Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 - Pilihan Falila

"Mau ke mana lo?"

Falila agak kaget ketika Kabiru mencegatnya yang sedang berjalan menuju salah satu meja sajian. "Mau ngambil pudding buat Raya."

"Nanti diambilkan." Tanpa menunggu persetujuan Falila, Kabiru menarik lengan kakaknya agar segera kembali di mana keluarga mereka berkumpul.

Mereka sedang ada di acara resepsi pernikahan yang mana keluarga pengantin wanita adalah tetangga lama keluarga Ersa. Pasangan pengantin tersebut juga adalah teman-teman akrab Kabiru, yaitu Aria dan Nando. Jadi, ketika Falila datang bersama keluarganya, Kabiru sudah lebih dulu bergabung bersama teman-temannya.

"Apa sih, Bi?" Falila semakin heran ketika Kabiru agak memaksanya untuk kembali ke meja.

"Jangan dibiarin sendiri, Mas," pinta Kabiru kepada Jared yang sedang asyik memangku putrinya, Naraya, yang baru berumur dua tahun. Pria itu langsung menaikkan alis, bertanya.

"Si Dinata dari tadi ngelihatin Lila terus," ujar Kabiru, menjawab rasa heran Jared. Dia mencari keberadaan papa dan mamanya yang ternyata sedang berbincang dengan kolega mereka di meja lain, hingga hanya Jared satu-satunya yang bisa diminta bantuan untuk mengawasi Falila.

Jared langsung paham. Tatapannya menyipit untuk memantau keberadaan pria yang tadi disebutkan Kabiru.

Bukan tanpa alasan Jared dan Kabiru bersikap waspada. Pria penikmat one night stand bernama belakang Dinata itu telah dengan berani berterus terang di depan Jared dan Kabiru, kalau sedang tertarik kepada Falila.

Tidak peduli mereka sedang bekerja sama dalam urusan pekerjaan, Jared dan Kabiru tetap tidak akan membiarkan pria playboy itu mendekati Falila.

Falila mendesah kasar. Langsung mengerti situasinya. Para saudaranya sedang kumat. Merepotkan saja.

Naira, istri Jared yang sedang membantu putranya menghabiskan santapan, tersenyum geli melihat raut kesal Falila. "Anak Pak Dinata atau Pak Dinatanya nih yang lagi ngincar kamu, La?" canda Naira.

"Nggak tahu. Kenal aja enggak sama yang namanya Dinata itu," sahut Falila cuek, sambil membimbing Naraya agar duduk sendiri di bangku yang tepat berada di sampingnya. Gadis mungil itu sangat kooperatif dan lembut dalam bersikap. Menggemaskan di mata mereka semua.

"Dia bilang udah ngobrol sama kamu, pas kamu nemanin Papa ke acara resepsi beberapa minggu lalu." Jared menatap Falila dengan penuh selidik.

"Mana aku ingat, Mas. Kan banyak teman Papa di sana yang nyapa," ucap Falila, berkata jujur. Dia memang sempat berkenalan dengan beberapa kolega papanya saat menemani pria itu berkeliling. Namun, kebanyakan langsung dia lupakan karena memang tidak merasa penting untuk berurusan dengan mereka nantinya.

Falila melihat Kabiru dan Jared saling bertatapan dalam diam. Menyebalkan sekali melihatnya. Kedua pria itu seperti sedang merencanakan sesuatu.

"Balik aja ke teman-teman lo. Biar gue yang ngawasin Lila," ucap Jared kepada Kabiru.

Kabiru terlihat ragu untuk pergi, tapi panggilan beberapa temannya untuk foto bersama membuatnya terpaksa melimpahkan tugas penjagaan kepada Jared.

Kabiru sempat mencegat seorang pelayan yang sedang melewati meja mereka, lalu meminta diambilkan pudding yang diinginkan Falila agar wanita itu tidak lagi pergi sendiri meninggalkan meja.

"Jangan jalan sendiri," pinta Kabiru, sebelum berlalu meninggalkan meja di mana kakak-kakaknya duduk.

Falila tidak ambil pusing. Dia lebih memilih mengajak Naraya berbincang.

"Si Dinata itu nggak beres orangnya. Kamu jangan mau kalau dia ngajak ngobrol lagi."

"Hm," gumam Falila ketika mendengar wejangan Jared.

"Bohong berarti tuh orang. Bilangnya kamu ngerespons baik pas dia ngajak pendekatan," lanjut Jared, membuat Falila spontan mengernyit.

"Yang mana sih orangnya?" tanya Falila, akhirnya penasaran juga dengan pria yang seenaknya membuat pernyataan begitu.

"Nggak usah dicari. Jelas dia yang bohong. Biar nanti Mas yang urus," ujar Jared, menoleh kepada putranya, Raidan, yang sedang menyuap sendok terakhir dari santapannya.

"Hebat anak papa. Lahap makannya," puji Jared kepada sang putra sulung yang tidak pernah pilih-pilih makanan.

Falila ikut tersenyum sayang kepada Raidan, apalagi ketika melihat senyum manis keponakannya itu. Namun, perkataan Jared sebelumnya membuatnya terusik.

"Aku nggak punya urusan loh sama orang itu. Jangan sampai namaku ikut keseret pas nanti Mas sama Biru kelewatan main-mainnya," ujar Falila, memperingatkan Jared yang sepertinya sedang ingin memacam-macami pria bernama Dinata itu. Pastilah Kabiru juga akan ikut serta.

Jared bersikap seakan tidak mendengar peringatan Falila. Dia mengambil alih pudding buah yang baru saja diantarkan pelayan yang diminta Kabiru. Naraya langsung tersenyum senang ketika sang papa mulai menyuapinya.

"Makanya kamu cepat cari pasangan, La. Biar mereka berhenti rempong ngurusin kamu." Naira kembali menyahut dengan nada canda, menggoda Falila sekaligus suaminya yang pasti kesal mendengar ide darinya.

"Emang bakal berhenti?" Falila sangsi memikirkannya.

"Iyalah. Kalau kamu udah ada yang jagain. Mereka nggak sok stres lagi mikirinnya," ujar Naira.

"Siapa bilang?" sanggah Jared, tidak sependapat dengan istrinya. "Kalau masih pasangan aja, tetap harus diurusin. Kalau udah jadi suami, baru aku nggak ikut campur lagi."

"Nah, La. Kode, tuh. Berarti udah diizinkan kamu buat milih calon suami," lanjut Naira, semakin ingin menggoda suaminya yang terlalu berlebihan dalam mengurusi percintaan adik perempuannya.

"Lagian ya, dengan kamu punya cowok atau suami, dijamin kejadian kayak begini bakal minim terjadi. Para penggemar kamu juga pasti memilih mundur, kalau kamu udah ada yang punya," lanjut Naira, menatap adik iparnya yang tampak termenung mendengarkannya.

"Apa sih, Yang," gumam Jared, menatap tidak setuju ke arah Naira yang tampak sedang berusaha mempengaruhi adik perempuannya.

"Loh, masa kamu mau biarin Lila kelamaan sendiri, sih? Dia perempuan, loh. Punya limit dan nggak ada tanggungan. Pendidikan udah kelar. Kerjaan juga udah ada. Yang datang ke Papa juga banyak. Mau nunda sampai kapan?" tanya Naira kepada Jared, meski Falila yang sedang disindir secara halus. "Kalau sendiri terus, entar dikira si mantan lagi nungguin dia."

"Coba aja, kalau berani muncul. Nggak peduli dia siapa, aku hancurin," desis Jared, berusaha menahan diri di depan anak-anaknya.

Untung saja para bocah itu sedang asyik sendiri dengan pikiran mereka dan tidak tertarik mendengarkan obrolan orang dewasa. Namun, Naira dan Falila bisa mengenali amarah Jared dengan jelas.

Berkat perkataan Naira, Jared memang langsung teringat dengan kisah masa lalu Falila bersama sosok berengsek yang membuat adiknya harus ditangani oleh sang mama secara intens.

Sayang sekali waktu itu Jared sedang pergi kuliah, hingga melewatkan momen ketika Kabiru mendatangi pria berengsek itu untuk main hakim sendiri.

Falila mendengkus mendengar obrolan suami istri di dekatnya itu. Topiknya sudah ke mana-mana. Membuat tidak nyaman tokoh utama yang sedang diperbincangkan.

"Ma, dipanggil Nenek."

Celetukan pelan Raidan menginterupsi pembicaraan mereka. Bocah lelaki itu tersenyum kepada Amelia yang sedang melambai kepadanya dari jauh, seakan meminta cucunya mendekat.

"Yuk, Mama antar ke Nenek." Naira bangkit dari duduknya sambil membimbing Raidan. Dia paham sang mertua sedang ingin pamer cucu kepada para koleganya.

Jared memberi izin melalui anggukan, ketika Naira memintanya. Pria itu juga tampak sudah kembali tenang. Langsung dapat membuang emosinya tanpa berbekas ketika tadi mendengar suara kecil Raidan.

Selepas kepergian istri dan putranya, Jared kembali fokus menyuapkan pudding kepada Naraya. Anak gadisnya itu menerima suapan pudding dengan patuh walau matanya sudah tampak mengantuk.

"Kalau ada yang nakal sama Tante Lila, nanti kita hukum, ya," ucap Jared, mengajak Naraya bicara, walau sudah jelas perkataan itu ditujukan kepada Falila.

Falila mendesah pelan. Tersenyum kecut. Padahal niat hatinya ingin membicarakan perihal Ervin kepada Kabiru. Namun, adiknya itu pasti akan menyampaikan kepada Jared, lalu kedua pria itu pasti merencanakan sesuatu yang hanya akan membuat nama Falila lebih terseret lagi nantinya.

Ervin masih belum menghapus fotonya di akun Instagram pria itu. Alia juga pasti tidak mengumbar pengakuan Falila yang berkata sudah memiliki kekasih. Wanita itu pasti akan selalu menjaga perasaan Ervin. Jadi, pastilah Ervin masih berpikir memiliki kesempatan untuk mendekati Falila.

Mungkin Falila harus lanjut menuntaskan sendiri urusannya bersama Ervin tanpa melihatkan kedua saudaranya.

Perkataan Naira beberapa saat lalu juga mempengaruhi pikirannya saat ini. Membuatnya mempertimbangkan beberapa hal.

Haruskah dia menindaklanjuti kebohongannya demi dapat memutus urusan dengan Ervin?

Astaga! Falila mengeluh kesal dalam hati. Bahkan mengkhayalkan isi naskahnya lebih mudah dibanding mengurusi realita kisah percintaannya sendiri.

***

Falila baru selesai dengan rutinitas perawatan wajah malam harinya. Dia memandangi pantulan wajahnya di cermin, walau sebenarnya pikiran sedang berkelana ke mana-mana.

Ervin sepertinya perlu bukti nyata agar percaya bahwa Falila telah benar-benar melangkah meninggalkan masa lalu.

Keluarganya pun tampak berharap dirinya segera bangkit dan menunjukkan keberhasilan dari perjuangannya melupakan masa lalu.

Falila pun sebenarnya sedang menunggu, sejauh mana kesiapan dirinya untuk memulai kisah baru dalam hidupnya yang menjanjikan masa depan lebih baik.

Uji coba yang dilakukan Falila beberapa waktu belakangan secara mendadak, ternyata berjalan dengan baik. Dia telah berhasil berhadapan dengan Ervin tanpa perlu melebarkan luka lama. Menandakan kalau dia telah melewati tahap awal untuk dapat terus melangkah.

Haruskah Falila menguji coba dirinya di tahap selanjutnya?

Sekarangkah waktunya?

Sejauh ini, masalah memang lebih banyak berasal dari dirinya sendiri.

Falila yang terlampau sering menunda-nunda dan menghindar untuk melanjutkan langkah. Padahal banyak sekali pilihan yang datang. Bahkan beberapa dari mereka sangat memenuhi kualifikasi yang dia dan keluarganya inginkan.

Yang terbaru malah mendapat respons positif dari Amelia. Bahkan Kabiru dan Rama tidak benar-benar menyudutkan yang terakhir ini. Jared sendiri tidak menunjukkan reaksi apa-apa, meski Falila tahu kalau kakaknya itu pasti mengetahui siapa saja yang telah datang kepada orang tuanya, demi dapat memiliki Falila.

Membuka diri memang tidak segampang yang diucapkan. Namun, kalau terus menunda, mungkin akan semakin sulit nantinya.

Teorinya sih begitu. Katanya. Entahlah...

Falila menghela napas panjang secara perlahan sambil memejamkan mata, lalu membuangnya dengan sama pelannya.

Dia yang memiliki masalah, maka dia yang harus belajar untuk mulai mengatasinya.

Harus dicoba. Kalau gagal, tidak masalah.

Kalaupun tidak langsung berjodoh, dia masih bisa berusaha lagi di lain kesempatan.

Terpenting, mencoba terlebih dahulu. Mengukur kesiapan diri.

Toh, orang yang akan diajaknya ikut dalam uji coba, sepertinya bukan tipe yang akan menuntutnya ketika Falila gagal di tengah jalan. Masih bisa diajak bernegosiasi.

Falila membuka mata. Menguatkan tekad. Menetapkan pilihan.

Demi menghindari dirinya akan berubah pikiran, Falila segera beranjak dari meja rias untuk mengambil ponsel miliknya.

Membuka blokiran akun sosial media milik seseorang yang telah dia pilih, lalu memandangi sebuah foto yang memperlihatkan pemilik akun tersebut dengan seksama.

Tidak lama, Falila beralih ke kotak pesan langsung, lalu mengirimkan sebuah pesan di akun tersebut.

Hanya satu kata. Sebuah kata panggilan. Hampir serupa dengan apa yang pernah dilakukan orang itu kepadanya dulu.

Mas?

[28.10.2020]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro