai. Lo udah kayak emaknya Lila aja, khawatir gitu mukanya. Gue yakin nggak sama Ervin, tenang aja." Anid yang selalu frontal dan bicara apa adanya, langsung mengomentari bagaimana reaksi Raisa ketika mengetahui rencana Falila yang tampaknya akan segera menikah.

Raisa tersadar dari reaksinya yang mungkin berlebihan. Dia meringis sambil tersenyum canggung. "Enggak, sih. Cuma kaget aja. Gue pikir lo lagi jomblo," ujarnya, kembali menatap Falila dengan penasaran.

"Kemarin belum yakin. Jadi gue juga nggak pengin terlalu ngumbar," kilah Falila, menghindari tatapan Raisa yang masih memperhatikan gerak-geriknya.

"Tapi udah pacaran lama, kan?" Rini ikut menyuarakan rasa penasaran teman-temannya yang selalu haus dengan kisah percintaan orang lain.

"Enggak juga, sih," sahut Falila dengan nada hati-hati. Dia tidak ingin terlalu banyak berbohong. Hanya sedikit berkilah, kalau memungkinkan. "Temennya adek gue. Jadi, udah pernah kenalan dari lama, cuma baru aja dekatnya."

"Baru aja dekat udah mau serius nikah?! Brondong, nih?!" Anid mulai heboh ketika mendengar kata adik.

"Lebih tua, kok. Katingnya adek gue pas kuliah," ralat Falila, mengenyahkan kesenangan Anid yang terobsesi memiliki pasangan berusia lebih muda. "Yah, karena udah yakin, ngapain ditunda, kan," lanjutnya, sengaja membuat jawaban ambigu.

"Benar juga, sih. Kalau udah ada yang mau ngajakin serius dan kitanya juga yakin, ngapain juga ditunda-tunda." Rini yang terkenal selalu bersikap tenang dan tidak suka berargumen, kembali menunjukkan wajah paham saat mendengar jawaban Falila.

"Ck! Sedih gue," keluh Anid, tampak tidak bersemangat. "Pengin juga diseriusin, cuma nggak ada yang ngajak. Gimana, dong?!"

Falila dan Rini tertawa mendengar keluhan Anid. "Lo pemilih, sih! Maunya cuma sama brondong. Gimana mau diseriusin, kalau yang digebet cowok yang masih minta duit sama emak-bapaknya pas mau nge-date." Rini membeberkan fakta hidup Anid selama ini.

Anid tidak membantah ketika Rini menyindirnya. Dia malah kembali melanjutkan berkeluh kesah tentang mantan pacar terakhirnya yang berusia lebih muda dan memilih pergi demi gadis lain yang seumuran dengan pria itu. Falila dan Rini hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.

Falila sebenarnya memilih untuk tidak begitu banyak bicara. Dia hanya menjawab apa yang ditanyakan saja ataupun berkomentar yang dirasa sangat perlu.

Bagaimanapun teman-temannya bersikap ramah dan terbuka, dia masih merasa agak canggung dan segan akibat baru pertama kali bertemu setelah sekian lama berpisah. Untung saja teman-temannya mengerti dan tidak mempermasalahkan sikap berhati-hati Falila yang sangat berbeda dari dirinya dulu saat remaja.

Sedangkan Raisa, sejak kabar bahwa Falila sudah memiliki seorang kekasih yang menjadi calonnya, tampak lebih sering mengamati wanita itu. Falila yang mengerti dengan sikap curiga Raisa, memilih untuk pura-pura tidak tahu.

Namun, ketika mereka menyaksikan salah satu acara inti reuni di halaman sekolah bersama para pengunjung lain, Falila tidak lagi bisa menghindar saat Raisa menariknya menjauhi Rini dan Anid yang asyik memperhatikan panggung acara.

"Lo nggak lagi bohong, kan? Bukan cuma buat menghindari Ervin, kan?" tembak Raisa langsung. Rasa khawatir mengalahkan egonya.

Bertengkar dan berpisah lama, lalu berbaikan dan saling memaafkan, membuat Raisa kembali memiliki kepedulian kepada Falila. Dia hanya tidak ingin Falila tergesa menggunakan cara instan yang nantinya mungkin berisiko fatal.

"Salah satunya, iya," lugas Falila, jujur kepada Raisa. Melihat wajah khawatir Raisa yang semakin terlihat, membuat Falila merasa tersentuh. Dia senang Raisa masih menaruh kepeduliaan untuknya.

"Lo tenang aja. Gue nggak lagi ngibul. Calon gue juga bukan abal-abal atau orang sewaan. Nggak dipilih secara random dan ngedrama kayak yang mungkin lagi lo pikirin saat ini." Falila tersenyum ketika mendapati Raisa tampak malu saat kedapatan berpikir berlebihan atas kekhawatirannya.

"Karena munculnya Ervin, makanya gue jadi yakin sama calon gue. Jadi, yah, anggap aja Ervin semacam booster buat hubungan percintaan gue saat ini. Bonusnya, gue jadi bisa ngehilangin harapan semu dia buat balik ke gue, karena gue udah punya orang lain yang jauh berharga dibanding dia."

Satu atau dua hal, terselip kebohongan. Namun, tidak masalah. Karena kebanyakannya adalah kebenaran. Falila juga sangat natural melakukannya. Dia yakin Raisa hanya melihat kejujuran dan keyakinan di wajahnya.

Raisa terdiam dan masih membutuhkan beberapaa waktu untuk mengamati Falila. Keduanya duduk bersisian di antara kerumunan banyak alumni. Anid dan Rini duduk beberapa baris di depan, hingga pembicaraan keduanya hanya antara mereka saja.

Setelah merasa cukup, Raisa mengerjap dan merubah raut wajahnya. Tampak sudah mengerti. Senyum dukungan juga terlihat darinya. Menular kepada Falila yang juga ikut tersenyum karena senang melihat sikap hangat Raisa saat ini kepadanya.

"Duh, aku cemburu, Sayang. Gitu banget sih natap Falila?"

Falila dan Raisa refleks berpaling ke arah belakang kursi mereka saat mendengar teguran tersebut. Datang dari arah belakang Raisa. Disuarakan Edo yang langsung mengecup puncak kepala istrinya.

"Ngagetin aja," gumam Raisa sambil menahan kesal kepada Edo. Suaminya malah tertawa ringan, lalu menarik kursi yang akan didudukinya agar tepat berada di belakang Raisa, karena di samping wanita itu telah diisi orang lain.

"Nggak ada naik-naik ke lantai atas kan, La?" tanya Edo kepada Falila, menginspeksi kegiatan sang istri saat tidak berada di dekatnya.

"Nggak. Aman, kok. Kita cuma keliling di bawah. Dia juga nggak minum es. Udah disortir Rini." Falila lansung memberi laporan lengkap tanpa diminta. Dia tahu, kehamilan Raisa memperparah sikap proteksi dan kebawelan Edo. Rini yang berprofesi sebagai dokter juga ikut menjalankan tugasnya untuk memantau Raisa.

Kali ini, Raisa melirik masam kepada Falila yang sudah ikut terkekeh bersama Edo.

"Tadi ngobrol apa, sih? Serius banget sambil tatap-tatapan mesra." Edo mengalihkan rasa kesal istrinya. Dia yang memperhatikan interaksi Raisa dan Falila sejak mengetahui keberadaan istrinya, akhirnya menjadi terusik ingin tahu.

Secepat topik berganti, maka secepat itu juga suasana hati Raisa berubah. Dia semakin memposisikan duduknya agar bisa menghadap Edo yang duduk di belakangnya.

"Falila udah punya calon suami," ujar Raisa, tampak berbinar menceritakan kepada Edo. "Acara resminya dalam waktu dekat juga, kan, La?" tanyanya kepada Falila, ingin tahu kepastian dari kabar bahagia tersebut.

"Iya, doain aja, ya. Mudahan lancar sampai hari H sesuai rencana. Cuma belum bisa kasih tahu waktu tepatnya kapan." Falila berucap lancar dengan senyum tipis.

"Wah, selamat, ya, La. Kabar bahagia banget, nih."

Falila dapat melihat Edo saling melempar tatapan penuh arti dengan Raisa ketika tadi berucap. Falila bisa menebak arti tatapan tersebut.

"Makasih. Nanti pasti gue kabarin pas udah fixed kapan tanggalnya. Tunggu aja, ya."

"Nggak diajak ke sini, nih?" goda Edo dengan tatapan penuh konspirasi bersama Raisa. Aslinya, kedua orang tersebut memang dikenal dengan sosok yang jail dan ceria sejak masa remaja mereka. Tidak pernah takut menyuarakan isi hati dan pikiran mereka secara terang-terangan.

Falila yang masih mengingat sikap keduanya, tersenyum maklum tanpa merasa terganggu. "Diajak, kok. Cuma tadi pagi dia baru landing dari luar kota. Gue suruh ke sini pas ngejemput aja. Katanya lagi di jalan sih, nih."

"Serius?!"

Raisa langsung bersemangat dan pundaknya refleks dielus Edo agar segera ingat diri untuk bersikap tenang. Mengabaikan suaminya, Raisa fokus kepada Falila. "Dikenalin ke kita, kan?" pintanya penuh harap.

Falila mengangguk sambil tersenyum geli melihat reaksi agresif Raisa yang sudah sangat lama tidak dilihatnya. Wanita itu juga langsung bangkit berdiri untuk mendatangi Anid dan Rini di kursi mereka, demi menginfokan hal yang baru saja dia dengar. Edo bahkan tidak sempat mencegahnya.

Desahan panjang Edo membuat Falila menahan tawa. Tampak sekali kalau Edo sangat mengkhawatirkan Raisa yang sebenarnya sangat segar dan bugar walau tengah hamil besar.

"Suruh cepat-cepat calon lo ke sini. Gue mulai nggak yakin Ervin bakal tahan lama-lama nggak ngedeketin lo."

Ucapan yang diucapkan Edo dengan nada pelan, langsung menghilangkan senyum Falila. Dia berbalik untuk menatap Edo dengan sedikit mengernyit.

"Pas tahu lo datang ke sini, dia mulai nyari keberadaan lo dan ngamatin dari jauh. Cuma karena ada Raisa di dekat lo, makanya dia nahan diri buat nggak langsung nyamperin. Sempat gue tahan juga, sih," lanjut Edo, berucap santai dengan mata tidak lepas dari mengamati Raisa yang asyik berbincang dengan Anid dan Rini.

"Masalahnya, gue sama Raisa harus segera pulang. Kasian anak di rumah. Kalau kami pergi, khawatirnya nanti lo jadi susah ngehadapin tuh orang."

Itu adalah kalimat terakhir Edo dalam memperingatkan Falila, sebelum dia fokus kepada Raisa yang sudah kembali ke kursinya dan terdengar sibuk menanyai Falila mengenai sosok calon suami wanita itu.

"Nanti kita keluar bareng, ya. Gue juga mau langsung pulang. Nggak bisa lama-lama di sini."

Edo langsung setuju dengan permintaan Falila. Lebih baik seperti itu. Daripada memberi peluang kepada Ervin untuk mendekat. Raisa yang belum paham, ikut setuju saja dan mau menunggu sampai calon Falila datang.

[27.01.2021]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro