Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28. Kebenaran Tentang Mama

Derai Derai Cemara (Musikalisasi Puisi Chairil Anwar) - Banda Neira


Setelah tujuh hari menginap di Muaro Jambi, Marina merasa lelah luar biasa. Ia teringat Dimas, teman sekaligus atasannya, berkata kalau Candi Muaro Jambi sudah diusulkan menjadi salah satu world heritage ke UNESCO. Kemungkinan besar, proyek eskavasi ini akan berlangsung lama. Sebab setelah menggali lebih jauh, candi itu diduga memiliki banyak manopo dan peninggalan-peninggalan yang masih tertutupi oleh tanah dan hutan.

Marina suka mendengar berita itu, pekerjaan itu.

Meski ia tak menyangka pekerjaan ini akan menyita banyak waktunya, meski itu artinya ia akan semakin lama di kota ini, dan ia merasa tujuan awalnya untuk bertemu suaminya tidak berjalan baik.

Tepat di depan pintu rumah, Marina menarik napas. Ia lalu memegang kenop pintu dan membukanya pelan. Setelah mengucapkan salam, seperti yang selalu ia atur,  ia mulai kembali bernyanyi riang sambil berjalan ke ruang tengah.

Pukul sembilan malam. Biasanya Runi belum tidur. Jadi, pikirnya, ia harus terus menyanyi. Lagu Terajana terdengar cukup ceria untuk dinyanyikan malam-malam.

Mata Marina mengembara. Tidak ada siapapun di ruangan itu. Marina memanggil anak-anaknya dua kali sambil mengumumkan kalau dia bawa oleh-oleh buah Durian. Tapi tak ada jawaban. Merasa yakin kalau semua sudah tidur, Marina menjatuhkan diri ke sofa. Ia berhenti menyanyi. Ia memejamkan mata.

Ada yang jatuh ke tebing-tebing pipinya.

Dia merasa kalah. Dia lelah. Dan dia ingin menangis sepuasnya.

Tapi saat kesedihannya begitu larut, ia membuka dan mengusap air matanya dengan cepat. Ada langkah yang tergesa-gesa menghampirinya.

"Rina..." sebuah suara parau memanggil.

Di hadapannya, Datuk sudah berdiri sambil merangkul Runi dan Rinda. Kedua anaknya itu sudah menatapnya pedih.

***

Tiga hari sebelum pindah dari Jakarta, Mama dan Papanya memang sempat bertengkar hebat. Tapi Runi pikir itu hanya pertengkaran biasa sebagaimana suami istri pada umumnya. Jadi, yang bisa ia lakukan hanyalah memeluk Rinda,  berkata kalau mereka akan baikan, dan pergi masuk kamar untuk menutup mata dan telinga. Sampai akhirnya ketika ia bangun pada subuh hari, mengajak papanya melihat sinar matahari pagi seperti biasa, Runi tidak menemukan papa di dalam kamar.

Mama bilang, Papa sudah pergi kerja pagi-pagi sekali. Tapi sepanjang malam ditunggu, Papa tak pernah pulang. Dan Mama selalu bilang kalau Papa kerja. Sampai Mama mengemas seluruh barang-barang dan mengumumkan kalau hari itu juga mereka akan ke luar kota.

"Kita lewat jalur darat ya!" kata Marina mantap.

"Kenapa? Dan kenapa harus pindah? Papa tahu kalau kita pindah?" tanya Runi kesal.

"Karena.... Satu, biar sekalian jalan-jalan. Dua, karena Mama dapet kerjaan di Jambi. Tiga, mari kita bersenang-senang!" Marina bersorak-sorai.

Runi mendesah kasar. Mamanya sudah tidak waras.

Runi tidak akan pernah menerima alasan itu. Lagipula siapa yang mau menerima alasan sekonyol itu. Jadi sepanjang jalan ia terus memasang wajah marah, sementara Mama terus menyanyikan lagu dangdut hingga satu album. Sampai hari ini, ketika semuanya terkuak, Runi masih marah pada Mamanya.

"Papa kamu menikah lagi... Kami bertengkar karena itu. Mama usir Papa... dan Papa nggak pulang-pulang lagi. Pergi ke sini pun, karena Mama mau tenang...  Mama mau kelarin semuanya...  Mama—"

"Kenapa Mama nggak bilang Papa di sini?" potong Rinda. Dia sudah menangis sesegukan.

"Mama nggak bisa, Sayang... Mama... "

"Kenapa Mama nggak cerita sejak awal?! Kenapa Mama nggak bilang apa-apa sama kami?!"

"Mama nggak mau kalian jadi kepikiran..."

Rinda berteriak. Dengan kasar, ia mengusap air matanya.

"Ma... Papa tahu nggak kita di sini?" Runi yang sejak tadi diam mendengarkan, memaksa berbicara.

Mama menggeleng. Dengan sedih ia raih tubuh kedua anaknya. Memeluknya, dan menciumnya. Dia tahu benar seperti apa Hari, suaminya, di mata anak-anaknya. Lelaki itu benar-benar sosok yang dipuja dan diidolakan Runi dan Rinda. Dan ia tidak akan merusak perasaan itu dengan menceritakan semuanya. Pikirnya, Runi dan Rinda hanya boleh menangis untuk hal-hal biasa di masa remaja mereka.

"Maafin kami ya, Nak..."

Runi merasa pusing.

Runi yang ekspresif, dan bisa meluapkan seluruh perasaannya tanpa memedulikan penilaian orang lain. Tapi hari ini Runi benci sikap itu. Ia benci punya Mama yang suka menyimpan semua perasaannya untuk dirinya sendiri. Ia marah karena Mama tidak pernah menunjukkan airmata di hadapannya; Di hari pertengkaran itu, di hari mereka pindah, dan hari ini, ketika menceritakan semuanya.

Semua kenangan berkelebat di kepalanya. Tapi tidak lagi tentang pertengkaran itu. Tapi pada Mamanya yang selalu ceria. Mama yang selama perjalanan terus tersenyum. Runi masih ingat bagaimana Mama tertawa dan bernyanyi lagu Ike Nurjannah satu album sepanjang perjalanan ke Jambi, dan tiba-tiba menangis dengan tertahan-tahan di pelukan Datuk setibanya di Jambi. Saat itu Datuk hanya mengangguk pelan dan mengusap-usap kepala Mama. Dan Datuk hanya berkata; "Nangislah."

Di saat-saat Runi terus menuntut, Mama terus menderita. Ia sering melihat Mama mengecek ponselnya. Marina menunggu telepon dari Papa. Meski Papa tidak pernah menelepon.

"Rinda, maafin Mama."

Runi memandang lemah pada Rinda yang ingin masuk kamar.

"Rinda... ja, jangan lupa sikat gigi ya. Rin..?"

Runi pias. Ia ingin memuntahkan kemarahannya.  Tapi ia tahu Marina jauh lebih menyedihkan daripada siapapun di ruangan ini.

Papa punya keluarga baru...
Papa ninggalin aku...

Runi merasa sesak napas. Ia teringat bagaimana Papa tertawa saat makan bersama keluarga barunya itu. Baron sampai kewalahan menahannya agar tidak meledak di tempat umum.

Papa nggak melihatku...

Cowok itu berdiri dari sofa, mondar-mandir tak keruan. Lalu jalan masuk ke kamar,  lalu keluar lagi menuju ruang tamu. Ia ingin pergi. Ia ingin sendiri. Tapi sebelum kenop pintu ia raih, didengarnya Mama berteriak memanggil namanya.

Runi berhenti sebentar. Tapi ia tidak butuh siapapun saat ini.

Ia melanjutkan langkahnya. Sayup-sayup ia mendengar Marina berkata, "Runi... Mama mohon, jangan benci Papa."

***




A/N

Tadaa! update nih hehe
Aku selalu pengen bikin karakter kayak Marina. Dia sakit sendiri. Btw, kalau cukup kuota, mulmednya diputar ya. Cocok soalnya.

Oh ya, jangan lupa vomment ya. Tolong. Jangan lupa. Kasihan Pak.. Kasihan Bu.. :v

Lantas, akan pergi ke manakah Runi?

Tunggu kelanjutannya~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro