21. Macho? Tapi Tami Bukan Vety Vera!
"Spion ajaib, oh spion ajaib, siapakah yang paling tampan di sekolah ini?"
Baron mematut-matut diri di depan spion motor. Tidak peduli pada Cuprum yang menghadiahinya sorakan panjang huuuu. Sementara Depa malah menjawab 'ya pasti aku lah! huahahahaha'. Parkiran Classic menjadi rusuh.
Menjelang hari pembagian rapor tiba, minggu-minggu tenang mereka gunakan untuk jalan-jalan. Hari ini, seusai class meeting, Cuprums akan melakukan hal yang menyenangkan. Atas usulan Baron (meski Runi berperan besar dalam membujuk teman-teman satu kelasnya bersedia ikut), mereka akan pergi ke kanal kuno di komplek candi muaro Jambi.
Dengan bangga, Baron bercerita belum banyak orang tahu tentang tempat wisata itu. Selama ini turis hanya tahu kalau Jambi identik dengan Ancol Tanggo Rajo, Gentala Arasy, Taman Aci, Kampoeng Radja, atau Taman Rimba. Orang-orang melewatkan soal Kanal kuno yang ada di komplek percandian Muaro Jambi.
Selain jalan-jalan, Baron dan Kaisar sepakat ini adalah program menjambikan Runi-yang masih sering uring-uringan di kota ini- sehingga kegiatan Runi tidak hanya tidur di pohon Akasia, nongkrong di WC, nonton film atau main dota di JoJoBa.net. Ketidaktahuan Runi soal kota yang ia injak, dan kesaksiannya, bahwa dia sebenarnya suka jalan-jalan membuat Kiasar dan Baron bersemangat mengadakan agenda ini.
"Jadiiii dari sini kita ambil rute yang nggak rame, jalan tikus ke Tugu juang, kantor gubernur, aurduri, jembatan, candi, kanal...!" Lid menjelaskan panjang lebar sambil menjejalkan buku-buku Tami ke dalam tas. Seperti emak-emak Ayam.
Tami ber-oh.
"Tamtam, stop merespon orang lain hanya dengan Oh" kata Lid, meringis.
"Baiklah."
Lid menghela napas. "Omong-omong, aku bonceng Alya." Dan sebelum Tami berubah pikiran, Lidya langsung berseru lagi. "Kamu tetep pergi! Ada tumpangan kok! Ada!"
"Siapa?"
"Siapa ya.. tapi ada. Awas aja kalo Baron nggak siapkan! Soalnya dia pemimpin rombongan hari ini" Lid menonjok udara. "Yuk ah! Anak-anak sudah nunggu di parkiran." katanya lagi sambil memasangkan ransel ke bahu Tami. Lagi-lagi seperti seorang Ibu-ibu Ayam yang membimbing anaknya yang baru menetas.
Mereka berdua melangkah sambil menceritakan tempat apa saja yang akan disinggahi nanti. Mereka akan mampir ke sungai yang terpanjang di pulau Sumatera untuk mencekoki Runi dengan air sungai. Lid bilang, kalau ke Jambi belum ke Sungai Batanghari, artinya belum menjadi anak Jambi sepenuhnya. Dia juga bilang kalau orang yang minum air sungai Batanghari, kelak, orang itu akan kembali lagi ke Jambi meskipun sudah pergi keliling dunia. Papa Lid bekerja di bagian pariwisata. Jadi Lid setidaknya punya banyak pengetahuan tentang pariwisata. Lid terkesan pada rute yang disampaikan Runi kemarin. Menurutnya rute itu persis backpacker yang sedang travelling. Melewati tempat-tempat yang jarang diperhatikan. Itu keren.
Dari Lid, Tami akhirnya tahu kalau Runi bukan warga lokal. Runi pindah ke kota ini tepat ketika ia baru saja duduk di kelas X semester dua di mulai. Sejak Runi datang ke Classic, untuk pertama kalinya sekolah ini pun membuat kebijakan "Dilarang membuang nasi atau apapun ke kolam ikan" lantaran Runi pernah membuang sisa makan siangnya ke kolam dengan alasan beramal. Runi tidak tahu kalau ikan tidak doyan nasi, dan nasi yang tidak termakan oleh ikan akan basi dan menjadi racun untuk ikan-ikan.
Selain kasus ikan mabok, masih banyak kelakuan nakal Runi yang membuatnya memiliki catatan dari sekolah. Dan di saat-saat seperti ini, Tami akan merasakan lagi betapa terisolasi-nya dia sampai tidak menyimak keributan-keributan yang terjadi di jam sekolah. Termasuk hari ini, saat teman-temannya membicarakan rencana jalan-jalan.
Setibanya di lapangan parkir, semua sudah siap dengan kendaraan mereka sendiri. Nadia cs yang tadinya memilih menggunakan mobil rela turun kasta untuk menumpang di sepeda motor.
"Hai! Hai! Hai! Lama ya? Sorry! habis bujuk Tami. Susahnyo."
Baron gesit mendekat, mengabaikan Lid dan langsung menerobos ke Tami. "Tami! Ikut kan?"
"Iya. Kalau ada tumpangan..."
"Ada. Sama Runi."
**
Pertama! Dan yang selalu utama. Beri kesan kalau kau itu cowok pelindung dan... m-a-c-h-o-o-o-o!
Ucapan Baron tentang 'macho' sambil membengkungkan dua lengannya seperti binaraga, lalu menirukan gaya pedangdut Vety Vera tahun 90an muncul begitu saja ketika Runi membonceng Tami. Untuk beberapa tipe cewek, tips Baron dengan menunjukkan kehebatan bisa berguna. Tapi untuk kali ini, Runi memang salah orang. Karena di mata Tami-gadis baik yang mematuhi lalu-lintas- mengebut itu perbuatan tercela.
"Ru.. Runi....!" Tami gemetaran. Pandangannya lurus dengan jemari yang kian kuat mencengkeram tas kecil Runi. Baginya perjalanan dengan membonceng Runi adalah kesalahan besar! Dan Tami kesal mengapa tas Runi kecil sekali untuk dijadikan pegangan!
Di jalan raya yang sepi itu Runi memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Awalnya ia memacu pelan agar ia dan Tami bisa mengobrol banyak. Namun bukannya ngobrol, perjalanan mereka senyap luar biasa. Tami mengunci mulutnya dan Runi tak punya bahan cerita. Entah kenapa ia selalu mendadak tak punya bahan cerita jika harus bersama Tami yang dingin. Sementara teman-teman lain sudah mendahului mereka. Baron dan Kaisar baru saja melewati mereka. Alya yang membonceng Lid juga sudah berada di jalur terdepan.
Melewati tikungan, sudut kemiringan di sepeda motor Runi terasa berlebihan. Runi merasa Tami berusaha sekuat tenaga menyeimbangkan badan sepanjang perjalanan. Runi tersenyum bangga. Kini si manusia kulkas ini bisa bergidik juga. Mereka melewati areal danau sipin yang dipenuhi dengan tanaman eceng gondok dan keramba. Lalu melewati tanah kosong tak terurus yang ditumbuhi dandelion.
Setibanya di jalan yang sempit, sebuah truk besar berjalan beriringan dengan mereka dan sebuah truk yang lain datang dari arah berlawanan. Mereka terjepit. Runi bermanuver dengan sepeda motornya. Ia menambah kecepatan berusaha meloloskan diri sebelum semuanya terlambat. Dan dengan timing yang pas, ia berhasil.
"WOII BENGAAAK...!!!"
Tami bergidik. Sebelum truk itu benar-benar pergi, supir truk sempat berteriak seperti itu.
"Ru, Ru, Runi.. pelan-pelan... tadi sopir itu maki kita..." Tami tercekat. Sekilas ia bisa melihat supir truk itu menghardik mereka berdua.
"Biar deh Tam... Hehehe..." Runi cengengesan. Biar kamu ngomel, sambungnya dalam hati.
Runi mengebut lagi. Dengan spontan Tami menarik tali tas Runi dan membuat Runi setengah tercekik.
"Tami, gila, kamu bisa nggak pegangan ke aku aja?"
Tami menggigit bibirnya. Wajahnya pucat dan berkeringat. Sejak awal, ia tidak ingin melingkarkan lengannya di dada Runi. Ia hanya berpegang pada besi pada jok motor dan itu menyiksa sekali. Ia menyesali keputusannya hari ini membonceng Runi.
"Kamu udah terima bunga itu?
"Apa?" Tami memajukan kepalanya.
"Bunga itu, bunga matahari!"
"Hah?"
Runi mengekeh. Ia tak masalah Tami tak mendengar. Ini bukan soal ia dengar atau tidak. Detik itu, ia hanya ingin memercayakan perasaannya pada angin yang entah akan berhembus kemana.
Tikungan kedua. Runi mengebut lagi agar terlihat keren. Tapi, Tami justru semakin kencang menahan tubuhnya pada besi di bagian pantat motor (dia sudah menyerah pada tas kecil Runi). Dia terlihat tidak ingin menyerah.
"Lihat Tam, ada jembatan!" Runi memelankan motornya.
"Itu jembatan aurduri."
"Tami, ada gubuk di pinggir sungai!"
"Itu jamban..."
Runi terbahak. Baron memberi aba-aba untuk berhenti sebentar ke pinggir jembatan untuk melihat pemandangan sungai dari atas. Sekaligus berfoto-foto. Tami merasa lega. Meskipun nantinya, ia harus membonceng Runi lagi. Dan itu seperti menjemput kematian.
**
AN.
Terimakasih sudah membaca.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro